Ada lebih dari 5.300 artefak yang ditemukan di makam Tutankhamun sebagai bekal perjalanannya ke alam baka. Mulai dari perhiasan kerajaan seperti tutup kepala, hal-hal yang digemarinya, bahkan alat musik dan permainan papan juga ada di dalamnya.
Salah satu artefak yang paling menarik diteliti oleh para ahli adalah belati sang firaun. Banyak laporan yang menyatakan bahwa senjata itu terbuat dari besi meteorit karena jarang ditemukannya logam seperti itu di bumi. Tetapi, penelitian terbaru di jurnal Meteoritics & Planetary Science yang dipublikasikan Jumat (11/02/2022), mengungkap tempat asal dan bagaimana belati ini ditempa.
Penelitian itu berjudul "The manufacture and origin of the Tutankhamen meteoritic iron dagger" yang penulis utamanya Takafumi Matsui dari Planetary Exploration Research Center, Chiba Institute of Technology, Jepang.
Dikutip dari IFL Science, Matsui dan tim melakukan analisis kimia lewat fotografi resolusi tinggi dan sinar-X pada 2020. Tujuannya, mereka mencari tahu jenis meteorit asalnya, dan proses apa yang dialami logam ini hingga menjadi belati. Mereka mendapat gambaran detail tentang konsentrasi berbagai elemen yang terkandung.
Dugaan awal mereka, benda ini tampaknya sama sekali bukan buatan Mesir tetapi diberikan sebagai hadiah kepada Tutankhamun atau salah satu leluhurnya hingga sampai di tangannya.
Pada belati tersebut besi sulfida adalah unsur yang dominan, dan teksturnya membentuk goresan silang atau pola Widmanstätten. Sisa inklusi troilite juga mengungkap bahwa besi itu dibuat dengan penempaan bersuhu rendah.
"Untuk memahami pembuatan dan asal belati, kami melakukan analisis kimia dua dimensi non-kontak dan non-destruktif di tempat untuk belati," terang rekan peneliti Tomoko Arai dari institusi yang sama, dikutip dari Gizmodo.
"Kami melihat tekstur goresan silang di kedua sisi [belati], menunjukkan struktur Widmanstätten, tipikal dari meteorit besi oktahedrit. Itu adalah momen menakjubkan buat kami."
Sementara gagang emasnya mengandung beberapa persen kalsium yang kurang sulfur. Matsui dan tim menyimpulkan, tandanya ada penggunaan plester kapur sebagai pengganti plester gipsum untuk merekatkan dekorasi gagang. Padahal penggunaan plester kapur di Mesir baru ada jauh setelah Tutankhamun, yakni periode Ptolemeus (305-30 SM).
Kembali pada analisis logam, polanya bisa bertahan dalam penempaan karena suhu yang rendah. Para peneliti memperkirakan bahwa belati ini dibuat pada suhu di bawah 950 derajat Celsius. Jika lebih dari angka itu pola bisa hilang dan melebur dengan logam. Sementara Tutankhamun hidup di Zaman Perunggu yang mana penempaan logam membutuhkan suhu lebih dari 1.500 derajat Celsius.
Matsui mencatat, belati yang diketahui terbuat dari besi meteorit pertama kali digali berada di Alaca Hüyük, Anatolia, Turki. Masyarakat di sana membuat belati seperti ini di Zaman Perunggu atau 2300 SM, dan ditemukan dalam pemakaman.
Mereka menyimpulkan, bahwa teknologi untuk mengerjakan besi meteorit untuk benda yang kompleks seperti itu setidaknya ditketahui dari 4.300 tahun silam. Jelas, ini hanya diketahui di kawasan Anatolia.
"Pada waktu itu di Mesir, besi dianggap sebagai elemen yang jarang jatuh dari langit dan sekitar 80 kali lebih berharga daripada emas," kata Matsui di Ancient Origins. "Tutankhamun kemungkinan mewarisi belati besi dari kakeknya dan itu ditempatkan di kuburannya ketika dia meninggal di usia muda."
Surat-surat Amarna, prasasti tanah liat yang berasal dari 1360-1332 SM juga memberi petunjuk. Di dalamnya ada berita hubungan diplomasi pada Mesir kuno, dan salah satu isinya menyebut belati besi yang diberikan kepada salah satu leluhur Tutankhamun sebagai hadiah.
"Gagang emas (pada belati) mengisyaratkan asal luar negeri, mungkin dari Mittanni, Anatolia, seperti yang disarankan oleh salah satu surat Amarna yang mengatakan bahwa belati besi dengan gagang emas diberikan dari raja Mitanni kepada Amenhotep III, sang kakek dari Tutankhamun," tulis para peneliti di makalah.
0 comments:
Post a Comment