Manusia mengenal Bumi sebagai "planet biru". Namun, seperti apakah warna Bumi sebenarnya, pada awal planet ini terbentuk?
Sebuah penelitian yang dipublikasikan dalam International Journal of Astrobiology mengungkapkan bahwa pada awalnya Bumi berwarna ungu, bukan biru. Tentu hal ini memiliki dasar teori.
Peneliti berpendapat, sebelum tanaman hijau menggunakan sinar matahari sebagai energi, organisme ungu kecil sudah mulai melakukannya terlebih dahulu.
Gagasan bahwa Bumi bewarna ungu sebenarnya bukan hal yang baru. Shiladitya DasSarma, ahli mikrobiologi dari Universitas Maryland School of Medicine sudah pernah mengajukan teori ini pada tahun 2007.
Pemikirannya bermula dari serapan energi tumbuhan hijau dan alga yang berfotosintesis. Tumbuhan tersebut diketahui menyerap energi matahari tetapi tidak menyerap cahaya hijau.
Bagi DasSarma, hal tersebut adalah hal yang cukup aneh, mengingat cahaya hijau kaya akan energi. DasSarma kemudian mengatakan bahwa kemungkinan objek lain sudah menggunakan bagian dari spektrum warna ketika proses fotosintesis klorofil berevolusi.
Objek lain maksudnya adalah organisme sederhana yang menangkap energi matahari dengan molekul yang disebut dengan retinal. Pigmen retinal menyerap cahaya hijau dengan baik.
Penelitian yang terbit pada 11 Oktober 2018 mengatakan bahwa pigmen tersebut kemungkinan tidak seefisien klorofil dalam menangkap energi matahari. Walaupun begitu, mereka lebih sederhana.
Yang unik dari hal ini adalah cara pengambilan cahaya oleh pigmen retinal tersebut masih terus berkembang hingga saat ini. Pigmen retinal akan terus ada di dalam bakteri dan organisme bersel satu yang disebut Archaea.
Seperti yang dilansir oleh Kompas.com dari dari Live Science, peneliti Edward Schwieterman menyebutkan bahwa organisme ungu sudah ditemukan di mana-mana, mulai dari lautan sampai Lembah Kering Antartika.
Pigmen retinal juga ditemukan dalam sistem visual hewan yang lebih kompleks. Artinya, organisme ungu ini telah berevolusi sangat awal pada cabang pohon kehidupan.
Bagi DasSarma, kehidupan awal yang bewarna ungu tersebut juga dapat diterapkan dalam pencarian kehidupan asing di ruang angkasa. Yang berarti, ahli mikrobiologi berpikir bahwa alien mungkin juga bewarna ungu. Karena jika kehidupan asing menggunakan pigmen retinal untuk menangkap energi, para astrobiologis hanya perlu untuk mencari tanda kehidupan dengan cahaya tertentu saja.
Schwieterman menyebutkan, klorofil menyerap sebagian besar cahaya merah dan biru, tetapi spektrum yang dipantulkan dari planet yang dipenuhi oleh tumbuhan menunjukkan apa yang disebut sebagai tepi merah vegetasi.
Pantulan merah tersebut merupakan perubahan mendadak dalam pantulan cahaya di bagian spektrum inframerah dekat, di mana tanaman bisa saja tiba-tiba berhentii untuk menyerap panjang gelombang merah dan mulai memantulkannya.
Sebaliknya, menurut Schwieterman, fotosintesis berbasis pigmen retinal memiliki tepi hijau. Hal tersebut terjadi karena mereka menyerap cahaya ke bagian spektrum hijau dan akan mulai memantulkan panjang gelombang yang lebih jauh.
Hingga saat ini, para astobiologis hanya dapat mendeteksi kehidupan di ruang angkasa dengan mendeteksi tepi merah saja. Namun, menurut Schwieterman penemuan tersebut membuat mereka perlu mempertimbangkan untuk mencari tepi hijau juga.
"Jika organisme ini hadir dalam kepadatan yang cukup pada planet ekstrasurya, sifat-sifat refleksi akan dicetak pada spektrum cahaya planet yang dipantulkan," ucap Schwieterman.
0 comments:
Post a Comment