Dua meteorit ditemukan jatuh di pedalaman Kabupaten Lampung Tengah, Provinsi Lampung. Peristiwa yang terjadi pada awal tahun 2021 ini cukup menarik perhatian publik. Sebab, ada dua rumah warga lokal yang tertimpa meteorit-meteorit ini sehingga atapnya bolong.
Ma’rufin Sudibyo, astronom amatir yang tekun mengamati benda-benda langit yang memasuki wilayah Indonesia, menjelaskan dalam kolomnya di KOMPAS.com bahwa jatuhnya meteorit ke Bumi sebenarnya bukanlah peristiwa yang istimewa, tapi hal yang biasa karena secara statistik frekuensinya cukup sering terjadi. Namun begitu, ada hal-hal menarik yang bisa jadi pelajaran dari ditemukannya batuan meteorit oleh warga setempat di Lampung Tengah. Berikut ini hal-hal menarik terkait kejadian tersebut yang mungkin ingin Anda ketahui dan bisa menambah wawasan kita bersama.
Kronologi
Kejadian ditemukannya meteorit di Lampung Tengah ini didahului oleh munculnya suara dentuman menggelegar yang menggetarkan gendang telinga sebagian penduduk daratan Lampung pada Kamis 28 Januari 2021 pukul 21:53 WIB. Saksi mata juga melaporkan adanya kilatan cahaya di langit.
Segera setelah cahaya menghilang, pada lintasan kilatan yang sama terlihat penampakan mirip gumpalan awan yang panjang dan lurus hingga beberapa belas menit kemudian. Awan ini mengandung ciri jejak asap (smoke trails) yang khas dalam kejadian tumbukan benda langit.
Jejak asap tersebut merupakan jejak kondensasi yang membentuk awan noktilusen di lapisan stratosfer hingga ke ketinggian maksimum 80 kilometer di atas permukaan Bumi. Ini memang merupakan sebagian ciri awal atas keberadaan meteorit yang jatuh ke Bumi.
Perlu dicatat, sebelum memasuki atmosfer Bumi dan masih melayang-layang di luar angkasa, batuan langit ini masih disebut sebagai meteorid. Adapun ketika batuan langit ini memasuki atmosfer Bumi dan terbakar akibat bergesekan dengan lapisan atmosfer sehingga kemudian memunculkan kilatan cahaya, ia masih disebut sebagai meteor. Nah, barulah ketika ia berhasil mencapai permukaan Bumi tanpa terbakar habis alias masih tersisa, batuan langit ini kemudian disebut sebagai meteorit.
Terekam Seismometer
Peristiwa jatuhnya meteor atau yang kerap disebut “bintang jatuh” di Lampung Tengah ini ternyata juga terekam oleh tiga sensor seismometer yang beroperasi di bawah payung sistem peringatan dini tsunami Indonesia dan dikelola oleh Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG). Ketiga sensor tersebut adalah sensor UTSI, KASI dan PSSM yang terletak di Kabupaten Tanggamus, Provinsi Lampung, di sisi barat Pulau Sumatera.
Tiga sensor tersebut merekam usikan seismik unik yang bukan berasal dari kejadian gempa bumi tektonik. Usikan tersebut berkaitan dengan Peristiwa Lampung Tengah, khususnya dari sisi runut waktu.
Usikan seismik unik tersebut pertama kali terdeteksi di sensor UTSI, 10 detik kemudian terdeteksi sensor KASI, dan 10 detik berikutnya terdeteksi di sensor PSSM. Runut waktu tersebut mengindikasikan, sumber usikan seismik itu berada di arah timur laut dari ketiga sensor, yang berimpit dengan arah ke Kabupaten Lampung Tengah.
Dua meteorit yang ditemukan di Lampung Tengah ini bertipe siderolit (besi-batuan). Meteorit pertama dengan massa sekitar 2,2 kilogram menembus tepi atap dan jatuh di sisi luar dinding sebuah rumah di Dusun 5 Desa Astomulyo. Sedangkan meteorit kedua yang lebih ringan dengan massa sekitar 0,3 kilogram ditemukan sehari berikutnya di Desa Mojopahit, sekitar 3 kilometer sebelah utara dari lokasi temuan meteorit pertama.
Meteorit kedua juga menembus atap sebuah rumah dan jatuh menimpa kasur yang tak dipakai. Kedua desa tersebut merupakan bagian dari Kec. Punggur, Kab. Lampung Tengah. Kedua meteorit memang bisa dikenali secara fisik sebagai meteorit. Pola hangusan yang ditemukan di permukaannya merupakan kerak fusi, kerak produk pelelehan yang singkat dan cepat selama menembus atmosfer.
Temuan meteorit, suara dentuman, kilatan cahaya, dan usikan seismik unik ini menjadi bukti kuat bahwa peristiwa di Lampung Tengah memang merupakan kejadian tumbukan benda langit, tepatnya antara meteorid dan Bumi. Yakni, masuknya meteoroid sedang ke atmosfer Bumi untuk kemudian berubah menjadi meteor terang (fireball) maupun meteor sangat terang (boloid).
Di lapisan atmosfer yang lebih padat, meteor mengalami fragmentasi berganda disusul kejadian mirip–ledakan di udara (airburst). Peristiwa ini kemudian berakhir dengan guyuran meteorit yang masih tersisa ke permukaan Bumi.
Peristiwa yang Sebenarnya Sering Terjadi
Setiap kilometer persegi daratan di Bumi rata–rata mendapatkan satu jatuhan meteor dalam tiap 50.000 tahun. Dengan luas daratan yang mencapai 1,9 juta kilometer persegi, maka wilayah Indonesia akan mendapatkan satu jatuhan meteorit dalam setiap 10 hari.
Jika luas daratan yang berpenghuni (dalam bentuk pedesaan hingga perkotaan) turut diperhitungkan, maka peluang menyaksikan satu peristiwa tumbukan benda langit yang menyisakan meteoritnya melambung menjadi sekitar satu kali dalam tiap 50 hingga 60 hari (rata–rata). Statistik tersebut menunjukkan, kejadian tumbukan benda langit adalah fenomena yang sesungguhnya sering terjadi.
0 comments:
Post a Comment