About

This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Tuesday, March 29, 2022

Puluhan Mumi Mesir Kuno Peninggalan Zaman Firaun Ditemukan



 Mumi laki-laki, perempuan, dan anak-anak Mesir Kuno terungkap di sebuah makam yang ditemukan di tenggara Mesir bersama dengan artefak, perlengkapan prosesi penguburan, serta patung hibrida burung-manusia yang berasal dari akhir zaman Firaun-Romawi sekitar 332 SM dan 395 SM.

Menurut Kementerian Kepurbakalaan Mesir, makam tersebut dipotong menjadi batu dan disembunyikan di balik dinding batu. Ada tubuh anak-anak dan orang dewasa yang ditemukan.
Mostafa Waziri, Sekretaris Jenderal Dewan Tertinggi Kepurbakalaan, mengatakan, tangga-tangga yang dikelilingi sebagian balok-balok pahatan mengarah ke sebuah ruangan yang berisi bahan pemakaman, sementara pintu masuk ditutup oleh dinding batu yang didirikan di sekitar tangga.

Lebih dari 30 mumi ditemukan di ruang utama. Dua mumi lain berada di ruangan samping (kemungkinan ibu dan anak), sementara empat mumi lainnya ditemukan pada struktur di samping toples yang berisi makanan.
Para peneliti juga menemukan bagian-bagian dari peti mati kayu yang sudah dilukis. Mencakup tulisan dan gambar permohonan kepada dewa-dewa Mesir seperti Satet, Anuket, dan Hapy, yang menguasai sungai Nil.

Ketiganya berkaitan dengan peristiwa genangan air dan banjir dari sungai Nil yang membantu mengalirkan air ke permukiman penduduk sehingga membuat tanah subur. Orang-orang Mesir merayakan peristiwan itu sebagai libur tahunan.

Di dalam ruangan samping, para peneliti menemukan vas dan objek-objek persembahan yang biasa digunakan pada proses penguburan, termasuk tandu yang terbuat dari kayu kelapa dan linen yang biasa digunakan untuk mengangkut mumi ke makam.

Kemudian, di pintu masuk ruangan, bejana dengan bitumen ditemukan bersama dengan cartonnage, kain ‘berwarna indah’ yang sering digunakan pada praktik penguburan.

Peti mati bulat yang digali langsung dari lantai berbatu dengan potongan-potongan kayu yang sudah dicat menunjukkan itu mungkin milik seseorang bernama Tjit.

Peti mati bulat yang digali langsung dari lantai berbatu dengan potongan-potongan kayu yang sudah dicat menunjukkan itu mungkin milik seseorang bernama Tjit.
Selain itu, ada juga topeng kuburan yang dilukis dengan emas dan karton putih yang siap untuk dilukis.

Namun, menurut Patrizia Piacentini, pemimpin penelitian, yang paling menarik adalah penemuan patung Ba-bird, patung setengah manusia setengah burung yang merepresentasikan “jiwa-jiwa yang sudah mati”.

Sejauh ini, timnya berhasil memetakan sekitar 300 makam di Mausoleum Aga Khan di Aswan, sungai Nil. Penelitian ini sudah dilakukan dalam emoat tahun terakhir. 


Sunday, March 27, 2022

Manusia Purba Membuat Rumah Pertamanya di Dataran Tinggi 30 Ribu Tahun Lalu


Daerah dataran tinggi seperti Tibet dan Andes selama ini diperkirakan menjadi wilayah terakhir yang dihuni manusia. Udara rendah oksigen, sumber daya langka serta cuaca yang keras menjadi sebabnya.

Namun, asumsi peneliti tersebut ternyata tidak sepenuhnya benar. Manusia purba justru telah menjelajah dataran-dataran tinggi lebih awal dari yang diperkirakan sebelumnya. Hal ini terungkap melalui penelitian yang dilakukan di Ethiopia. Para peneliti menemukan jika manusia purba telah membuat "rumah" lebih dari 30.000 tahun yang lalu di dataran tinggi.

"Temuan yang menarik adalah fakta bahwa orang prasejarah berulang kali, selama ribuan tahun, menghabiskan banyak waktu di dataran tinggi secara aktif dan memanfaatkan sumber daya di kawasan Afro-alpine," terang Götz Ossendorf, arkeolog di University of Cologne di Jerman.

Para peneliti melakukan pendakian di pegunungan Bale, Ethiopia selatan, yang berada di ketinggian 3.469 meter di atas permukaan laut. Rombongan kemudian juga bergerak menuju ke wilayah lebih tinggi lagi, yang mencapai hampir 4.440 meter. Lingkungan di wilayah itu tidak ramah, berudara tipis, suhunya berubah-ubah tajam, dan sering turun hujan; sehingga para peneliti pun berasumsi jika manusia tidak menetap dalam waktu yang lama di tempat ini. Namun, ternyata mereka justru menemukan banyak tanda seperti artefak batu, tulang binatang yang dibakar, pecahan tanah liat dan manik-manik.

Para peneliti pun kemudian menganalisis endapan yang tersimpan di tanah untuk mengetahui umur serta detail orang-orang yang hidup di sana. Hasilnya, situs tersebut diperkirakan berusia antara 47.000 hingga 31.000 tahun yang lalu. Dengan demikian, situs aktif selama Zaman Es Terakhir, saat lapisan es sebagian besar menutupi Bumi.

Di tempat tersebut, kelompok besar manusia prasejarah tinggal selama bermingu-minggu hingga berbulan-bulan. Sekitar 20 hingga 25 orang melakukan bermacam aktivitas, mulai dari tidur, menyiapkan makanan, dan sebagainya. Temuan ini pun menjadi bukti awal keberadaan manusia prasejarah di dataran tinggi.

"Manusia prasejarah pada waktu itu adalah pengumpul-pemburu, sehingga tak pernah tinggal menetap di satu situs, tetapi memiliki rutinitas mencari makan yang terjadwal," tambah Ossendorf. Meski lingkungan serta cuaca ekstrem mengancam, namun dataran tinggi ternyata juga menawarkan sumber daya yang lebih menarik daripada lembah yang hangat di dataran rendah.

Selain lelehan es yang bisa dimanfaatkan, di pegunungan Bale juga terdapat tikus tanah raksasa yang berbobot hingga dua kilogram. Tikus-tikus ini melimpah serta mudah diburu, sehingga dapat menyediakan daging untuk membantu manusia bertahan hidup di medan yang berat. Adanya temuan ini pun bisa menjelaskan potensi manusia untuk beradaptasi dengan perubahan di sekitar mereka dengan cukup mudah.
 

Saturday, March 26, 2022

Pinus Heldreich, Pohon Tertua di Pedalaman Eropa Berusia 1230 Tahun


Pohon pinus Heldreich yang tumbuh di Italia Selatan, diketahui berusia 1230 tahun. Ini menjadikannya pohon tertua di Eropa.

Menurut laporan yang dipublikasikan pada jurnal Ecology, pohon pinus kuno ini tampaknya sedang berada di masa tuanya. Meskipun begitu, hasil penelitian menyatakan bahwa pohon tersebut mengalami lonjakan pertumbuhan yang cukup tinggi selama beberapa dekade terakhir. Padahal, jumlah pohon di wilayah Mediterania lainnya mengalami penurunan.

Penelitian ini juga menunjukkan bahwa pohon tertua ini, bisa bertahan hidup selama beberapa abad meskipun terpapar perubahan iklim yang ekstrem. Sebagai contoh, pinus purba tersebut bisa tumbuh di periode dingin abad pertengahan, dan tetap bertahan saat iklim menghangat (termasuk ketika mengalami periode kekeringan).
Menganalisis pertumbuhan pinus Heldreich, membantu para ilmuwan memahami bagaimana hutan menanggapi perubahan iklim saat ini.

“Mempelajari pohon berusia lebih dari 100 tahun sangat berguna untuk memprediksi dampak perubahan iklim terhadap ekosistem hutan di masa depan,” kata Maxime Cailleret dari Swiss Federal Institute for Forest, Snow, and Landscape Research.

Berubah menjadi debu

Gianluca Piovesan bersama rekannya dari University of Tuscia, menemukan pinus Heldreich di atas pegunungan curam dan berbatu di Taman Nasional Pollino, Italia Selatan.

Melihat pohon yang sudah sangat tua tersebut, para peneliti sadar bahwa sangat sulit mengetahui umurnya. Bagian tengahnya yang mengandung cincin pohon, telah hilang.

“Bagian dalam batang pinus tersebut seperti debu. Kira-kira ada sekitar 20 sentimeter bagian kayu yang hilang. Kami belum pernah melihat yang seperti ini sebelumnya,” kata salah satu anggota tim peneliti, Alfredo Di Filippo.


Meskipun begitu, akar pohon tersebut dalam keadaan baik. Peneliti lalu memutuskan untuk mengungkap umurnya dengan menggabungkan metode baru dan lama.

Sampel radiokarbon dari akarnya yang terbuka memungkinan para peneliti untuk menentukan kapan pohon tersebut mulai tumbuh. Tim peneliti juga mampu melakukan silang waktu pertumbuhan antara sampel cincin pohon pada batang dan akarnya.

Pohon abadi

Menurut para peneliti, pemanasan global belum menjadi ancaman bagi pohon-pohon langka di dunia. Meskipun beberapa di antaranya gugur karena kekeringan dan gelombang panas, namun pinus tua ini berhasil selamat – bahkan tumbuh subur.

Hasil analisis menunjukkan, setelah bertahan dengan cincin pohon yang kecil selama beberapa abad, cincin yang lebih lebar tumbuh dalam dua dekade terakhir. Ini menunjukkan kondisi lingkungan yang lebih baik.
Alasan mengapa pinus tetap subur di tengah perubahan iklim cukup kompleks. Namun, salah satu alasannya adalah: pegunungan tinggi memiliki iklim mikro sendiri sehingga suhunya tetap dingin.

Selain itu, Piovesan dan timnya menduga, adanya penurunan polusi udara -- setelah diberlakukan kebijakan lingkungan di Eropa -- juga berperan penting.

Lebih lanjut, biologi yang unik pada pohon pinus tua ini bisa membantu ia bertahan hidup. Berbeda dengan hewan, penuaan tidak terjadi pada pohon. Bisa dikatakan, pinus Heldreich adalah pohon abadi.

Friday, March 25, 2022

Sisa Pohon Mahoni Tertua Ditemukan, Disebut Hidup di Zaman Dinosaurus


 Di sepanjang pantai berbatu di Pulau Vancouver, Kanada, para ilmuwan telah mengidentifikasi fosil tanaman mahoni tertua di dunia. Ini merupakan sebuah penemuan yang mendorong kembali catatan fosil untuk keluarga mahoni ke masa ketika dinosaurus masih berkeliaran di Bumi.

Mahoni dikenal dengan kayunya yang berwarna coklat kemerahan yang sering digunakan untuk membuat furnitur, meskipun sebenarnya menggambarkan keluarga tanaman berbunga beragam yang bernama Meliaceae.

Berdasarkan jurnal yang dipublikasikan pada American Journal of Botany, para peneliti menganalisis spesimen mahoni yang terawat baik yang ditemukan di lepas Pulau Vancouver di Kanada.

Penelitian mereka menunjukkan bahwa spesimen tersebut hidup di antara 72 hingga 79 juta tahun lalu selama zaman Kambrium, pada periode Kapur Akhir. Ini sekitar 15 hingga 20 juta tahun lebih jauh dari proyek sebelumnya

Sisa-sisa mahoni ini ditemukan beberapa tahun lalu oleh seorang pemburu fosil amatir di sekitar Pulau Vancouver. Akhirnya, itu jatuh ke tangan Brian Atkinson dan tim dari University of Kansas, yang dengan cepat menyadari spesimen tersebut sangatlah berharga.

Dilansir dari situs resmi University of Kansas, Brian Atkinson, ketua penelitian, mengatakan bahwa mereka menggabungkan data molekul dari perwakilan yang hidup dari keluarga mahoni dengan morfologi fosil, serta morfologi spesies hidup. Kemudian mereka menundukkan dataset gabungan itu untuk analisis filogenetik, yang memungkinkan untuk merekonstruksi hubungan evolusi.
"Berdasarkan analisis ini, kami menemukan fosil itu berkaitan erat dengan genus yang disebut Melia, yang hidup di jaman sekarang ini," tambah Brian.

Setelah mencatat bahwa itu adalah fosil mahoni tertua yang diketahui, para peneliti memutuskan untuk memberinya nama Manchestercarpa vancouverensis sebagai penghormatan kepada Steve Manchester, seorang tokoh terkemuka di dunia paleobotani.

Bukan hanya tentang usianya yang memecahkan rekor, studi ini dapat memberikan wawasan tentang bagaimana tanaman berbunga berevolusi dari mahoni, keluarga tanaman yang vital dan banyak digunakan.

Ahli paleobiologi sering menggunakan fosil mahoni sebagai bukti bahwa daerah tersebut dulunya adalah rumah bagi hutan tropis. Mempertimbangkan studi yang mendorong catatan fosil mahoni 15 hingga 20 juta tahun ini, dapat mengubah apa yang kita ketahui tentang kehidupan di Zaman Kapur Akhir.

"Banyak peneliti telah menggunakan kelompok ini sebagai sistem studi untuk lebih memahami evolusi hutan hujan tropis," jelas Atkinson.

"Pekerjaan ini adalah bukti definitif pertama bahwa pohon-pohon penting tropis sudah ada selama Zaman Kapur Akhir, ketika kita pertama kali mulai melihat modernisasi ekosistem dan kelompok tanaman modern," pungkasnya.

Wednesday, March 23, 2022

Fosil Tertua di Dunia Ditemukan di Skotlandia, Usianya 1 Miliar Tahun

Para ilmuwan menemukan salah satu mata rantai yang hilang dalam evolusi hewan setelah menemukan fosil tertua sejagat di Dataran Tinggi Skotlandia. Fosil organisme berumur satu miliar tahun dengan dua tipe sel berbeda ini diyakini merupakan hewan multisel paling awal yang pernah tercatat.

Fosil ini ditemukan oleh tim ilmuwan yang dipimpin oleh University of Sheffield dan Boston College di AS. Temuan ini menunjukkan bahwa evolusi dimulai setidaknya satu miliar tahun yang lalu dan lebih mungkin terjadi di danau air tawar daripada di lautan.

Fosil tersebut secara resmi diberi nama Bicellum brasieri. Hasil penelitian terhadap fosil ini telah dilaporkan dalam makalah yang baru-baru ini diterbitkan di jurnal Current Biology.
Profesor Charles Wellman dari Departemen Ilmu Hewan dan Tumbuhan di University of Sheffield, salah satu peneliti utama dalam penelitian tersebut, menjelaskan betapa pentingnya penemuan ini.

“Asal mula multiseluleritas kompleks dan asal mula hewan dianggap sebagai dua peristiwa terpenting dalam sejarah kehidupan di bumi. Penemuan kami memberikan cahaya baru pada keduanya," papar Wellman dilansir iNews.co.uk.
osil tersebut mengungkapkan wawasan baru tentang transisi organisme bersel tunggal menjadi hewan multisel yang kompleks. Fosil ini menunjukkan organisme yang terletak di antara keduanya.

Fosil tua ini ditemukan di Loch Torridon di Dataran Tinggi barat laut. Para ilmuwan dapat mempelajari fosil tersebut karena pengawetannya yang luar biasa, memungkinkan mereka untuk menganalisisnya pada tingkat seluler dan subseluler.

Tim peneliti berharap sekarang dapat memeriksa deposit Torridonian untuk menemukan fosil-fosil lain yang lebih menarik. Semoga ada fosil-fosil lain yang dapat memberikan lebih banyak wawasan tentang evolusi organisme multisel.

Profesor Wellman berkata, “Kami telah menemukan organisme bola primitif yang terdiri dari susunan dua jenis sel yang berbeda, langkah pertama menuju struktur multisel yang kompleks, sesuatu yang belum pernah dijelaskan sebelumnya dalam catatan fosil."

“Penemuan fosil baru ini menunjukkan kepada kita bahwa evolusi hewan multisel telah terjadi setidaknya satu miliar tahun yang lalu dan bahwa peristiwa awal sebelum evolusi hewan mungkin terjadi di air tawar seperti danau, bukan di lautan.”
Profesor Paul Strother dari Boston College yang juga menjadi peneliti utama dalam riset ini, menambahkan keterangan terkait hal baru yang ditunjukkan oleh fosil ini. “Para ahli biologi sebelumnya telah berspekulasi bahwa asal mula hewan termasuk penggabungan dan penggunaan kembali gen-gen sebelumnya yang telah berevolusi sebelumnya dalam organisme uniseluler," katanya.

“Apa yang kita lihat di Bicellum adalah contoh dari sistem genetik, yang melibatkan adhesi sel-sel dan diferensiasi sel yang mungkin telah dimasukkan ke dalam genom hewan setengah miliar tahun kemudian.”

Badak Berbulu Purba Ditemukan Membeku di Siberia, 80 Persen Utuh



Sekitar 20.000 tahun yang lalu, seekor badak berbulu muda menjalani harinya seperti biasa di wilayah es yang sekarang disebut Siberia utara. Saat sedang mencari makanan, kemungkinan besar ada sesuatu yang salah yang terjadi pada hewan muda itu sehingga menyebabkannya tenggelam di Sungai Tirekhtyakh atau daerah perairan terdekat.
Beberapa abad kemudian, nasib tragis badak berbulu hari itu berubah menjadi berkah dan penemuan besar bagi ilmu pengetahun, khususnya bidang paleontologi. Keberadaan tubuh badak berbulu purba itu bisa tersingkap dengan bantuan pencairan lapisan es akibat tren kenaikan suhu Bumi. Temuan tubuh badak berbulu yang sudah lama punah itu kini memberikan cahaya wawasan baru terkait era prasejarah yang tidak diketahui.

Tubuh badak berbulu itu ditemukan di permafrost di Siberia, Rusia. Permafrost sendiri adalah sebutan untuk lapisan tanah yang membeku secara permanen yang telah membeku untuk jangka waktu yang lama, terkadang beberapa ribu tahun.


Bangkai purba itu ditemukan oleh seorang petani lokal di Yakutia, Siberia, pada Agustus 2020, sekitar 15.000 tahun setelah spesies badak berbulu diyakini telah punah. Fosil badak berbulu itu ditemukan dengan mantel bulu, kuku, dan organ-organ dalam yang utuh, sebagaimana dilansir News Center Maine. Temuan ini memberi para ilmuwan potongan teka-teki penting tentang anatomi, perilaku, dan kehidupan makhluk-makhluk itu.

Video dari penggalian fosil itu pernah secara online oleh The Siberian Times. Seperti yang ditunjukkan dalam rekaman video tersebut, para ahli paleontologi sangat berhati-hati untuk menjaga agar ada sebanyak mungkin struktur tubuh badak itu yang tetap terjaga dan tidak rusak saat diangkat. Mereka mengidentifikasi 80 persen bagian tubuh hewan ini masih utuh. Ini adalah penemuan yang sungguh mencengangkan.

"Badak muda itu berusia antara 3 dan 4 tahun dan hidup terpisah dari induknya ketika mati, kemungkinan besar karena tenggelam," ujar paleontolog Valery Plotnikov kepada The Siberian Times.
Plotnikov, yang bekerja dengan Akademi Ilmu Pengetahuan Rusia (Russian Academy of Sciences), menambahkan bahwa jenis kelamin badak berbulu purba itu masih belum diketahui. Ia juga mengatakan perlunya dilakukan analisis radiokarbon untuk mengkonfirmasi rentang waktu umum kapan badak tersebut dulunya pernah hidup.


Yang menarik, para peneliti juga menemukan tanduk badak berbulu itu di sebelah bangkai tubuh utamanya. Menurut Plotnikov, ini merupakan sebuah penemuan yang luar biasa mengingat tulang rawan biasanya cepat terurai. Tanda pada tanduk, katanya, juga menjelaskan lebih banyak tentang bagaimana spesies itu menggunakannya untuk makanan.

Badak berbulu purba yang ditemukan pada 2020 itu bukanlah badak berbulu pertama yang ditemukan di daerah tersebut. Sebelumnya spesimen lain yang juga terawetkan di dalam es pernah ditemukan pada tahun 2015. Badak itu, yang dijuluki Sasha, adalah bayi badak berbulu pertama yang pernah ditemukan dan diyakini berkeliaran di wilayah itu sekitar 34.000 tahun yang lalu.

Seperti badak yang baru ditemukan, Sasha ditemukan dengan mantel bulu yang utuh dan juga diyakini telah tenggelam. Namun, tidak seperti badak baru-baru ini, bulu Sasha berwarna pirang stroberi dan bangkainya tidak memiliki tanduk depan.

Suhu tinggi yang di wilayah Siberia dalam beberapa tahun terakhir telah mengungkapkan fosil-fosil yang terawetkan dengan sempurna yang sebelumnya telah terkubur di bawah es tebal selama ribuan tahun. Pada musim panas terakhir sebelum badak berblu itu ditemukan, suhu tertinggi tercatat di kota-kota di sekitar Lingkaran Arktik.
"Suhu melonjak 10 derajat Celsius (18 derajat Fahrenheit) di atas rata-rata bulan lalu di Siberia, rumah bagi sebagian besar lapisan es Bumi, saat dunia mengalami Mei terpanas yang pernah tercatat," menurut jaringan pemantauan iklim Uni Eropa.

Ahli Meteorologi AccuWeather Maura Kelly pernah menulis bahwa periode panas yang berkepanjangan memicu pencairan lapisan es di Siberia utara. Tak hanya di Siberia, suhu tinggi yang muncul pada semester pertama 2020 telah memecahkan rekor tertinggi di seluruh wilayah Rusia.


"Suhu dari Januari hingga April di seluruh wilayah negara itu rata-rata sekitar 6 derajat Celsius (11 derajat Fahrenheit) di atas normal," tulis Kelly di AccuWeather.com.

Fosil badak berbulu itu kini telah diangkut para ilmuwan ke laboratorium untuk pengujian lebih lanjut. Pengangkutan bisa dilakukan berkat jalan es yang baru dibangun di wilayah Yakutia itu. Menurut para ilmuwan, pada tahun-tahun mendatang, lapisan es yang perlahan surut pasti akan mengungkap lebih banyak lagi potongan teka-teki dari zaman es.

 


 

Monday, March 21, 2022

Dinosaurus Ini Memiliki Pendingin Udara Yang Rumit di Tengkoraknya


Dinosaurus raksasa umumnya mengembangkan adaptasi untuk melindungi tubuh mereka, seperti memiliki tanduk, duri dan zirah yang tebal. Namun, dinosaurus raksasa yang satu ini justru memiliki sesuatu yang lebih penting dari itu semua, Ankylosaurus memiliki pendingin udara di dalam tengkoraknya yang melalui hidung mereka.

Dalam laporan penelitian dari Heritage College of Osteopathic Medicine di Ohio University yang dipublikasikan di Jurnal The Anatomical Record, Ankylosaurus dijelaskan memiliki tubuh dengan zirah yang tebal untuk melindungi tubuh mereka. Namun, hal itu tidak memungkinkan banyak panas keluar dari tubuh besar mereka dan membuat para ilmuwan bingung

Menurut ahli paleontologi Lawrence M. Witmer, rekan penulis studi, Ankylosaurus harus dapat mengatur suhu tubuh mereka dan dapat bertahan hidup di bawah terik matahari selama periode kapur. Hal itulah yang membuat kelompok dinosaurus raksasa memiliki strategi termoregulasi yang berbeda untuk membantu memoderasi suhu otak dalam menghadapi beban panas yang tinggi.

"Dinosaurus kecil bisa saja lari ke tempat teduh untuk mendinginkan tubuh mereka, tetapi bagi dinosaurus raksasa itu tidak mungkin, potensi overheating benar-benar tidak terhindarkan," katanya kepada Science News.
“Mereka pasti memiliki mekanisme khusus untuk mengontrol suhu otak, tapi apa itu?” katanya.

Profesor Witmer dan rekannya, Dr. Ruger Porter, melihat kerabat dinosaurus, burung, dan reptil modern, di mana penelitian memang menunjukkan bahwa penguapan uap air di hidung, mulut dan mata mendinginkan darah dalam perjalanannya ke otak. 

Dengan menggunakan teknik yang memungkinkan arteri dan vena muncul di CT scan, mereka dapat melacak aliran darah dari tempat pendinginan evaporatif ke otak. Mereka juga mengukur saluran tulang dan alur yang menyalurkan pembuluh darah dengan tepat.


"Saluran dan alur bertulang yang kita lihat pada burung dan reptil modern adalah penghubung kita dengan fosil dinosaurus. Hal yang berguna tentang pembuluh darah adalah bahwa mereka pada menyisakan jejaknya ke dalam tulang," kata Dr. Porter, penulis utama studi tersebut.

Kemudian, para peneliti melihat ukuran kanal tulang pada dinosaurus untuk menilai kepentingan relatif dari berbagai situs pendinginan evaporatif berdasarkan berapa banyak darah yang mengalir. Faktor kuncinya ternyata adalah ukuran tubuh. Dinosaurus yang lebih kecil seperti pachycephalosaur Stegoceras seukuran kambing memiliki pola vaskular yang sangat seimbang dengan tidak ada daerah pendinginan tunggal khusus.

“Itu masuk akal secara fisiologis karena dinosaurus yang lebih kecil memiliki lebih sedikit masalah dengan panas berlebih. Tapi raksasa seperti sauropoda dan ankylosaurs meningkatkan aliran darah ke daerah pendinginan tertentu di kepala jauh melampaui apa yang diperlukan untuk memberi makan jaringan,” kata Dr. Porter.



Selanjutnya, dengan menggunakan pemindaian canggih dan teknologi pemodelan 3-D di lab Universitas Ohio, Witmer dan rekan-rekannya menemukan bahwa Euoplocephalus, genus ankylosaurs, memiliki saluran hidung berbentuk pembuka botol yang aneh yang disamakan Witmer dengan mainan "jerami gila anak-anak", sebuah aliran udara yang melingkari kepala.

Jason Bourke, mantan mahasiswa doktoral Witmer's, sekarang di New York Institute of Technology College of Osteopathic Medicine di Arkansas State, memodelkan aliran udara hidung dinosaurus dan menemukan bentuk pembuka botol memungkinkan saluran bertindak seperti gulungan di dalam AC modern. Mereka membantu mendinginkan darah ankylosaurs sebelum mencapai otak, mencegah hewan-hewan itu mati karena sengatan panas.

Studi Witmer adalah bagian dari upaya penelitian yang lebih besar untuk memahami bagaimana berbagai kelompok dinosaurus menghadapi panas ekstrem di lingkungan mereka. Dalam fosil ankylosaur, jawabannya relatif mudah ditemukan, saluran hidung mereka terpelihara dengan baik di dalam tengkorak tulang mereka.


Akan tetapi jawabannya terbukti lebih sulit dipahami pada dinosaurus yang tengkoraknya memiliki bukaan besar, termasuk sauropoda berleher panjang dan dinosaurus karnivora seperti Tyrannosaurus rex. Bagi Witmer, menggali pengetahuan ini tidak sepenuhnya tentang memahami raksasa masa lalu.

"Saat ini kita melihat pemanasan global yang belum pernah terjadi sebelumnya, perubahan iklim global, yang mengganggu semua jenis pola cuaca. Dinosaurus, dalam arti tertentu, dapat memberi kita wawasan tentang bagaimana hewan saat ini mungkin dapat mengatasi peningkatan panas yang kita lihat saat ini."

Satu masalah yang dihadapi para ilmuwan adalah bahwa banyak dinosaurus theropoda, seperti T. rex seberat 10 ton, juga berukuran raksasa, tetapi analisis kuantitatif menunjukkan bahwa mereka memiliki pola pembuluh darah yang seimbang, seperti dinosaurus bertubuh kecil.

Sunday, March 20, 2022

Tsar Bomba, Bom Nuklir Terkuat yang Pernah Diledakan Milik Uni Soviet


 Terhitung sampai dengan tahun 2020, ada 13.400 senjata nuklir di seluruh dunia. Kebanyakan senjata nuklir dimiliki oleh Rusia dan Amerika Serikat, lalu dari kedua negara tersebut manakah yang mempunyai senjata nuklir terkuat?

Dilansir dari howstuffworks, sebuah pesawat pembom Tu-95 buatan Uni Soviet terbang menuju Novaya Zemlya pada 30 Oktober 1961. Novaya Zemlya yang merupakan kepulauan terpencil di Samudra Arktika itu kerap menjadi lokasi uji coba senjata nuklir Uni Soviet.

Bagi semua orang yang terlibat kala itu, 30 Oktober 1961 bukanlah hari biasa. Tu-95 membawa "penumpang" yang dipasangkan di bagian bawah perut pesawat karena tidak muat untuk diletakan di ruang penyimpanan nuklir "normal".

Perangkat berbentuk silindris dengan panjang delapan meter dan berat 27 ton itu memiliki nama resmi izdeliye 602 atau item 602. Namun, senjata ini lebih dikenal dengan nama Tsar Bomba atau The Emperor of Bombs (Kaisar Bomb). Julukan itu tidak berlebihan mengingat daya ledaknya yang diperkirakan mencapai 57 megaton. Sekitar 3.800 kali lebih kuat jika dibandingkan oleh bom atom dengan daya ledak 15 kiloton yang meluluhlantakkan Hiroshima tahun 1945.

Tsar Bomba sangat berbahaya dan oleh karena itu ia dijatuhkan dengan parasut. Hal tersebut dilakukan untuk melambatkan waktu jatuhnya dan memberikan kesempatan kru pesawat untuk segera terbang menjauhkan diri. Bom meledak pada ketinggian 13.000 kaki atau empat kilometer di atas target.

Ledakan yang dihasilkan begitu kuat hingga menghancurkan segala yang dilaluinya dalam radius 35 kilometer. Awan jamur hasil ledakan menjulang tinggi hampir menyentuh 200.000 kaki atau 60 kilometer. Tidak sampai di situ saja, rumah-rumah kayu hancur dan bangunan dari batu bata mengalami kerusakan di kota-kota Soviet kala itu yang berjarak 160 kilometer dari episentrum ledakan.

Tsar Bomba kembali menjadi pembicaraan hangat pada Agustus 2020. Itu disebabkan oleh Badan Usaha Milik Negara Rusia yang bergerak dibidang energi nuklir mengunggah rekaman ledakan Tsar Bomba di YouTube. Rekaman menunjukkan pemandangan udara dari ledakan dan awan jamur yang menjulang.

Salah satu juru kamera yang merekam peristiwa itu menggambarkan ledakan bom menciptakan kilatan putih kuat di atas cakrawala. Berselang cukup lama, dia mendengar suara dentuman berat, seolah-olah Bumi telah terbunuh.

Sementara itu, meningkatnya ketegangan antara Uni Soviet dengan Amerika Serikat kala itu digadang-gadang menjadi penyebab dibuatnya Tsar Bomba. Pertemuan antara pemimpin dari kedua belah pihak, Nikita Khrushchev dan John F. Kennedy pada Juni 1961 di Wina berjalan buruk.

Krushchev memutuskan untuk melampiaskan rasa frustrasi dengan memamerkan kehebatan militernya. Sekaligus mengakhiri moratium informal uji coba nuklir antara Uni Soviet dan Amerika Serikat semenjak 1950-an dengan meledakan Tsar Bomba.

Pengujian ledakan Tsar Bomba memberi kesempatan bagi ilmuwan senjata Uni Soviet untuk mengembangkan bom hidrogen raksasa. Bom yang akan jauh lebih kuat dan besar daripada senjata paling kuat yang dimiliki Amerika Serikat.

"Pada waktu itu rudal yang mampu menyerang negara-negara yang jauh masih dalam masa perkembangan. Uni Soviet sendiri tidak memiliki banyak pembom strategis, sebaliknya Amerika Serikat memiliki banyak pesawat yang dapat menyerang pangkalan militer dekat dengan wilayah Soviet," jelas Nikolai Sokov, peneliti senior berafiliasi dengan James Martin Center for Nonproliferation Studies di Institut Studi Internasional Middlebury di Monterey, California, Amerika Serikat.

Nikolai Sokov menambahkan sangatlah masuk akal bagi Soviet untuk membuat Tsar Bomba. Jika Soviet hanya dapat mengirimkan satu, dua, atau tiga bom, bom-bom itu haruslah lebih kuat. Ilmuwan senjata Soviet mendorong gagasan itu dengan ekstrem. Awalnya mereka ingin membuat senjata dengan daya ledak 100 megaton dan tingkat radiasi yang tinggi. Namun, politisi Soviet mengkhawatirkan kontaminasi apabila senjata semacam itu diledakan.

"Oleh karena batasan itulah (Tsar Bomba) memiliki daya ledak yang dibatasi, jauh lebih dibatasi dari ide awal. Meskipun begitu, gelombang kejutnya sangatlah kuat dan mengelilingi Bumi hingga tiga kali," kata Sokov.

Walaupun upaya pembatasan agar ledakan bom tidak terlalu parah sudah dilakukan. Pihak berwenang Jepang menemukan tingkat radiasi tinggi dalam air hujan yang pernah terdeteksi. Selain itu mereka juga menemukan awan abu radioaktif yang tidak terlihat melayang ke timur melintasi Samudra Pasifik hingga Amerika Utara.

Pada saat itu ilmuwan meyakinkan publik bahwa sebagian besar sisa-sisa dari ledakan Tsar Bomba akan tetap berada di stratosfer dan secara bertahap kehilangan radioaktivitasnya pada saat jatuh ke Bumi. Ledakan Tsar Bomba menjadi berita utama di Amerika Serikat pada waktu itu. Mereka sempat terpikir untuk mengambil opsi yang sama dengan Soviet, sama-sama membuat bom hidrogen raksasa. Namun, opsi itu tidak diambil karena berbagai pertimbangan.

"Secara teoretis, tidak ada batasan seberapa besar bom hidrogen dapat dibuat. Tsar Bomba jelas akan membunuh lebih banyak orang (jika digunakan dalam perang). Namun akurasi bisa menjadi pilihan ketika dioptimalkan dan cara inilah yang akhirnya dipilih Amerika Serikat dan diikuti oleh Soviet," jelas Robert Standish Norris, rekan senior untuk kebijakan nuklir di Federasi Ilmuwan Amerika Serikat.

 "Semua orang mengerti bahwa Tsar Bomba terlalu besar untuk menjadi senjata praktis. Dari sudut pandang kekuatan penghancur, lebih efisien menggunakan beberapa senjata kecil daripada satu senjata besar," ujar Pavel Podvig, seorang ahli nuklir dan peneliti dari Universitas Princeton.

Pada akhirnya Sokov menjelaskan sekitar tahun 1964, Uni Soviet beralih untuk mengembangkan dari bom hidrogen raksasa ke ICBM atau rudal balistik antarbenua. Rudal ini dapat membawa beberapa hulu ledak nuklir dan dapat menyerang target yang berbeda. Pada tahun 1970-an hanya lima persen dari nuklir Soviet masih dalam bentuk bom yang dapat dijatuhkan dari pesawat.


 

Saturday, March 19, 2022

Kontroversi Anak Lapedo: Hasil Kawin Silang Manusia dan Neanderthal?


 Penemuan tulang-tulang milik seorang anak berusia empat tahun di Lembah Lapedo, Portugal, merupakan kerangka Palaeolitik lengkap pertama yang pernah ditemukan di Iberia. Pentingnya penemuan ini jauh lebih besar dari fakta bahwa anak hidup hidup di zaman Paleolitikum Sebab, analisis terhadap tulang-tulang tersebut mengungkapkan bahwa anak itu memiliki dagu dan lengan bawah manusia, tetapi rahang dan tubuh Neanderthal.

Sifat-sifat unik pada kerangka anak yang kini disebut anak Lapedo itu menunjukkan bahwa ia adalah hibrida, hasil kawin silang antara dua spesies. Temuan ini meragukan teori yang telah diterima sebelumnya bahwa Neanderthal telah menghilang dari bumi sekitar 30.000 tahun lalu dan digantikan oleh Cro-Magnon, manusia modern awal pertama.


Temuan kerangka anak Lapedo ini justru menunjukkan bahwa Neanderthal kawin dengan manusia modern dan menjadi bagian dari keluarga kita. Ini adalah sebuah fakta yang akan memiliki implikasi dramatis bagi para ahli teori evolusi di seluruh dunia.


Penemuan kerangka anak Lapedo itu terjadi pada November 1998 ketika arkeolog João Maurício dan Pedro Souto pergi ke Lembah Lapedo untuk menyelidiki laporan bahwa lukisan batu prasejarah telah ditemukan di sana. Dan ternyata itu ternyata benar.


Dalam penyelidikan lebih lanjut, mereka menemukan tempat perlindungan batu kapur yang kini disebut situs Lagar Velho. Bagian atas dua atau tiga meter dari isinya telah dibuldoser pada tahun 1992 oleh pemilik tanah, yang meninggalkan sisa-sisa sedimen yang menggantung di celah di sepanjang dinding belakang.


Sisa-sisa sedimen tersebut berisi alat-alat batu Paleolitik, tulang-tulang binatang, arang, dan kepadatan benda sejenisnya. Hal ini jelas menunjukkan bahwa Lagar Velho pernah menjadi situs pendudukan atau tempat tinggal yang penting.


Penggalian selanjutnya mengkonfirmasi hal ini. Selain itu, berdasarkan penanggalan radiokarbon, situs itu diketahui berusia antara 23.170 sampai 20.220 tahun.

Sambil mengumpulkan material permukaan yang jatuh dari sisa-sisa sedimen di situs tersebut, João dan Pedro memeriksa ceruk di dinding belakangnya. Dalam sedimen-sedimen yang lepas itu mereka menemukan beberapa tulang kecil yang diwarnai dengan oker merah yang mereka pikir mungkin miliki manusia.


Akhirnya diketahui, sedimen ini ternyata bekas kuburan anak-anak, sebagaimana dilansir Ancient Origins. Ini adalah satu-satunya pemakaman Paleolitik yang pernah ditemukan di Semenanjung Iberia.


Anak ini telah dikubur dengan hati-hati dalam posisi memanjang di lubang yang dangkal sehingga kepala dan kaki lebih tinggi dari pinggul. Mayatnya telah dibaringkan di dahan pohon pinus Skotlandia yang terbakar. Oker yang sangat tebal ditemukan di sekitar kepala dan permukaan atas dan bawah tulang anak itu.

Bangkai kelinci lengkap ditemukan di antara kaki anak itu. Selain itu, ada juga enam ornamen yang ditemukan, yakni empat gigi rusa yang tampaknya menjadi bagian dari hiasan kepala, dan dua cangkang periwinkle dari Atlantik yang dianggap sebagai bagian dari liontin.

Sebuah proyek penggalian diluncurkan untuk mengambil semua sisa-sisa tubuh anak itu. Setelah proses pengangkatan dan pemulihan terhadap tulang-tulang anak itu selesai, sisa-sisa kerangkanya kemudian dikirim ke antropolog Erik Trinkaus dari Washington University untuk dianalisis.

inilah saat penemuan paling mengejutkan terjadi. Trinkaus menemukan bahwa proporsi tungkai bawah anak itu bukanlah manusia modern, tetapi lebih mirip dengan Neanderthal. Di sisi lain, bentuk tengkorak secara keseluruhan modern, seperti bentuk telinga bagian dalam, dan karakteristik gigi. Meskipun tengkoraknya paling mirip dengan tengkorak manusia modern, satu anomali terdeteksi, yakni lubang di daerah oksipital anak itu memiliki ciri diagnostik dan genetik Neanderthal.

Trinkaus menyimpulkan bahwa anak Lapedo adalah mosaik morfologis, hibrida dari Neanderthal dan manusia modern secara anatomis. Namun kedua bentuk manusia itu diperkirakan tidak hidup berdampingan lebih dari 28.000 tahun yang lalu di Iberia. Bagaimana mungkin anak itu memiliki ciri-ciri dari kedua bentuk itu?

Pertanyaan tersebut menimbulkan perdebatan sengit di antara para ahli. Beberapa di antara mereka menerima bahwa penemuan anak Lapedo membuktikan bahwa Neanderthal kawin silang dengan manusia modern, sementara yang lain menolak untuk berpisah dengan pandangan lama bahwa Neanderthal telah mati dan digantikan oleh spesies lain, tidak hidup berdampingan dengan manusia modern.

Saat ini teori yang paling populer adalah bahwa sisa-sisa kerangka itu adalah anak modern dengan sifat-sifat Neanderthal yang diwariskan secara genetik. Hal ini berarti bahwa Neanderthal terakhir dari Iberia, dan mungkin juga bagian Eropa lainnya, berkontribusi pada kumpulan gen populasi


Friday, March 18, 2022

Arkeolog Temukan Batu Batas Suci Kota Roma Kuno Berusia 2.000 Tahun


Penelitian terbaru mengungkapkan bahwa telah ditemukan batu besar berusia hampir 2.000 tahun sebagai penanda batas suci Roma Kuno pada Juni 2021. Batu besar yang disebut-sebut dengan nama pomerial atau cippus ini memiliki tinggi hampir dua meter dan terbuat dari travertine atau batu kapur halus.

Dilansir dari Live Science, para pekerja menemukan batu ini saat memasang saluran pembuangan baru di sekitar alum-alun makam besar kaisar Roma, Augustus—yang dibuka sebagai museum awal tahun ini.

Batu ini merupakan salah satu dari lusinan batu serupa yang menandai pomerium Roma. Pomerium adalah sebidang tanah suci di dalam dan di luar tembok kota yang bebas senjata, tidak boleh digunakan untuk bertani dan pembangunan.

"Pembangunan kota Roma dimulai dari realisasi pomerium ini," kata Claudio Parisi Presicce, direktur Museum Arkeologi Roma, pada konferensi pers Juli lalu.


Menurut seorang profesor emeritus dari Universitas Exeter, Peter Wiseman, pomerium pertama kali didirikan oleh Romulus. Dia merancang tembok kota sekitar abad ke delapan sebelum masehi. Romulus membuatnya dengan mata bajak yang ditarik oleh lembu suci.

Romulus dan Remus merupakan sosok populer dalam mitologi Romawi. Keduanya dilahirkan oleh Rhea Silvia, putri Numitor, raja dari Alba Longa. Sementara ayah Romulus dan Remus adalah Dewa Perang, Mars.
Dikutip dari Britannica, adik laki-laki Numitor, Amulius, memerintahkan agar dua bayi tersebut ditenggelamkan di Sungai Tiber. Namun, keduanya selamat dan diasuh oleh serigala betina hingga akhirnya ditemukan oleh gembala Faustulus. Dalam mitologinya, Romulus dan Remus dikenal sebagai pendiri kota Roma.

Sementara itu, menurut Filippo Carlà-Uhink, seorang profesor sejarah kuno di Universitas Potsdam, Jerman, mengatakan bahwa bisa jadi konsep mengenai batas suci kota Roma Kuno berasal dari Etruscans. Sekelompok orang yang tinggal di daerah tersebut dan memengaruhi orang-orang Roma yang datang.

"Ketika Romulus merancang (pomerium) dia pada dasarnya memisahkan peradaban dan sejarah kota dari kehidupan di luar (pomerium)," kata Filippo Carlà-Uhink.
Penemuan batu ini merupakan yang pertama dalam kurun waktu 100 tahun terakhir. Terhitung sudah ada 10 batu yang ditemukan sebelumnya. Batu ini akan dipajang di Museum Ara Pacis, Roma, Italia.

Adapun tulisan Latin yang tertera pada batu menujukkan bahwa batu tersebut diletakkan pada alur tembok kota sekitar tahun 49 Masehi selama perluasan kota di bawah pemerintahan Kaisar Claudius. Batu ini juga sama dengan batu lainnya yang saat ini dipajang di Museum Vatikan.

Pomerium kota mempunyai makna sipil dan simbolis yang besar. Sepanjang sejarah Roma Kuno, pomerium telah diperpanjang beberapa kali. Tradisi menyebutkan pomerium hanya bisa diperpanjang oleh seorang hakim atau pejabat yang telah memperluas wilayah kekaisaran Romawi. Claudius sendiri telah menaklukkan Britania.

Thursday, March 17, 2022

Temuan Rahang Singa, Diduga Buruan Raja Anitta 4.000 Tahun Lalu


Proses penggalian di Kültepe, Turki masih terus berlanjut, Situs ini merupakan titik awal sejarah di Anatolia, selama penggalian ditemukan tulang rahang singa berusia 4.000 tahun. Ini merupakan pertama kalinya tulang rahang singa ditemykan di Kültepe.

Dilansir dari Arkeonews, Fikri Kulakoğlu dari Fakultas Bahasa, Sejarah-Geografi dan Arkeologi Universitas Ankara mengatakan di tahun 2021 ini mereka menemukan banyak tulang hewan dan tempat penyimpanan dari kayu berukuran besar di ruang bawah tanah sebuah bangunan di wilayah tersebut. Adapun tulang belulang hewan yang ditemukan antara lain, singa, beruang, domba gunung, rusa dan babi hutan.

“Tulang-tulang ini ditemukan dalam jumlah banyak. Semua tulang hewan ini temasuk dalam hewan yang besar dan liar,” ujar Fikri kepada Anadolu Agency.
“Untuk pertama kalinya kami menemukan dua tulang rahang singa dari dua singa yang berbeda, (tulang) beruang yang sangat besar dan tulang dari rusa besar pada masa itu di Anatolia,” lanjutnya.

Langkah berikutnya yang akan dilakukan adalah memeriksa tulang-tulang tersebut. Para ahli meyakini kalau hewan-hewan itu dibesarkan di wilayah Anatolia. Hewan-hewan tinggal di sekitar Erciyes atau di area pegunungan hingga ke Sivas.

“Tidak ada tulang singa berusia 4.000 tahun ditemukan di area lain. Memang ada tulang-tulang (singa) dari beberapa juta tahun lalu, tapi dua tulang rahang singa ini merupakan salah satu bukti keberadaan manusia paling awal,” jelasnya.

Fikri Kulakoğlu menghubungkan penemuan ini dengan salah satu kisah. Ada sebuah tablet atau lempengan yang digunakan sebagai prasasti ditemukan di Boğazköy bernama tablet Anitta.


“Menurut tablet ini seorang raja bernama Anitta merebut Nesha dengan ayahnya, dan mereka tidak menyentuh siapapun. Mereka bahkan membangun istana dan kuil. Tulang-tulang ditemukan di area istana dan kuil,” cerita Prof. Dr. Fikri Kulakoğlu.

Dalam prasasti tersebut, dituliskan pula bahwa sang raja pergi berburu. Prasasti ini sendiri diduga ditulis oleh Raja Anitta.

“(Tertulis) ‘Saya berburu dan membawa kembali lebih dari 100 hewan, termasuk dua singa, macan tutul, macan kumbang, beruang, rusa dan hewan liar’. Ini (situs penemuan) adalah area tepat di sebelah kuil,” tuturnya.

“Tentu saja kami tidak yakin sepenuhnya bahwa tulang-tulang ini terkait dengan cerita tersebut, tetapi kemungkinan besar memang demikian. Karena ada bekas luka di antara tulang binatang yang kami temukan, jadi (hewan-hewan) ini dibawa dengan berburu,” pungkas Prof. Dr. Fikri Kulakoğlu.


Masih terkait dengan tablet Anitta, seperti dikutip dari World History, teks yang tertulis di tablet tanah liat ini adalah dokumen pertama yang ditulis dalam Bahasa Het. Teks ini merupakan salinan dari teks asli yang ditulis pada masa Periode Kekaisaran Het. Anitta merupakan putra dari Pithana dan merupakan raja kota Kussara, yang lokasinya masih belum diketahui.

Kültepe yang juga dikenal dengan nama Kanesh atau Nesha merupakan situs arkeologi yang terletak di Provinsi Kayseri, Turki. Dikutip dari laman UNESCO, tempat ini merupakan ibu kota Kerajaan Kanesh kuno dan pusat jaringan kompleks koloni perdagangan Asyur pada milenia ke-dua SM.

Berada tepat di kaki Gunung Erciyes dan di dataran yang subur, Kültepe juga menjadi pusat utama budaya dan perdagangan antara Anatolia, Suriah dan Mesopotamia pada akhir milenum ke-tiga SM dan khususnya selama kuartal pertama milenium ke-dua SM. Situs Kültepe terbagi dalam dua bagian, anak bukit atas dan kota di bagian yang lebih rendah.

Kisah Raja Minoan Hingga Mitologi Yunani Terhadap Monster Minotaur


Minotaur atau Minotauros Yunani (Banteng Minos) adalah monster dalam mitologi Yunani. Penduduk Yunani kuno percaya akan adanya monster Kreta yang luar biasa kuat dan besar, memiliki tubuh perkasa layaknya manusia dan berkepala banteng.

Martin Ries pada tahun 1972, menulis dalam jurnalnya yang berjudul Picasso and the Myth of the Minotaur, dimuat pada Art Journal, Taylor and Francis Online, menjelaskan tentang perhatian Picasso terhadap mitologi Yunani kuno dalam ekspresinya yang dituangkan pada kanvas.

Picasso menggambarkan kisah-kisah tentang Minotaur dalam kanvasnya yang menjadi representasi kepercayaan bagi masyarakat modern. Kisahnya sangat unik dan menarik untuk diceritakan hingga era modern. 

Legenda Minotaur dimulai dari kisah Raja Minos, Penguasa Minoa di pulau Kreta. Ia ingin membuktikan bahwa dirinya sangat disukai oleh semua dewa Yunani. Sehingga, ia meminta Poseidon untuk mengiriminya seekor banteng dari laut.

"Dia berjanji akan mengorbankan banteng itu kembali kepada para dewa untuk mendapatkan bantuan dan kekuatan. Ketika Minos melihat betapa bagusnya banteng itu, dia malah memutuskan untuk memeliharanya" tulisnya.

"Ketika Poseidon mengetahui bahwa Minos tidak mengorbankan banteng, dia marah. Meskipun Poseidon dikabarkan memiliki temperamen, ia memutuskan untuk membalas dendam tanpa menggunakan kekuatan. Dia menyebabkan Pasiphae, Ratu Kreta dan istri Minos, jatuh cinta pada banteng" tambahnya.

Poseidon menghukum dengan membuat istrinya, Pasiphaë jatuh cinta kepada seekor banteng. Pasiphaë bersanggama dengan banteng, bersembunyi di dalam sapi kayu yang dibangun oleh Daedalus (skulptor dan arsitek handal dalam mitologi Yunani). 


Asterius, Minotaur pertama, adalah anak hasil dari hubungan gelap dan tak wajar Pasiphaë dengan banteng. Inilah sebabnya mengapa Minotaur digambarkan memiliki tubuh berotot seperti pria dan berkepala banteng.

Encyclopedia Britannica dalam artikelnya berjudul Minotaur: The Greek Mythology, dipublikasikan pada 18 Maret 2021, mengisahkan tentang hukuman dari Raja Minos kepada Asterius dengan membuangnya ke labirin raksasa yang rumit seumur hidupnya. 

Ketika Raja Minos mengetahui bahwa istrinya, Pasiphaë melahirkan anak dari banteng, dia marah. Ia marah lantaran dirinya tak menyukai Poseidon karena membuat istrinya menjadi tidak setia. Kemudian, ia mulai menyuruh Deadalus untuk membangun Labirin raksasa yang melegenda di Yunani kuno.

Ia kemudian membuang Asterius ke labirin yang rumit ini, tempat dia menjalani hidupnya. Setiap tahunnya, tujuh wanita muda dan tujuh pria muda dikirim ke labirin sebagai pengorbanan untuk Minotaur, Asterius.

Pada dasarnya, para tumbal ini adalah satu-satunya sumber makanan Asterius. Akhirnya, salah satu pemuda bernama Theseus berhasil sampai ke ujung labirin dengan sukses dan membunuh Asterius.

Theseus juga sangat populer dalam kepercayaan Yunani Kuno. Ia dianggap sebagai pahlawan Athena setelah mengakhiri seteru dengan membunuh Asterius. Dalam kisah yang disebutkan oleh Mary Renault pada novelnya berjudul The King Must Die, tulisannya di tahun 1958, mengisahkan perjuangan Theseus.

"Theseus bersama Ariadne, putra dari Minos dan Pasiphaë, berhasil membunuh Asterius setelah melalui labirin yang rumit, panjang, dan terjal" tulisnya. Setelahnya, Theseus yang berhasil menaklukan Minotaur yang meresahkan, ia juga mengajak Ariadne untuk melarikan diri dari Kreta.


Sangat menarik untuk dicatat bahwa adanya bukti yang ditemukan dalam peradaban Minoa di Kreta, khususnya di Knossos, yang menunjukkan bahwa banteng pada umumnya memainkan peran penting dalam budaya tersebut. Misalnya, ada lukisan dinding di Knossos yang menggambarkan seekor banteng raksasa yang sedang melompat, diduga merupakan Asterius.

Motif ini juga muncul pada patung-patung yang ditemukan dari situs penggalian. Secara umum, kisah Minotaur pertama, Asterius, menunjukkan bahwa orang Minoa takut pada makhluk itu dan mungkin juga sangat menghormatinya.








 

Monday, March 14, 2022

Telisik Terowongan Misterius Bekas Pengorbanan Mayat Era Celtic Kuno


Menurut seorang ahli seni, sebuah labirin misterius yang tersembunyi di bawah kota Edinburgh mungkin pernah menjadi kuil Druid, pendeta bagi kepercayaan Celtic kuno.

"Gilmerton Cove di Edinburgh adalah serangkaian lorong berukir tangan yang berkelok-kelok di bawah jalanan dan diperkirakan berusia ratusan tahun," tulis Abigail Beall kepada Daily Mail.

Beall menulis dalam artikelnya yang berjudul "Were Edinburgh's tunnels used for human sacrifice? Hand-carved passages may have been a sacred Druid temple buried by ancient priests", publikasi pada 7 Maret 2016.

Namun, riset karbon menunjukkan usia terowongan itu bisa lebih tua. Menurut sebuah teori baru, menunjukkan bahwa terowongan Edinburgh adalah bagian dari kuil suci yang dibangun dan kemudian sengaja dikubur oleh Druid kuno.

"Druid terkenal karena melakukan ritual pengorbanan hewan dan manusia dan jika situs ini adalah kuil suci, pengorbanan seperti itu mungkin saja terjadi di sana," tambahnya. 
Asal usul situs Gilmetron Cove telah menjadi sumber perdebatan selama bertahun-tahun. Sejarawan telah datang dengan berbagai pertanyaan tentang asal usul terowongan—termasuk sihir, penyelundupan, dan hubungannya dengan Ksatria Templar.

Euan Mackie, seorang arkeolog Zaman Besi, telah mengeklaim terowongan itu awalnya adalah kuil yang dibangun oleh druid yang sengaja mereka kubur untuk melindungi alam sucinya.

Diperkirakan situs terowongan di Edinburgh telah menjadi tempat pemujaan para pendeta kuno Celtic, Druid dan penganutnya yang disebut Druidisme. 

Druidisme sering kali sebagai agama perdukunan, karena menggunakan kombinasi kontak dengan dunia roh dan obat-obatan holistik untuk mengobati, dan terkadang menyebabkan, penyakit.

"Referensi paling awal yang diketahui tentang Druid berasal dari tahun 200 SM, meskipun deskripsi aktual tertua berasal dari jenderal militer Romawi Julius Caesar (sekitar tahun 50-an SM)," lanjutnya.


Sebagian besar sumber tertulis tentang Druidisme muncul dalam manuskrip tertulis dari Romawi, tetapi laporan ini berisi campuran pelaporan dan propaganda politik, dan sering menggambarkan orang Celtic sebagai bangsa yang barbar.

Pada 61 M Romawi memusnahkan Druidisme karena pengorbanan manusia mereka yang meresahkan, secara efektif menghancurkan Druidisme sebagai kekuatan agama sampai bentuk Druidisme dihidupkan kembali pada abad ke-19.
Druid terkenal karena melakukan pengorbanan seremonial, mengamankan kesepakatan damai dan bersumpah. Mereka juga peramal. Druid juga menggunakan pengorbanan hewan dan manusia.

Penataan kamar dan lorong rumit dan dinding pemisah di antara mereka sangat tipis. Gilmerton Cove berada di punggung bukit yang tinggi, ditandai dengan megalit, menghadap ke Cramond, situs pemukiman manusia paling awal di Skotlandia.

Bagian unik lain dari Cove adalah beberapa poros atap miring, beberapa bagian berorientasi ke timur dan barat, yang memungkinkan para pendeta di bawah untuk melacak pergerakan matahari, bulan, planet dan bintang, kata pasangan itu.

Lantas, situs itu terkubur dan menghilang seiring dengan perkembangan zaman. "Para pendeta pada periode itu mengubur situs keagamaan mereka ketika mereka harus meninggalkannya sebagai upaya mencegah penodaan tempat suci di masa depan," tutupnya

Friday, March 11, 2022

Eksoplanet yang Punya Atmosfer Berlapis seperti Bumi Ditemukan

Sebuah kejutan hadir dari hasil analisis para ilmuwan terhadap salah satu exoplanet. Mereka menemukan bahwa WASP-189 b, salah satu eksoplanet paling ekstrem yang diketahui, ternyata memiliki atmosfer berlapis seperti Bumi.

Meski eksoplanet ini memiliki kemiripan atmosfer dengan Bumi, tapi kemiripan keduanya tampaknya hanya berhenti di sana. WASP-189 b adalah dunia yang massanya dua kali lipat Jupiter dengan suhu ribuan derajat, jadi kita tidak punya peluang untuk terbang dan pindah ke sana.

Alasan mengapa eksoplanet ini begitu panas adalah karena kedekatannya dengan bintangnya. WASP-189 b mengorbit bintang hanya dalam 2,7 hari. Jarak eksoplanet ini dengan bintangnya 20 kali lebih dekat daripada Bumi ke Matahari.

Berkat kemiripan atmosfer WASP-189 b dengan atmosfer Bumi, para peneliti bisa mempelajari atmosfernya secara detail. Seperti dilaporkan di makalah yang terbit di jurnal Nature Astronomy, tim internasional telah menetapkan keberadaan besi, kromium, vanadium, magnesium, dan mangan, serta titanium oksida di atmosfer eksoplanet ini.

"Kami mengukur cahaya yang datang dari bintang induk planet dan melewati atmosfer planet. Gas-gas di atmosfernya menyerap sebagian cahaya bintang, mirip dengan Ozon yang menyerap sebagian sinar matahari di atmosfer Bumi, dan dengan demikian meninggalkan 'sidik jari' karakteristiknya," kata penulis utama Bibiana Prinoth dari Lund University dalam sebuah pernyataan seperti dilansir IFL Science.

"Dengan HARPS [pemburu planet ESO], kami dapat mengidentifikasi zat-zat yang sesuai."

Titanium oksida adalah penemuan yang sangat menarik karena telah dikaitkan dengan lapisan seperti ozon dan lapisan seperti stratosfer di planet ekstrasurya lainnya. Namun hasil pengamatan baru ini melangkah lebih jauh, menemukan bukti lapisan tambahan.


"Dalam analisis kami, kami melihat bahwa 'sidik jari' dari gas-gas yang berbeda sedikit berubah dibandingkan dengan perkiraan kami. Kami percaya bahwa angin kencang dan proses lainnya dapat menghasilkan perubahan ini."

"Dan karena sidik jari gas-gas yang berbeda itu berubah dengan cara yang berbeda, kami berpikir bahwa ini menunjukkan bahwa mereka (gas-gas itu) ada di lapisan yang berbeda – mirip dengan bagaimana sidik jari uap air dan ozon di Bumi akan tampak berubah secara berbeda dari kejauhan, karena sebagian besar terjadi di lapisan atmosfer yang berbeda," jelas Prinoth.

Ada banyak yang tidak kita ketahui tentang atmosfer planet ekstrasurya, dan bahkan atmosfer raksasa gas Tata Surya masih misterius. Studi baru ini menjelaskan bagaimana planet yang jauh ini kemungkinan tidak memiliki atmosfer lapisan tunggal dan penting untuk menghargai kompleksitas tiga dimensinya.

"Kami yakin bahwa untuk dapat sepenuhnya memahami planet ini dan jenis planet lainnya – termasuk yang lebih mirip dengan Bumi, kami perlu menghargai sifat tiga dimensi atmosfernya. Ini membutuhkan inovasi dalam teknik analisis data, pemodelan komputer, dan teori atmosfer fundamental," ujar Kevin Heng, peneliti yang turut terlibat dalam studi terbaru ini.

Lapis Niger dari Romawi, Tempat Suci Misterius yang Dilupakan


Lapis Niger adalah suaka atau tempat suci kuno dan sisa-sisa Comitium di Roma. Beberapa orang Roma meyakini tempat ini sebagai makam suci yang dihormati dari pendiri kota yang legendaris, Romulus.

Keberadaan Lapis Niger, yang berarti "Batu Hitam" dalam bahasa Latin, pertama kali terungkap dalam serangkaian penggalian oleh Giacomo Boni pada tahun 1899-1900. Lokasi penggalian ini terletak di antara Curia Julia dan Arch of Septimius Severus di Forum Roma.

Upaya penggalian Boni berhasil mengungkapkan trotoar hitam seluas empat belas meter persegi, yang di bawahnya ada ruang bawah tanah. Ruang bawah tanah itu berasal dari antara abad ke-6 Sebelum Masehi hingga abad ke-2 Sebelum Masehi.

Trotoar ini mengandung endapan nazar yang substansial dalam kerikil. Mulai dari hadiah persembahan, berhala kecil, potongan relief terakota, pecahan vas dan tulang belulang hewan kurban, hingga koleksi batu hasil kerajinan tangan.

Dahulu, tempat suci ini memiliki sebuah altar berbentuk tapal kuda terbuka dari tahun 350-300 Sebelum Masehi. Selain itu, tempat suci ini juga memiliki sebuah kolom yang mungkin didedikasikan untuk pemujaan kultus dan sebuah prasasti bertuliskan dengan teks boustrophedonik yang tetap menjadi contoh paling awal dari sebuah prasasti Latin Kuno yang berasal dari 570–550 Sebelum Masehi.

Arti dari prasasti itu sulit untuk dipahami. Namun beberapa ahli telah menyarankan bahwa prasasti itu mengacu pada bagian kuno dari hukum ritual.

Yang pasti, teks dalam prasasti tersebut menyebutkan "rex", yang bisa merujuk pada raja-raja Romawi selama periode kerajaan Romawi, atau "rex sacrorum" selama masa Republik.

Selama Kekaisaran Romawi, tempat kudus itu dipandang sebagai tempat yang sangat penting. Namun tempat itu kemudian dikaburkan dalam mitologi kuno dan beberapa cerita yang saling bertentangan mengenai asal-usulnya.

Para penulis dari periode Kekaisaran awal seperti Dionysius dari Halicarnassus, Plutarch, Varro, dan Pompeius Festus, menulis tentang tempat kudus itu dengan cara yang tidak pasti dan ambigu.

Thursday, March 10, 2022


Hampir 12.000 tahun lalu di tempat yang sekarang Turki dekat perbatasan Suriah, manusia sedang membangun karya monumental batu yang membingungkan kita hari ini. Meskipun kemudian bangunan ini sengaja dikubur oleh mereka mungkin dengan alasan keselamatan. Kini setelah ditemukan dan digali kembali, Beberapa ukiran paling kuno di dunia religius dan yang paling bersih terukir dan terawat baik muncul kembali.

Situs yang dikenal sebagai Göbekli Tepe ini samar-samar mengingatkan kita pada Stonehenge, cuma Göbekli Tepe dibangun jauh lebih awal dan tidak terbuat dari potongan batu kasar melainkan dari tugu batu kapur yang dipahat rapi dan dihiasi relief-rendah aneka hewan—kijang, ular, rubah, kalajengking, dan babi liar. Kompleks ini dibangun sekitar 11.600 tahun lalu, tujuh alaf sebelum Piramida Besar di Giza. Di sini terdapat kuil tertua di dunia. Göbekli Tepe memang merupakan bangunan monumental tertua yang diketahui—struktur pertama yang dibangun manusia yang lebih besar dan lebih rumit daripada gubuk. Saat tugu ini didirikan, sepanjang pengetahuan kita, belum ada yang setara dengannya di dunia.



Saat Göbekli Tepe dibangun, sebagian besar manusia mungkin hidup dalam kelompok nomaden kecil yang bertahan hidup dengan meramu tanaman dan berburu binatang liar. Pembangunan situs ini tentunya mengharuskan orang banyak berkumpul di satu tempat melebihi yang pernah terjadi sebelumnya. Hebatnya, para pembangun kuil mampu memotong, membentuk, dan mengangkut batu seberat 16 ton sejauh ratusan meter meskipun belum mengenal roda atau hewan beban. Para peziarah zaman dahulu yang datang ke Göbekli Tepe hidup di dunia tanpa tulisan, logam, atau gerabah. Bagi orang yang datang ke kuil dari bawah, tugu ini pasti menjulang laksana raksasa kaku, binatang yang terpahat di batu seakan bergetar dalam cahaya api—utusan dunia spiritual yang mungkin mulai terbesit dalam pikiran manusia.


Para ahli arkeologi masih menggali Göbekli Tepe dan memperdebatkan arti pentingnya. Namun, satu hal yang mereka tahu pasti adalah situs tersebut merupakan yang terpenting dalam rangkaian temuan tak terduga, yang juga menjungkirbalikkan teori sebelumnya tentang masa lalu spesies kita. Baru 20 tahun lalu sebagian besar peneliti yakin bahwa mereka mengetahui waktu, tempat, serta urutan kasar Revolusi Neolitik—transisi penting yang melahirkan pertanian, mengubah Homo sapiens dari kelompok pemburu-peramu yang tersebar menjadi desa pertanian, dan kemudian menjadi masyarakat berteknologi canggih dengan menara dan kuil besar, serta raja yang mengerahkan tenaga rakyatnya, dan mencatat prestasinya dalam bentuk tulisan. Namun, dalam beberapa tahun terakhir beberapa penemuan baru, terutama Göbekli Tepe, mulai memaksa para ahli arkeologi untuk mempertimbangkan kembali pandangan tersebut..


Survei geomagnetik pada 2003 mengungkapkan setidaknya ada 20 lingkaran bertumpuk-tumpuk, tak teratur, di bawah tanah. Tugu-tugu tersebut berukuran besar—yang tertinggi 5,4 meter dengan berat 16 ton. Di permukaan tugu terdapat relief-rendah berbagai macam hewan. Beberapa relief terpahat halus dan simbolis se­perti karya seni Bizantium. Di bagian lain bukit itu, berserakan peralatan batu kuno yang terbanyak yang pernah dilihat para ahli arkeologi —gudang Neolitik yang berisi pisau, kapak, serta mata panah dan tombak.


Lingkaran-lingkaran tersebut dibuat dengan cara yang sama. Semuanya tersusun dari tugu batu kapur berbentuk seperti paku atau huruf “T” raksasa. Tugu yang mirip bilah ini lebarnya bisa lima kali tebalnya. Tugu ini terpisah sedepa atau lebih, dihubungkan oleh dinding batu rendah.




Salah satu Artikel National Geographic menyebutkan "Lahirnya Agama" dan mengusulkan teori bahwa dorongan untuk menyembah menyebabkan orang untuk datang bersama-sama dan membentuk peradaban. Namun menurut pendapat penulis, seharusnya penemuan seperti ini haruslah membuat kita berpikir kembali betapa sedikitnya pengetahuan kita tentang manusia purba dan melihat secara skeptis pada teori-teori saat ini, bukan hanya kembali menyesuaikan teori yang sama tanpa banyak bukti atau alasan. Penemuan ini hanya kuil tertua yang pernah ditemukan. Dan tidak ada satupun artefaknya yang membuktikan tentang lahirnya agama. Semuanya hanya spekulasi yang terlalu dini. Bagaimana agama animisme bisa terkait dengan asal-usul peradaban?. Dan penemuan Kuil Gobekli Tepe ini, bagi penulis hanyalah menunjukkan betapa kita (sejarawan) tidak tahu kapan dan dimana dan bagaimana lahirnya kebudayaan dan agama. Meskipun bagi semua muslim, percaya bahwa kuil tertua didunia adalah Ka'bah.