Sekitar 20.000 tahun yang lalu, seekor badak berbulu muda menjalani harinya seperti biasa di wilayah es yang sekarang disebut Siberia utara. Saat sedang mencari makanan, kemungkinan besar ada sesuatu yang salah yang terjadi pada hewan muda itu sehingga menyebabkannya tenggelam di Sungai Tirekhtyakh atau daerah perairan terdekat.
Beberapa abad kemudian, nasib tragis badak berbulu hari itu berubah menjadi berkah dan penemuan besar bagi ilmu pengetahun, khususnya bidang paleontologi. Keberadaan tubuh badak berbulu purba itu bisa tersingkap dengan bantuan pencairan lapisan es akibat tren kenaikan suhu Bumi. Temuan tubuh badak berbulu yang sudah lama punah itu kini memberikan cahaya wawasan baru terkait era prasejarah yang tidak diketahui.
Tubuh badak berbulu itu ditemukan di permafrost di Siberia, Rusia. Permafrost sendiri adalah sebutan untuk lapisan tanah yang membeku secara permanen yang telah membeku untuk jangka waktu yang lama, terkadang beberapa ribu tahun.
Bangkai purba itu ditemukan oleh seorang petani lokal di Yakutia, Siberia, pada Agustus 2020, sekitar 15.000 tahun setelah spesies badak berbulu diyakini telah punah. Fosil badak berbulu itu ditemukan dengan mantel bulu, kuku, dan organ-organ dalam yang utuh, sebagaimana dilansir News Center Maine. Temuan ini memberi para ilmuwan potongan teka-teki penting tentang anatomi, perilaku, dan kehidupan makhluk-makhluk itu.
Video dari penggalian fosil itu pernah secara online oleh The Siberian Times. Seperti yang ditunjukkan dalam rekaman video tersebut, para ahli paleontologi sangat berhati-hati untuk menjaga agar ada sebanyak mungkin struktur tubuh badak itu yang tetap terjaga dan tidak rusak saat diangkat. Mereka mengidentifikasi 80 persen bagian tubuh hewan ini masih utuh. Ini adalah penemuan yang sungguh mencengangkan.
"Badak muda itu berusia antara 3 dan 4 tahun dan hidup terpisah dari induknya ketika mati, kemungkinan besar karena tenggelam," ujar paleontolog Valery Plotnikov kepada The Siberian Times.
Plotnikov, yang bekerja dengan Akademi Ilmu Pengetahuan Rusia (Russian Academy of Sciences), menambahkan bahwa jenis kelamin badak berbulu purba itu masih belum diketahui. Ia juga mengatakan perlunya dilakukan analisis radiokarbon untuk mengkonfirmasi rentang waktu umum kapan badak tersebut dulunya pernah hidup.
Yang menarik, para peneliti juga menemukan tanduk badak berbulu itu di sebelah bangkai tubuh utamanya. Menurut Plotnikov, ini merupakan sebuah penemuan yang luar biasa mengingat tulang rawan biasanya cepat terurai. Tanda pada tanduk, katanya, juga menjelaskan lebih banyak tentang bagaimana spesies itu menggunakannya untuk makanan.
Badak berbulu purba yang ditemukan pada 2020 itu bukanlah badak berbulu pertama yang ditemukan di daerah tersebut. Sebelumnya spesimen lain yang juga terawetkan di dalam es pernah ditemukan pada tahun 2015. Badak itu, yang dijuluki Sasha, adalah bayi badak berbulu pertama yang pernah ditemukan dan diyakini berkeliaran di wilayah itu sekitar 34.000 tahun yang lalu.
Seperti badak yang baru ditemukan, Sasha ditemukan dengan mantel bulu yang utuh dan juga diyakini telah tenggelam. Namun, tidak seperti badak baru-baru ini, bulu Sasha berwarna pirang stroberi dan bangkainya tidak memiliki tanduk depan.
Suhu tinggi yang di wilayah Siberia dalam beberapa tahun terakhir telah mengungkapkan fosil-fosil yang terawetkan dengan sempurna yang sebelumnya telah terkubur di bawah es tebal selama ribuan tahun. Pada musim panas terakhir sebelum badak berblu itu ditemukan, suhu tertinggi tercatat di kota-kota di sekitar Lingkaran Arktik.
"Suhu melonjak 10 derajat Celsius (18 derajat Fahrenheit) di atas rata-rata bulan lalu di Siberia, rumah bagi sebagian besar lapisan es Bumi, saat dunia mengalami Mei terpanas yang pernah tercatat," menurut jaringan pemantauan iklim Uni Eropa.
Ahli Meteorologi AccuWeather Maura Kelly pernah menulis bahwa periode panas yang berkepanjangan memicu pencairan lapisan es di Siberia utara. Tak hanya di Siberia, suhu tinggi yang muncul pada semester pertama 2020 telah memecahkan rekor tertinggi di seluruh wilayah Rusia.
"Suhu dari Januari hingga April di seluruh wilayah negara itu rata-rata sekitar 6 derajat Celsius (11 derajat Fahrenheit) di atas normal," tulis Kelly di AccuWeather.com.
Fosil badak berbulu itu kini telah diangkut para ilmuwan ke laboratorium untuk pengujian lebih lanjut. Pengangkutan bisa dilakukan berkat jalan es yang baru dibangun di wilayah Yakutia itu. Menurut para ilmuwan, pada tahun-tahun mendatang, lapisan es yang perlahan surut pasti akan mengungkap lebih banyak lagi potongan teka-teki dari zaman es.
0 comments:
Post a Comment