About

This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Tuesday, August 30, 2022


Para arkeolog baru-baru ini menemukan ruang kerja pembuatan mumi kuno, lengkap dengan beberapa patung, guci, sepuhan emas, topeng onyx, dan lima mumi dengan sarkofagus, di situs pemakaman Saqqara, Mesir.

Sesuai dengan namanya, ruang kerja ini merupakan tempat di mana orang-orang Mesir kuno mengawetkan dan menyiapkan mayat manusia untuk menjalani kehidupan setelah mati.

Dengan penemuan baru ini, peneliti berharap dapat mengetahui bagaimana orang-orang Mesir kuno membuat mumi.

“Saat ini, kami berdiri di tambang penuh informasi,” kata Ramadan Badry Hussein, direktur Saqqara Saite Tombs Project.

“Kami memiliki minyak dan gelas pengukur – semuanya ditandai dengan baik. Dari situ, kami dapat mengetahui komposisi kimia minyak dan jenisnya,” imbuh Hussein.


Hingga saat ini, kita belum benar-benar tahu bagaimana mumifikasi dilakukan. Yang pasti, prosesnya memerlukan waktu selama 70 hari.

Pembuat mumi memulai proses seremonial dengan mencuci tubuh dan mengeluarkan organ dalam. Kemudian, mereka mengeringkannya dengan garam sekitar 40 hari.

Setelah itu, pembuat mumi menempatkan organ di dalam stoples dan menggosok tubuh mayat dengan minyak yang belum diketahui. Itulah sebabnya arkeolog berharap dapat mengidentifikasi minyak misterius yang baru ditemukan di ruang kerja tersebut.

Barulah sesudah mengoleskan minyak, mereka membungkus mayat dengan kain linen.



Penemuan di Saqqara ini juga menunjukkan bagaimana mumifikasi dilakukan berdasarkan kelas sosial. Meskipun semua orang yang sudah meninggal akan diawetkan, namun mereka yang kaya dan memiliki peran penting mendapat perawatan terbaik.

“Kami menemukan banyak mumi. Beberapa di antaranya dikuburkan tanpa apa pun, dan yang lainnya bersama objek sederhana. Namun, ada juga mumi yang dimakamkan bersama benda-benda mahal seperti topeng bersepuh emas,” papar Hussein.

Topeng emas tersebut berasal dari mumi pendeta kedua untuk Mut, seorang dewi langit. Sarkofagusnya pun berisi manik-manik dan gambar dewa-dewa lainnya.

Selain jadi sumber wawasan baru, Kementerian Barang Antik Mesir berharap penemuan ini bisa meningkatkan industri pariwisata.

Bagi pemerintah Mesir, penemuan arkeologi bukan hanya cara untuk mengetahui apa yang pernah terjadi di masa lalu, tapi juga sesuatu yang bisa meningkatkan ekonomi.

Lobster Langka Berwarna Pastel Ditemukan di Kanada



Seekor lobster yang ditangkap di pulau Grand Manan, Kanada, berhasil selamat dari pasar seafood berkat warnanya yang unik. Alih-alih biru gelap, oranye, atau hijau, jenis krustasea yang diberi nama Lucky ini, justru memiliki warna merah muda dan biru pastel.

Karena keunikannya itu, Lucky tidak akan berakhir menjadi santapan manusia. Robinson Russell, nelayan yang menangkapnya, menyumbangkan lobster langka tersebut ke Huntsman Marine Science Centre Fundy Discovery Aquarium.

“Saya tidak tahu apa yang harus dilakukan dengannya. Jadi, lebih baik diserahkan ke akuarium,” kata Russell.

Lobster berwarna mirip pelangi ini ditangkap pada November 2017 dan Russell mengunggah fotonya di Instagram  pada Desember. Namun, entah mengapa, itu tidak viral, sampai akun @igersmaine mengunggahnya satu minggu lalu.

Warna yang berbeda-beda pada populasi lobster disebabkan oleh makanan yang mereka konsumsi. Namun, terkadang ada individu lobster yang mengalami mutasi genetik hingga mengubah warna sepenuhnya. Para nelayan telah menangkap lobster berwarna biru, kuning, merah, oranye, dan merah-hitam.

Yang paling langka adalah lobster albino. Diperkirakan hanya ada satu albino dalam 100 udang biasa. Dan Lucky sepertinya salah satu lobster albino tersebut.

Lobster dengan warna menakjubkan ini akan dipamerkan di Fundy Discovery Aquarium sampai Oktober mendatang.






 

Sunday, August 28, 2022

Studi Pada Gigi Hitler Berhasil Ungkap Waktu dan Penyebab Kematiannya


Menurut para ilmuwan Prancis yang memiliki akses untuk meneliti gigi Adolf Hitler, diktator tersebut benar-benar meninggal pada 1945 akibat menenggak sianida dan menembak dirinya sendiri.

“Gigi sangat autentik, tidak ada keraguan sama sekali. Studi kami membuktikan bahwa Hitler meninggal pada 1945,” kata profesor Phillippe Charlier.

“Dengan ini, kita bisa menghentikan semua teori konspirasi Hitler. Ia tidak kabur ke Argentina menggunakan kapal selam, tidak berada di markas tersembunyi di Antartika, atau di mana pun,” tambahnya.

Pada Maret dan Juli 2017 lalu, biro penyelidikan rahasia Rusia, menugaskan tim peneliti untuk memeriksa tulang-tulang sang ditaktor, pertama kalinya sejak 1946.

Studi ini memastikan bahwa Hitler benar-benar meninggal pada 30 April 1945, dalam bungker di Berlin, bersama istrinya, Eva Braun. Selain waktu, hasil penelitian juga menunjukkan penyebab kematiannya.

Para peneliti menganalisis pecahan tengkotak Hitler dan menemukan lubang di sisi kirinya. Lubang itu kemungkinan besar disebabkan oleh peluru yang ditembakkan sendiri oleh sang Fuhrer.

“Kami tidak tahu apakah sianida atau peluru di kepala Hitler yang akhirnya mencabut nyawanya. Keduanya sangat mungkin,” kata Charlier.

Dari hasil pemeriksaan gigi, tidak ditemukan jejak mesiu. Ini mengindikasikan bahwa pistol tidak ditembakkan ke mulut, melainkan ke leher atau dahi.

Sementara itu, endapan kebiru-biruan terlihat pada gigi palsunya. Ini menunjukkan adanya reaksi antara sianida dan logam gigi palsu.

Hasil analisis pada gigi asli maupun palsu milik pemimpin Nazi ini, juga menemukan adanya endapan karang. Namun, tidak ada sisa-sisa serat daging. Charlier mengatakan, itu karena Hitler merupakan seorang vegetarian.

Friday, August 26, 2022

NASA Berhasil Menangkap Gambar Bintang Terjauh


Sekelompok peneliti mengatakan dalam sebuah studi bahwa mereka berhasil menangkap gambar bintang paling jauh menggunakan teleskop luar angkasa, Hubble.

Jurnal Nature Astronomy melaporkan bahwa tim peneliti internasional menemukan lokasi bintang raksasa biru (supergiant blue) – dikenal dengan nama Icarus – yang memancarkan cahayanya saat alam semesta sepertiga usianya saat ini.

Cahaya itu dipancarkan 4,4 miliar tahun setelah Big Bang memakan waktu 9 miliar tahun untuk membentuk Bumi.

“Anda bisa melihat galaksi di luar sana, namun bintang yang ditemukan ini 100 kali lebih jauh dari bintang individu yang bisa kita pelajari,” kata Patrick Kelly, pemimpin penelitian sekaligus astrofisikawan di University of Minnesota.

Para ilmuwan berhasil melihat bintang tersebut karena lensa gravitasi. Itu terjadi ketika sinar cahaya menyimpang dan berbalik ke belakang saat melewati objek besar.

NASA juga mendeskripsikan lensa gravitasi sebagai fenomena yang terjadi ketika “sekelompok galaksi besar bertindak sebagai lensa alami di luar angkasa – membelokkan dan memperkuat cahaya”.

Terkadang, cahaya dari latar objek tunggal muncul sebagai beberapa gambar. Cahaya bisa diperbesar, membuat objek yang sangat samar, cukup terang untuk dilihat.

Majalah Astronomy melaporkan bahwa penemuan ini bisa menjelaskan tentang materi gelap.






 

Monday, August 22, 2022

Pelaut Ulung Bugis-Makassar dan Mandar: Jadi Bajak Laut Dipaksa Nasib


Suku-suku asal Sulawesi seperti Mandar, Makassar, dan Bugis dikenal sebagai pelaut ulung. Kerap mereka, khususnya orang Bugis, disimbolkan dengan kapal pinisi megah mereka.

Hari ini, mereka tersebar di berbagai daerah, tak hanya di Indonesia, bahkan di Malaysia, Singapura, Thailand, Madagaskar, dan Afrika Selatan. Ketika saya berkeliling di Indonesia, ada banyak perkampungan yang dihuni masyarakat asal Sulawesi Selatan.

Biasanya perkampungan itu berada di pulau atau pesisir seperti Tanjung Binga di Belitung, Kampung Bugis di Bintan Kepulauan Riau, dan Riung di Flores.  Keberadaan mereka bukan karena dirayu pemerintah seperti program transmigran zaman Orde Baru, melainkan merantau dengan pelayaran di masa lampau.

Masyarakat pelayaran Bugis, Makassar, dan Mandar diberkati oleh Selat Makassar yang membuat mereka menguasai jalur perdagangan. Hal inilah yang membuat beberapa kerajaan besar seperti Gowa dan Bone berjaya pada masanya. Di selat ini pulalah pernah berdiri kerajaan-kerajaan penting lainnya di masa yang lebih jauh seperti Kutai.

Ismail Ali, peneliti dari Faculty of Humanities, Arts and Heritage di University Malaysia Sabah menulis tentang kehidupan masyarakat laut di Selat Makassar dalam Proceedings of the 1st International Maritime Conference (1st IMC2014) October 21, 2014.

"Dibandingkan dengan pelaut Makassar dan Bugis, pelaut Mandar memiliki kedudukan atau posisi yang lebih strategis karena daerahnya terbentang luas di sepanjang sisi tenggara Selat Makassar," tulisnya. "Mereka bukan hanya mengawal perairan di sepanjang pantainya tetapi juga mengintegrasikan aktivitas perekonomian maritim dengan pemerintah di sepanjang pantainya."

Akan tetapi, masyarakat pelayaran dari suku-suku asal Sulawesi tidak hanya menjadi perantau, pedagang, dan nelayan saja, melainkan juga menjadi bajak laut. Sebenarnya, fenomena perompak sudah ada sangat lama sebelum kolonialisme Eropa. 

Para bajak laut di Asia Tenggara, khususnya di Indonesia, paling banyak bertempat di Selat Malaka. Lokasi strategis jalur pelayaran mancanegara jadi sasaran empuk bajak laut. Mereka mengincar kapal-kapal perdagangan, terkadang juga merompak masyarakat yang ada di pesisir. Sampai saat ini, bajak laut masih bisa ditemukan di sekitar perairan itu.

Walau sebenarnya bajak laut sudah ada sebelum era kolonialisme, sejarawan beranggapan bahwa konflik kolonialisme yang membuatnya makin marak. Konflik seperti perang dan pengambilalihan kekuasaan, membuat penduduk terusir sehingga terpaksa bertindak kriminal demi kelangsungan hidup.

Alamsyah dari Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro bersama rekan-rekan dalam buku Migrasi, Diaspora, dan Bajak Laut Bugis menerangkan, "Aktivitas perompakan di Nusantara pada masa VOC semakin meningkat."

"Penyebab utamanya karena VOC secara berangsur-angsur menghancurkan kehidupan ekonomi penduduk pribumi khususnya para pedagang dan pelaut di kota pelabuhan Nusantara. Akibatnya, para pedagang, pelaut, dan penguasa pribumi di kota-kota pelabuhan, terutama di luar Jawa, mengalihkan mata pencariannya menjadi perompak atau bajak."

Bajak laut kerap merompak berbagai komoditas untuk dimasukkan ke pasar gelap. Dalam laporan sebelumnya, pasar gelap dan perompakan seperti inilah yang menjadi salah satu faktor VOC bangkrut. Akibatnya, VOC tidak pernah berhasil menumpas perompak komoditas mereka.

Tidak hanya komoditas rempah, bajak laut Bugis yang berkuasa di Laut Jawa dan Laut Flores juga menjaja budak. Linda Mbeki, asisten kurator Museums of South Africa bersama Matthias van Rossum dari Leiden University menjelaskan, bahwa orang-orang Bugis dan Cina kerap menjadi pelaku perdagangan budak dari Kepulauan Maluku.

Lilie Suratminto, peminat kajian bahasa dan budaya Belanda di Fakultas Sosial Humaniora di Universitas Buddhi Dharma, Tangerang menjelaskan, bahwa bajak laut Bugis sering bersembunyi di pulau-pulau kecil Laut Jawa dan Laut Flores. "Kapal-kapal mereka sering kucing-kucingan dengan kapal VOC," kata Lilie. "Mereka biasa tinggal di Bawean dan pulau-pulau sekitarnya untuk menghindari jangkauan orang-orang VOC."

Mereka menjelaskannya dalam makalah berjudul Private slave trade in the Dutch Indian Ocean world: a study into the networks and backgrounds of the slavers and the enslaved in South Asia and South Africa tahun 2017 di jurnal Slavery & Abolition. Banyak budak diperdagangkan di Makassar, sebagai pasar budak terbesar selain Batavia seperti yang dialami Untung Surapati.

"Orang-orang Bugis tertentu pernah menyandang reputasi sebagai bajak laut yang ditakuti," tulis Alamsyah dan rekan-rekan. "Reputasi itu masa kini dianggap sebagai suatu kebanggaan yang diekspresikan oleh para sejarawan, novelis maupun penulis kisah petualangan."



 

Sunday, August 21, 2022

Peneliti: Tanduk Dinosaurus Digunakan Untuk Mencari Pasangan


Triceratops, adalah dinosaurus herbivora yang hidup sekitar 68 juta tahun lalu di wilayah Amerika Utara.

Seperti badak yang mengonsumsi tumbuhan, Triceratops juga memiliki tanduk. Dia tergolong dinosaurus ceratopsia (dinosaurus bertanduk).

Dulu para ilmuwan menduga tanduk pada dinosaurus berfungsi untuk mengenali spesiesnya atau bertahan dari serangan predator. Kini, dugaan para peneliti berkembang.

Penelitian terbaru yang diterbitkan dalam jurnal Royal Society, menyebut tanduk dinosaurus berfungsi sebagai daya tarik untuk mendapatkan pasangan.

"Makhluk hidup dapat memamerkan kualitas atau susunan genetik mereka untuk mendapatkan pasangan. Ini seperti yang terjadi pada burung merak yang mengembangkan bulu ekornya," kata Andrew Knapp, penulis utama penelitian diwartakan BBC, Rabu (21/3/2018).

Peneliti menduga ciri khas dalam anatomi suatu spesies berguna untuk mencegah perkawinan beda spesies. Dalam penelitiannya, mereka fokus mengamati apakan tanduk yang ada pada jenis dinosaurus ceratopsia bertujuan untuk perkawinan. Sebab, penelitian terdahulu sudah membantah bahwa tanduk berguna untuk pertahanan dari predator atau mengatur suhu tubuh.

Knapp dan timnya menggunakan fosil untuk lebih memahami palaebiologi dinosaurus. Catatan fosil untuk semua spesies ceratopsia dianalisis berdasarkan lokasi penemuan dan periode waktu.

Knapp menemukan bahwa semua hewan baik yang hidup di masa lalu atau saat ini, tidak akan salah dalam membedakan spesiesnya. Pemahaman ini sudah ada sejak lahir.

Sebab itu, Knapp langsung membantah bahwa tanduk pada dinosaurus berfungsi sebagai petunjuk khas dalam spesiesnya.

"Seperti rusa yang tidak memiliki kesulitan dalam membedakan saudara mereka," ujar Knapp.

Dari pengamatan fosil, dinosaurus ceratopsia jantan dan betina tidak dapat dibedakan. Jika ada perbedaan fisik, Knapp mengatakan perbedaannya tidak menonjol.

"Fakta bahwa mereka memiliki tanduk besar sangat menarik. Jika tanduk berfungsi untuk menyeleksi pencarian pasangan, itu akan sangat membantu untuk memahami bagaimana kehidupan masa lalu mereka," imbuhnya.

Pola asuh Dinosaurus ceratopsia bertelur dan induknya tak perlu merawat anaknya seperti yang dilakukan mamalia. Hal ini menunjukkan sistem asuhan yang berbeda dengan lebih banyak kerjasama antar pasangan.

"Mungkin pola asuhan mereka sama seperti yang kita lihat pada burung," tutupnya.


Friday, August 19, 2022

Mineral Langka Ini Ditemukan Pada Berlian yang Berada Jauh di Bawah Permukaan Bumi


Temuan Ini disebut dengan peroksida kalsium silikat, dan tanpa selubung keras seperti berlian, ilmuwan tidak pernah bisa membuatnya stabil di permukaan bumi.

"Kami benar-benar tidak tahu kami akan menemukannya," kata Graham Pearson, seorang profesor di University of Alberta dan seorang penulis di sebuah makalah alam baru yang merinci penemuannya.

"Kebanyakan ilmuwan akan mengatakan bahwa Anda tidak akan pernah menemukannya di permukaan bumi," tambahnya. Hal ini terjadi karena ketika mineral naik ke permukaan, sedikit tekanan diberikan padanya dan ikatan karbonnya ditata ulang. Para ilmuwan memperkirakan mineral tersebut adalah mineral yang paling banyak keempat di Bumi, namun mereka tidak pernah dapat mengamati substansi ini di permukaan.

Versi lain dari peroksida kalsium silikat telah ditemukan pada apa yang disebut "bentuk tekanan medium" pada berlian lainnya, namun ini adalah pertama kalinya ia menemukan jenis mineral yang berada pada ratusan mil dibawah permukaan bumi.

Berbeda dengan mineral sebelumnya, berlian ini memiliki ikatan karbon yang lebih sulit dipisahkan dan diatur ulang. Hal ini membuat material menjadi saluran yang sempurna untuk mempelajari materi yang tertanam jauh di dalam permukaan bumi.

Saluran ke Sumber

Pearson, bersama dengan ilmuwan dari universitas di Kanada, Inggris, dan Afrika Selatan, telah mempelajari berlian asal Tambang Cullinan yang terkenal di Afrika Selatan. Sebelum menemukan mineral, tambang itu dikenal sebagai asal berlian besar yang saat ini berada di British Crown Jewels.

"Kami memiliki sebuah rencana untuk mengumpulkan informasi dengan melihat langsung ke dalam," kata Pearson.

Berlian yang mengandung peroksida kalsium silikat ini ditemukan kurang dari satu mil di bawah permukaan, namun Pearson mengatakan bahwa kemungkinan berlian ini berasal dari kedalaman lebih dari 400 mil.

Pada kedalaman tersebut, berlian dapat menahan tekanan sebesar 240.000 atmosfer bumi. Jenis berlian yang sering kita temukan pada perhiasan biasanya tidak ditemukan pada kedalaman lebih dari 100 mil di bawah permukaan.

"Kami memiliki gambaran tentang apa yang kita pikirkan di sana, tapi tidak ada yang seperti memiliki sepotong bahan ini di tangan Anda," ujar Pearson.

Pearson mengatakan bahwa para ilmuwan dapat menggunakan temuan tersebut untuk memahami bagaimana siklus karbon dari permukaan bumi ke inti bumi dan kembali lagi dalam bentuk aktivitas geologi seperti gunung berapi.

"Silikat khusus dan karbon ini awalnya berada pada permukaan bumi sebagai kerak laut," katanya. "Ketika berlian jatuh ke dalam mantel bumi, berlian ini terus berubah menjadi fase mineral dengan tekanan tinggi dan lebih tinggi lagi."

Apa yang Diharapkan Dari Ketahanan Berlian?

Kalsium silikat perovskit bukanlah penemuan geologi pertama yang tersembunyi dalam berlian.

Pada tahun 2014, Pearson dan sekelompok peneliti pertambangan berlian di Brasil menemukan bukti mineral kaya air yang disebut ringwoodite.

Dalam penelitian tentang mineral tersebut, ilmuwan menemukan 1,5 persen air. Penemuan ini menunjukkan bahwa ada waduk air besar yang berada di antara zona transisi Bumi –– di bawah permukaan, dan lapisan bawah.

Tim peneliti berencana untuk terus tetap menambang berlian, dan Pearson mengatakan bahwa mereka sedang berupaya untuk mendiagnosis usia berlian itu. Mereka punya beberapa pekerjaan di depan, karena perkiraan saat ini menempatkannya di tempat dari "cukup muda hingga satu miliar tahun," kata para ilmuwan.

 

Thursday, August 18, 2022

Batuan dan Kerikil yang Tertata Rapi Ditemukan di Mars, Bagaimana Proses Terbentuknya?


Wahana antariksa Opportunity berhasil menangkap citra kawah Persevarence di Mars pada 4 Januari 2018. Dari gambar yang terekam, terungkap adanya batuan di kawah yang serupa dengan batuan di puncak gunung di Hawai. 

Wahana Opportunity menemukan batuan tersebut setelah menyusuri lereng kawah hingga kedalaman 600 kaki atau 183 meter. Batuan dan kerikil yang ada di sana tertata rapi, seperti yang umum dilihat sebagai “rock-stripes” di pegunungan yang ada di Bumi.

Para ilmuwan menduga, susunan batu yang demikian terbentuk akibat tanah basah yang mengalami siklus membeku dan mencair selama bertahun-tahun

Lembah Perseverance diprediksi terbentuk sejak ratusan ribu tahun yang lalu akibat proses alam yang melibatkan air, es, dan angin. Badan Penerbangan dan Antariksa Amerika Serikat (NASA) menilai, tiga komponen itulah yang membuat kawah Perseverance menjadi khas, tidak seperti tempat lain di Mars.

Deretan batuan yang ada di Lembah Perseverance mengingatkan peneliti dengan susunan batuan di puncak gunung berapi Mauna Kea di Hawai. Batuan di gunung ini tercipta akibat proses tanah lembek yang mengeras selama semalaman.

Tanah yang sudah padat itu lalu hancur menjadi batuan besar. Pada pagi hari, angin dan gravitasi mendorong potongan batuan tersebut hingga menempati posisi yang teratur. Proses ini terus berulang ribuan kali hingga membentuk pola batuan yang menapak di tanah.

“Lembah Perseverance merupakan tempat yang berharga,” sebut Ray Arvidson, Deputi Investigator Opportunity dari Universitas Washington di St.Louis seperti yang dilansir dari Live Science pada Senin (19/2/2018).

Arvidson dan ilmuwan lain telah menebak bahwa lembah tersebut berbeda dengan tempat lain yang pernah ditemukan sebelumnya oleh wahana antariksa Mars. Para peneliti akan menelaah potret yang terabadikan sebagai bahan untuk mengetahui lebih lanjut tentang kawah dan batuan di sana.

“Kendati kita belum tahu bagaimana terbentuknya dan sekarang kita menyaksikan permukaannya yang seperti garis-garis batu, ini sangat misterius, sangat menarik,” ujar Ray menambahkan.

Kemiringan ekuator Mars terhadap orbitnya yang tidak menentu menjadi dugaan sementara para peneliti untuk menjawab fenomena pola batuan ini.

Di kutub Mars, air membeku menjadi es. Namun akan menguap ke atmosfer lalu berubah menjadi salju atau embun padat di ekuator. Proses itu disebabkan perubahan kemiringan ekuator.

“Kemungkinan, deretan batuan ini merupakan dampak dari pergeseran kemiringan itu. Bongkahan salju di pinggir lembah meleleh secara berkala. Tanah menjadi lembab di pagi hari karena proses pencairan tersebut. Pada malam hari, tanah kembali memadat lalu meninggalkan jejak pola batuan tersebut,” jelas Arvidson.

Wednesday, August 17, 2022

Handfish, Ikan \'Bertangan\' Langka Ditemukan di Tasmania


Tim peneliti gabungan dari University of Tasmania dan Reef Live Survey yang dipimpin oleh Antonia Cooper berhasil menemukan spesies ikan langka di lepas pantai tenggara Tasmania.

Awalnya, mereka hampir menyerah karena tak menemukan tanda-tanda keberadaan ikan yang disebut handfish merah itu setelah menyelam selama tiga setengah jam. Namun ketika Cooper dengan setengah hati mengutak-atik sepotong ganggang liar, dia melihat sesuatu berwarna merah di air.

"Begitulah, saya menemukan handfish merah," kata Cooper dalam sebuah video. "Itu sangat menggairahkan."

Tim tersebut bergerak ke area yang lebih sempit. Di dalam bentangan terumbu karang seukuran lapangan badminton, mereka menemukan delapan handfish merah.

Diberi nama karena siripnya yang berbentuk menyerupai tangan, Handfish merah merupakan penghuni zona bentik yang merayap di dasar lautan dengan tangannya. Ikan ini bisa tumbuh hingga sepanjang dua hingga lima inci, dan memangsa krustasesa kecil serta cacing. Handfish merah sebenarnya memiliki dua variasi warna: merah cerah dan corak kemerahan.

Spesies ini termasuk salah satu ikan paling langka di dunia, ujar peneliti dari University of Tasmania, Rick Stuart Smith. Ikan yang sulit dipahami itu pertama kali terlihat di dekat Port Arthur di Semenajung Tasman pada 1800-an, Hingga kini, sekelompok handfish yang terdiri 20-40 individu diketahui tinggal di bentangan terumbu karang di dekat Teluk Frederick Hendry, Hobart.

Temuan Cooper ini mungkin melipatgandakan populasi handfish merah yang diketahui menjadi 80 individu. Kemungkinan masih ada populasi lain yang belum ditemukan di luar sana, kata Stuart -Smith.

"Kami telah belajar banyak dari penemuan populasi kedua ini karena habitat mereka tidak identik dengan populasi pertama," ujar Stuart-Smith. "Jadi kita bisa memastikan bahwa handfish merah tidak terlalu bergantung pada kondisi lokal tertentu," lanjutnya.

Empat belas spesies handfish yang telah diketahui merupakan satwa endemik di perairan lepas pantai tenggara Tasmania. Ikan kecil, berwarna-warni, dan hidup menetap ini tidak dikembangkan untuk berenang jarak jauh. Jadi kemungkinan, populasi yang baru ditemukan ini secara genetik berbeda dengan populasi yang ada di Hobart.

Handfish termasuk satwa dengan status konservasi "Kritis". Mereka meletakkan telur di atas rumput laut, sehingga sangat mudah terdorong dan terjatuh oleh perenang atau kapal. Tingkat reproduksi dan penyebaran yang rendah juga tidak membantu jumlah mereka yang berkurang.

Karena mereka tinggal di daerah kecil dan populasinya terisolasi, Stuarts-Smith mengatakan bahwa handfish sangat sosial dalam kelompok mereka.

"Ini berarti program konservasi berbasis lokasi mungkin bisa menjadi jalan untuk merevitalisasi spesies tersebut," pungkasnya.

Tuesday, August 16, 2022

Hilang dari Sejarah Selama 1.000 Tahun, Lokasi Biara Kuno Skotlandia Terlacak


Satu dekade setelah pencarian Biara Pictish di Skotlandia, para arkeolog yang tergabung dalam The Book of Deer Project akhirnya menemukan titik terang.

Pencarian tersebut berawal dari sebuah kitab kuno berjudul The Book of Deer  yang telah disimpan di perpustakaan Universitas Cambridge sejak 1715.

Buku yang ditulis oleh biarawan Pictish ini merupakan manuskrip berhiaskan emas dan perak yang berisi injil Perjanjian Baru.

Ia juga merupakan bukti fisik keberadaan bahasa kuno bangsa Skotlandia, Gaelic; dan memberikan detail menarik tentang kehidupan sehari-hari seperti kegiatan gereja, budaya dan masyarakat Skotlandia kuno.

Para arkeolog pun ingin mengetahui lebih jauh mengenai buku tersebut, dimulai dari lokasi tempatnya ditulis. Sayangnya, biara Pictish telah "hilang" dari catatan sejarah selama 1.000 tahun lamanya.

Petunjuk yang para arkeolog miliki hanyalah deskripsi yang ditulis di pinggir halaman The Book of Deer, termasuk informasi bahwa biara bisa dilihat dari Deer Abbey, tempat tinggal baru para biarawan setelah meninggalkan biara Pictish.

Kini, para peneliti meyakini telah menemukan lokasi biara Pictish.

Saat menggali di Desa Old Deer di Aberdeenshire, Skotlandia; para arkeolog menemukan reruntuhan batu dan gerabah kuno, lengkap dengan perapian dan sisa arang.

Hasil pengukuran menunjukkan bahwa benda-benda tersebut berasal dari tahun 1147 -1460 atau pada masa awal Abad Pertengahan ketika biara masih berdiri.

Selain itu, penggalian juga memunculkan sisa-sisa gedung berbentuk lingkaran yang berupa pintu dari batu dan lubang-lubang tiang.

"Proyek ini telah dilakukan dengan kerja keras selama bertahun-tahun untuk mengidentifikasi lokasi situs biara yang hilang," kata Bruce Mann, seorang arkeolog didampingi anggota Dewan Aberdeenshire, dikutip dari Newsweek pada hari Selasa (9/1/2018).  

"Penemuan terakhir ini mungkin akhirnya mengisyaratkan bahwa misteri tersebut akhirnya telah dipecahkan. Penggalian lebih jauh tentu dibutuhkan, tapi terlepas bagaimana akhirnya, ini adalah temuan yang signifikan untuk tidak hanya Desa Old Deer, tapi juga Aberdeenshire," kata Mann. 

Inilah Penguin Terbesar Kedua di Dunia dalam Sejarah


Pada saat ini, spesies penguin terbesar di dunia adalah penguin kaisar (Aptenodytes forsteri). Tinginya sekitar satu meter dengan berat 35 kilogram.

Namun, penemuan terbaru mengukuhkan bahwa penguin purba punya tubuh yang jauh lebih besar dan tinggi hampir sama dengan kulkas di rumah Anda atau sekitar 1,7 meter. Berat tubuh mereka juga hampir tiga kali lipat penguin kaisar, yaitu sekitar 100 kilogram.

Mereka berkeliaran pada 55 juta sampai 59 tahun yang lalu atau 7-11 juta tahun setelah asteroid menabrak bumi dan membunuh dinosaurus non-unggas.

Alan Tennyson, kurator vertebrata di Museum Selandia Baru menemukan fosil itu bersama ahli paleontologi Paul Scofield di sebuah pantai di Provinsi Otago Selandia Baru pada tahun 2004.

Lalu, bersama Vanesa L De Pietri dan Gerald Mayr, dia memublikasikan temuan ini di jurnal Nature Communications pada Selasa (12/12/2017).

Pada mulanya, mereka sempat mengira bahwa fosil yang ditemukan adalah milik seekor kura-kura raksasa. Akhirnya, pada tahun 2015 teknisi fosil menemukan bagian dari tulang belikat yang dinamakan coracoid. Ini menjadi kunci bahwa fosil itu berasal dari penguin.

Grafik perbandingan tulang humerus dan coracoid. (G. Mayr/Senckenberg Research Institute)
"Ukuran yang sangat besar tampaknya telah berkembang sejak awal dalam evolusi penguin, segera setelah burung-burung ini kehilangan kemampuan terbang mereka," kata Mayr seperti dikutip Live Science pada Selasa (12/12/2017).

Penguin raksasa itu diberi nama Kumimanu biceae.

Nama genusnya, Kumimanu, diambil dari budaya asli Maori di Selandia Baru di mana "Kumi" adalah sebuah monster mitologis sedangkan "Manu" berarti burung. Sementara itu, nama spesies diambil dari nama sapaan ibu Tennyson, Beatrice "Bice" A Tennyson, yang mendorong anaknya untuk mengejar ketertarikannya terhadap sejarah alam.

K biceae punya anatomi berbeda dengan penguin modern. Mayr mengatakan, paruhnya lebih panjang yang memungkinkan untuk menusuk ikan.

Kesamaannya, bulunya khas seperti penguin modern, bergoyang-goyang saat berjalan tegak dengan kaki pendeknya, dan mengunakan tangan seperti sayap yang membantunya berenang.

Meski bertubuh raksasa, K biceae bukanlah penguin terbesar dalam sejarah.

Rekor penguin terbesar masih dipegang oleh Palaeeudyptes klekowskii yang hidup 37 juta tahun lalu di Antartika. Saat berdiri tingginya mencapai dua meter dengan berat mencapai 115 Kilogram (250 pound). Penemuannya telah dipublikasikan di jurnal Comptes Rendus Palevol volume 13 tahun 2014.

“(Kemungkinan besar) ukuran raksasa berkembang lebih dari satu kali dalam evolusi penguin," kata Mayr.

Sementara itu, Daniel Ksepka, kurator di Museum Bruce di Greenwich, Connecticut, yang tidak terlibat dalam penelitian berkata bahwa penemuan ini menunjukkan penguin bertambah besar dengan cepat dan hampir semua perkembangan penguin terjadi di Selandia baru.

Hal ini dimungkinkan karena banyaknya ikan yang tersedia. Di sana, tak ada mamalia asli atau predator yang mengancam para penguin saat pergi ke darat, merontokkan bulunya, dan bertelur.



 

Monday, August 15, 2022

Artefak Paling Berharga di Zaman Perunggu Dibuat Dari Meteorit


Jika pada penelitian sebelumnya diketahui bahwa beberapa benda dari Zaman Perunggu terbuat dari logam besi meteor -- seperti salah satu belati yang dikuburkan bersama Raja Tutankhamun -- studi terbaru ini menjawab pertanyaan tentang seberapa luasnya praktek tersebut dilakukan.

Albert Jambon, dari National Centre for Scientific Research (CNRS) di Prancis, menganalisa artefak museum dari Mesir, Turki, Suriah dan Tiongkok, menggunakan X-Ray Fluorescence Spectrometer untuk menemukan apakah mereka semua berasal dari material yang sama.

"Hasil terkini menunjukkan bahwa sebagian besar logam besi di Zaman Perunggu berasal dari meteorit," kata Albert. "Langkah selanjutnya akan menentukan di mana dan kapan peleburan logam terestrial itu terjadi."

Besi di Zaman Perunggu?

Sesuai dengan nama masanya, perunggu merupakan logam pilihan yang dipakai untuk membuat peralatan, senjata, dan perhiasan di Zaman Perunggu pada 3300 BCE. Bahannya tahan lama dan mudah didapat. Mereka meleburkan tembaga dan mencampurnya bersama timah serta logam lainnya.

Sementara itu, Zaman Besi yang dimulai 2000 tahun berikutnya, mendapat namanya ketika manusia mulai mempelajari cara melebur besi dari batu mineral.

Oleh sebab itu, para sejarawan sempat bingung dengan temuan peralatan dan senjata yang berbahan besi di Zaman Perunggu. Padahal, besi sangat langka pada masa itu dan belum ada yang menggunakannya. Lalu, darimana datangnya material besi tersebut?

Kunci dari pertanyaan di atas adalah fakta bahwa besi dari meteorit yang jatuh ke bumi, mengandung banyak nikel. Ini tidak dimiliki oleh besi yang ada di bumi.

Artefak dari logam meteorit

Dengan bantuan X-Ray Fluorescence Spectrometer, yang menggunakan sinar X untuk menganalisa komposisi senyawa pada setiap obyek tanpa menyentuhnya, Albert mempelajari barang-barang yang ada di museum. Termasuk manik-manik, belati dan sandaran kepala.

Tentu saja, logam besi meteorit yang kaya akan nikel, ditemukan pada benda-benda antik tersebut. Bahkan, logam besinya sudah siap digunakan tanpa harus melelehkannya terlebih dahulu.

Ini bukan sekadar cerita isapan jempol belaka dari Zaman Perunggu. Adanya analisa ini membantu mempersempit pilihan sehingga dapat membantu menemukan kapan dan di mana manusia mulai mengembangkan pengetahuan teknologi untuk memproduksi besi.

"Studi ini menekankan pentingnya metode analisis untuk mempelajari evolusi penggunaan logam di masa lalu," pungkas Albert.

Sunday, August 14, 2022

Perburuan Kuno Jepang Berusia 400 Tahun yang Suci Namun Kontroversial


Jauh di dataran tinggi Honshu utara, Jepang, orang-orang Matagi memulai perburuan musim dingin. Mereka berdoa sebelum memasuki kawasan gunung nan suci, lalu menghabiskan waktu berjam-jam untuk mendengarkan, menunggu, dan mengawasi; menangkap tanda-tanda yang nyaris tak terlihat bahwa beruang hitam sudah dekat.

Kelompok para lelaki itu kemudian dibagi dua, kelompok pertama bertindak sebagai penjaga, sementara yang lainnya sebagai umpan. Dengan perlahan, mereka mendekat sebelum akhirnya penembak jitu melepaskan tembakannya. Noda merah membekas di atas salju yang putih bersih ketika bangkai beruang itu diseret menuju tanah datar terdekat untuk dikuliti dan dipotong-potong menggunakan pisau tradisional Matagi. Bagian usus beruang ditinggalkan sebagai persembahan terhadap dewi gunung.

Semua anggota perburuan memiliki hak yang sama persis atas daging dan kulit binatang, terlepas dari siapa yang mengeksekusi tembakannya. Setelah diturunkan, beruang diseret ke tanah datar terdekat sehingga bisa dikuliti dan dipotong-potong. (Javier Corso)
Formalitas dan kekuatan spiritual dari tindakan membunuh ini membedakannya dari perburuan modern. Matagi merupakan komunitas pemburu yang berasal dari abad ke-16. Setiap permukiman di utara Honshu memiliki ciri khas tersendiri, namun semuanya menganggap diri mereka sebagai penjaga khusus keseimbangan alam. Namun karena beruang hitam Jepang–mangsa utama mereka–ditetapkan sebagai spesies terancam, perburuan tersebut kini dihadapkan pada kontroversi.

Kekuatan potongan yang dibuat dengan pisau matagi memungkinkan daging dan tendon hewan disayat dalam satu tebasan. Cakar beruang dipisahkan dari bagian tubuh lainnya sebelum beruang dikuliti. (Javier Corso)
Fotografer Javier Corso menghabiskan 15 hari bersama para Matagi, mengambil foto yang menggambarkan bagaimana praktik mereka berakar pada 400 tahun sejarah. Corso mengerjakan proyek tersebut sebagai bagian dari perusahaan produksi OAK stories, agensi jurnalis, fotografer, dan pembuat film yang berfokus pada cerita lokal. Ia bekerja bersama Alex Rodal, kepala penelitian di OAK yang melakukan penelitian selama enam bulan di Matagi sebelum pemotretan.

Hideo-san adalah salah satu pemimpin komunitas Animatagi. Dia mengenakan pakaian tradisional dan memegang tombak yang sudah menjadi milik keluarganya selama sembilan generasi. (Javier Corso)
"Saya ingin menunjukkan asal-usul komunitas ini sehingga orang-orang dapat memahami apa yang mereka lakukan dan mengapa mereka melakukannya," kata Corso. "Saya ingin menunjukkan ketenangan berburu dan komunikasi mereka dengan gunung."

Kapten Sato menarik pisau Matagi-nya untuk memotong-motong binatang itu. Nama keluarganya terukir di mata pisau. (Javier Corso)
Di samping kekasaran mendalam dari pembunuhan dalam perburuan tersebut, foto-foto Corso menyampaikan sebuah identitas yang sangat terkait dengan binatang yang mereka cari.

Seorang pemburu Matagi merokok di kaki gunung setelah berhasil menyelesaikan perburuan. (Javier Corso)
Perburuan itu merupakan praktik spritual yang sangat kuat, dan Corso merupakan yang pertama diizinkan untuk mendokumentasikannya, di luar fotografer Jepang Yasuhiro Tanaka.
Sebagai bagian dari ritual berburu, Matagi memotong-motong binatang itu di hutan dengan tangan, meninggalkan sebagian usus sebagai persembahan ke dewi gunung. Sisanya akan dibagi-bagi untuk diangkut kembali ke desa. (Javier Corso)
Corso dan timnya menghabiskan lima hari bersama kelompok Matagi, berusaha mendapatkan kepercayaan mereka dan mempelajari budaya mereka, sebelum akhirnya diajak ke gunung.

Kepala beruang hitam Jepang setelah dipotong dan dikuliti oleh pemburu Matagi. (Javier Corso)
"Saya sangat terkesan dengan cara mereka berburu," ujar Corso. "Itu benar-benar penuh hormat. Meskipun mereka mengenakan pakaian modern, banyak yang berburu dengan senjata yang sama dengan leluhur mereka tujuh generasi lalu.

Para pemburu sekarang menggunakan senapan dan pakaian modern, dikombinasikan dengan peralatan tradisional dari komunitas mereka sendiri. Matagis abad kedua puluh adalah penembak yang ahli. Warna-warna cerah rompi mereka berfungsi untuk membedakannya dari dedaunan dan menghindari kecelakaan. (Javier Corso)
Tetapi perburuan itu telah dibatasi dalam beberapa tahun terakhir. Menyusul bencana nuklir di Fukushima pada tahun 2011, negara melarang masyarakat Matagi untuk memasarkan daging beruang selama enam tahun karena kekhawatiran akan kontaminasi. "Mereka terpaksa mencari cara lain untuk bertahan hidup," ujar Corso.

Setelah membagikan mangsa, pemburu Oguni berkumpul di bawah atap Kapten Sato untuk memulai sebuah ritual. Endo-san, salah satu Matagi yang paling dihormati di masyarakat, memimpin doa dengan hati beruang dan sebotol sake. (Javier Corso)
Selain itu, ada banyak pembatasan birokrasi yang sekarang berlaku soal perburuan. "Proses untuk mendapatkan lisensi berburu beruang hitam sangat menjemukan dan mahal. Anda juga harus memperbaharuinya setiap tiga tahun, bahkan jika Anda tidak terlibat langsung dalam perburuan sesungguhnya," ujar Alex Rodal. "Hal ini membuat para pemuda enggan melakukannya."

Setelah perburuan selesai, semua peserta berbagi karya membagi hewan di bagian yang sama. Setiap orang berhak atas proporsi daging dan kulit yang sama. (Javier Corso)
Seperti halnya komunitas-komunitas awal negara, praktik budaya mereka berada dalam ancaman. "Jika suatu saat beruang hitam Jepang punah, Matagi tidak akan menjadi penyebabnya" ujar Rodal. "Saya pikir komunitas Matagi akan hilang bahkan sebelum spesies beruang itu punah," pungkasnya.

Sekelompok pemburu Matagi difoto pada awal abad ke-20. Mereka berburu terutama dengan tombak sampai beralih ke senapan sesaat sebelum Perang Dunia II. (Javier Corso)

Dibutuhkan 140 Tahun Untuk Bisa Merasakan Malam di Planet Ini


Bila ada sebuah pertanyaan mengenai planet apakah yang bisa dibilang sebagai planet teraneh di alam semesta, mungkin HD 131399Ab layak mendapat "gelar" tersebut. Bagaimana tidak, planet ini memiliki beberapa fakta yang membuat kita banyak bertanya.

Keanehan pertama adalah bahwa planet dengan jarak 3 kuadriliun ini memiliki tiga buah matahari. Berbeda dengan Bumi yang hanya memiliki satu buah matahari.

Keanehan selanjutnya adalah konfigurasi atau susunannya. HD 131399Ab terletak sangat jauh dari bintang yang terbesarnya, bernama HD 131399A. Saking jauhnya, bisa dibilang HD 131399Ab terletak di perbatasan orbit HD 131399A.

Sementara itu, HD 131399Ab juga terletak sangat dekat dengan bintang lainnya, HD 131399B dan HD 131399C.

Dengan ukuran "tubuh" empat kali ukuran Jupiter, dan posisinya, planet raksasa ini seharusnya sudah terlempar dari jalur orbitnya. Namun hal ini tidak terjadi. Astronom menduga bahwa tidak terlemparnya planet ini dari orbit bukan karena HD 131399Ab sendiri yang mengorbit, tetapi bintangnya pun mengorbit satu sama lain.

HD 131399B dan HD 131399C sama-sama mengorbit HD 131399A. Sementara itu, HD 131399B dan HD 131399C yang berjarak relatif dekat mengorbit satu sama lain. Sulit dibayangkan dan dimengerti? Seperti itulah gambaran kompleksnya sistem di rasi Scorpio tersebut.

"Ini jauh lebih gila dari apa yang diketahui oleh para pakar dinamika planet," ujar Kevin Wagner dari University of Arizona yang menemukan planet itu seperti dikutip Popular Science, Jumat (8/7/2016).

Keanehan sistem yang berlaku di sana memicu keanehan-keanehan lain di planet HD 131399Ab.

Jika manusia tinggal di planet itu, maka manusia pada hari-hari tertentu bisa melihat tiga bintang sekaligus, pemandangan matahari terbit dan matahari terbenam dalam satu waktu. Bayangkan matahari terbenam, kemudian tambahkan dua lagi matahari, seperti itulah "keindahan" yang akan dilihat.

Namun hal di atas tidak terjadi dalam setiap waktu, karena ketika satu bintang yang lebih besar terbit, dua bintang yang lebih kecil terbenam.

Ada yang tidak kalah aneh dengan gambaran di atas. Bila manusia berada di planet ini, manusia akan mengalami masa aneh dimana selama empat bulan (setara dengan 100 - 140 tahun di Bumi), manusia akan mengalami hari tanpa malam. Siang yang sangat lama. Akan ada manusia-manusia yang sepanjang hidupnya tak pernah melihat malam.

"Inilah sistem di mana saya tak ingin membuat kalender," kata Daniel Apai dari University of Arizona yang juga terlibat riset.

Penemuan planet ini istimewa karena dilakukan dengan pencitraan secara langsung. Kebanyakan planet ditemukan dengan metode transit, melihat kedipan cahaya bintang ketika ada planet yang melintasi mukanya.

Penemuan dengan pencitraan secara langsung bisa dilakukan sebab ukuran HD 131399Ab yang besar menurut sudiut pandang manusia.

Meski demikian, di antara sekian planet yang ditemukan dengan metode pencitraan secara langsung, ukuran HD 131399Ab tergolong yang paling kecil.

Penemuan planet ini dipublikasikan di jurnal Science pada Kamis (7/7/2016) lalu.

(Sumber: Kompas.com)

Kampanye Guadalcanal: Histori Pertempuran Sengit Amerika-Jepang


Selama delapan bulan pada akhir tahun 1942 dan awal tahun 1943, nasib sekelompok pulau dengan sedikit penghuni di Pasifik Barat Daya menarik perhatian Amerika Serikat dan Jepang.

"Kemenangan spektakuler Amerika di Midway telah menghancurkan empat kapal induk Jepang dan secara efektif mengakhiri kemajuan Jepang pada musim semi 1942," tulis Robert Farley kepada The Diplomat.

Ia menulis dalam sebuah artikel berjudul "The Guadalcanal Campaign: Then and Now" yang terbit pada 1 Agustus 2022. Setelah banyak perdebatan, komandan senior AS memutuskan Kepulauan Solomon sebagai target serangan Sekutu pertama di Pasifik.

Dari Agustus 1942 sampai Februari 1943 Amerika kehilangan dua kapal induk dan banyak kapal penjelajah, sementara Jepang kehilangan dua kapal perang, satu kapal induk, banyak kapal kecil. Kampanye Guadalcanal, bahkan lebih hebat dari Pertempuran Midway, merobek jantung kekuatan udara angkatan laut Jepang.

Pasukan Jepang mendarat tanpa perlawanan di beberapa titik di Kepulauan Solomon pada April 1942. Pada saat itu, pulau-pulau tersebut diduduki oleh penduduk asli (kebanyakan bekerja di bidang perikanan dan pertanian subsisten, atau di beberapa perkebunan besar yang dimiliki dan dioperasikan oleh otoritas kolonial), serta beberapa pengawas Eropa.

"Tidak seperti Hindia Belanda dan koloni Inggris di Asia Tenggara, Kepulauan Solomon memberikan nilai ekonomi yang kecil bagi Jepang," imbuh Farley. Benteng-benteng penting Jepang di Solomon timur adalah Tulagi, yang memiliki pelabuhan alami, dan Guadalcanal untuk membangun lapangan terbang yang cukup besar.

Setelah kemenangan di Pertempuran Laut Karang dan Midway, Sekutu sedang mencari kesempatan untuk menyerang. Mereka menyadari ancaman yang ditimbulkan oleh perambahan lebih lanjut oleh Jepang di Pasifik Selatan terhadap hubungan logistik dengan Australia.

Para komandan Pasifik juga percaya bahwa Guadalcanal sebagai target yang ideal. Setelah beberapa perdebatan dengan Jenderal Douglas MacArthur di Australia dan lobi Europe First di Washington, operasi sebagai bentuk kampanye Guadalcanal itu disetujui.

"Pada 7 Agustus 1942 marinir AS mendarat di empat pantai di rantai Kepulauan Solomon, termasuk Tulagi, dua pulau kecil, dan Guadalcanal," terusnya. Pada bulan Agustus 1942, Sekutu dan Jepang akan bertemu dalam pertempuran penting untuk Guadalcanal.

Dengan Amerika yang secara genting menguasai Henderson Field, Jepang mati-matian berusaha untuk memperkuat pulau itu dan mendorong Amerika kembali ke laut.

Untuk mencapai hal ini, Jepang akan menjalankan kapal perang dengan pasukan dan persediaan di "The Slot" (Selat New Georgia) pada malam hari untuk menghindari Angkatan Udara Amerika yang beroperasi di Henderson Field.

Pasukan The Slot berakhir di Selat Savo, tak jauh dari Guadalcanal tempat armada Amerika ditempatkan untuk melindungi Marinir di Guadalcanal. Setelah sejumlah pertempuran laut yang brutal dan sengit, tempat ini mendapatkan nama baru: Selat Ironbottom.

Malam pertama, setelah pendaratan di Guadalcanal, sebuah angkatan laut kecil Jepang yang terdiri dari tujuh kapal penjelajah dan sebuah kapal perusak, mengejutkan pasukan Amerika yang lebih besar dan mengalahkan mereka di Pertempuran Pulau Savo Sound.

Akibat serangan itu, Amerika kehilangan tiga kapal penjelajah berat, sementara Australia terpaksa menenggelamkan yang lain. Angkatan Laut Amerika dan Jepang akan bertemu lagi pada bulan Oktober 1942, yang kemudian dikenal sebagai Pertempuran Tanjung Esperance.

Kali ini Amerika memiliki kejutan tersendiri untuk Jepang berkat panggilan radio yang buruk antara komandan Amerika. Meskipun kebingungan, Laksamana Muda Norman Scott dengan cekatan memerintahkan kapal-kapalnya dalam pertempuran malam yang ganas.

Dalam aksi cepat dan penuh kekerasan dari jarak dekat, kapal-kapal Amerika membuat kapal penjelajah dan kapal perusak Jepang karam dan membunuh seorang komandan Jepang.

Sebulan setelah aksi di Tanjung Esperance, Jepang dan Amerika akan ancang-ancang sekali lagi. Sering disebut Pertempuran Laut Guadalcanal, insiden itu sebenarnya adalah dua pertempuran terpisah pada malam-malam berturut-turut.


Malam pertama pertempuran, 13 November 1942, melihat pasukan Amerika yang lebih rendah mencegat pasukan Jepang yang lebih besar yang bermaksud menembaki Henderson Field.

Meskipun kalah senjata, kapal-kapal Amerika melepaskan pusaran api kepada pasukan Jepang. Situasi dengan cepat memburuk dan berubah menjadi pertempuran laut yang mencekam di malam hari.

Setelah 40 menit pertempuran sengit, kedua belah pihak memutuskan kontak. Pertarungan itu telah merugikan satu kapal perang Jepang dan satu kapal perusak, bersama dengan kerusakan pada hampir setiap kapal lainnya.

Dengan situasi di Guadalcanal menjadi mengerikan, pada 30 November Jepang membuat rencana untuk menghidupkan kembali TokyoExpress dalam upaya terakhir untuk mempertahankan pulau itu.

Pada saat pertarungan untuk Guadalcanal berakhir, Selat Ironbottom telah menjadi tempat peristirahatan terakhir bagi sekitar 50 kapal dan ribuan pelaut dari kedua belah pihak.

Saturday, August 13, 2022

Rupa Pulau Jawa Bingungkan Penjelajah Samudra Abad Ke-16


Abraham Ortellius, kartografer dan geografer sohor asal Belgia, pernah menerbitkan selembar peta berjudul Indiæ Orientalis pada 1570. Peta itu menggambarkan wilayah Asia Tenggara berikut dengan keletakan pulau-pulaunya. Dia merupakan kartografer pertama yang berpendapat bahwa awalnya benua menjadi satu kemudian terpecah-pecah hingga menemui wujudnya seperti sekarang.

Lantaran minimnya informasi dari penjelajah, Ortellius menampilkan Pulau Jawa berbentuk bulat dengan sisi selatan yang cembung. Bahkan, dalam peta itu Jawa sekitar dua kali lebih luas ketimbang Borneo.

Sementara peta Asia Tenggara karya kartografer Willem Lodewijcksz, yang terbit pada 1598, menampilkan Jawa yang tidak utuh lantaran sisi selatannya terpotong oleh pembatas bingkai bawah. Tampaknya  Lodewijcksz dengan sengaja menyembunyikan kemesteriusan Jawa.

Pertanyaan seperti apakah sisi selatan Jawa tampaknya telah menyeruak di peta-peta kuno. Para kartografer tak kuasa lantaran ketidaktersediaan informasi. Mereka merupakan kartografer yang menyimak kisah-kisah para petualang yang merintis penjelajahan ke dunia timur.

Salah satu petualang asal Venesia yang sohor dan kerap menjadi referensi para kartografer adalah Marco Polo. Dia berkisah tentang perjalanannya ke Asia Tenggara pada abad ke-13.

Meskipun banyak pihak meragukan kisah perjalanannya, beberapa kartografer abad ke-16 dan ke-17 tetap menggunakan toponimi dari pemberian Polo. Celakanya, Marco Polo juga memberikan penggambaran yang absurd tentang Jawa. “Pulau terbesar di dunia,” demikian bentuk Jawa menurut Polo yang berdasar dari “testimoni pelaut-pelaut yang tahu banyak tentang hal itu.”

Para penjelajah Portugis yang menyambangi Nusantara sebelum kedatangan Belanda, punya persepsi sendiri tentang Jawa. Berdasar kisah penghuni pulau tersebut mereka mendapatkan informai bahwa di tengah pulau terdapat gugusan gunung yang melintang dari barat ke timur.

Keadaan geografi itu telah menghentikan komunikasi antara kawasan pantai utara dan selatan. Akibatnya, pelaut Portugis mengurungkan niat untuk segera menjelajahi sisi selatan pesisir Jawa.


Misteri rupa pesisir selatan Jawa terpecahkan pada 1580. Francis Drake, seorang pelaut dan politikus Inggris yang mengelilingi dunia pada 1577 sampai dengan 1580, berjejak di pesisir selatan Jawa. Usai menjelajahi kepulauan Maluku dan melewati celah Timor, Drake dan krunya menyusuri jalur selatan dan mendarat di suatu tempat di pesisir selatan Jawa—tampaknya Cilacap.

Kemudian peta berjudul Insulæ Indiæ Orientalis karya kartografer Jodocus Hondius terbit pada 1606. Dia menggambar pesisir selatan Jawa hanya dengan garis putus-putus, namun menyisakan garis tegas yang membentuk teluk untuk kawasan pelabuhannya. Hondius menorehkan catatan kecil di titik tersebut, “Huc Franciscus Dra. Appulit,” yang menandai tempat Drake membuang sauhnya.

Sejak terbitnya peta Hondius itu, misteri rupa pesisir selatan Jawa mulai terungkap. Peta-peta setelahnya memberikan gambaran utuh tentang sebuah pulau yang pernah populer di kalangan penjelajah samudra dengan nama Java Major.

Jasad Kuno Ini Ungkap Petunjuk tentang Penduduk Amerika Awal


Awal pekan ini, arkeolog di El Salvador melakukan penggalian dan menemukan sisa-sisa kerangka berusia 2.500 tahun. Beberapa jasad manusia yang masih terawat dengan baik dan pecahan tembikar ditemukan di Quelepa, El Salvador timur.

Dalam video di atas, Michelle Toledo, seorang arkeolog dari El Salvador\'s Ministry of Culture, meneliti kerangka-kerangka tersebut yang masih berada dalam sedimen. Dua jasad ditemukan tergeletak dalam posisi saling menindih. Dalam siaran pers negara bagian, Toledo menggambarkan bahwa tulang-belulang itu secara sengaja diposisikan dengan dagu yang bertumpu pada salah satu tengkorak.

Di lokasi itu, empat buah tembikar lainnya ditemukan dengan metate, sejenis mortar yang digunakan untuk menggiling gandum atau jagung. Menurut siaran pers, temuan tambahan ini relevan dengan periode sekitar 1.200 sampai 400 SM.

Dalam sebuah wawancara dengan kantor berita AFP, Toledo menjelaskan bahwa ia dan rekan-rekannya tidak sengaja menemukan dua jasad tersebut. Praktik budaya saat ini melibatkan ritual pemakaman yang rumit, dan segala sesuatu mulai dari posisi penguburan mayat hingga penempatan artefak dalam kuburan dimaksudkan untuk membantu perjalanan roh tersebut ke alam baka.

Menurut Toledo, temuan ini tidak biasa karena ditemukan terisolasi dari kuburan dan situs besar lainnya. Penggalian—yang berlangsung dari 12 Juni sampai 21 Juli—itu diharapkan bisa memberikan petunjuk lebih mengenai kehidupan kuno di wilayah ini.

Sementara El Salvador barat didominasi oleh suku Maya terdahulu, El Salvador timur didominasi oleh penduduk asli yang dikenal sebagai Lenca. Layaknya Maya, Lenca memiliki bahasa dan praktik pembuatan tembikar sendiri. Asumsi ini didasarkan pada penggalian besar yang dilakukan pada tahun 1970 oleh arkeolog terkenal, E. Wyllys Andrews V.

Toledo mencatat bahwa sebagian besar penetapan usia temuan ini didasarkan pada kesimpulan yang dihasilkan oleh temuan awal Andrews tentang Quelepa. Kerangka dan pecahan tembikar akan dibersihkan dan didokumentasikan sebelum masuk ke El Salvador\'s National Collection of Archaeology.

Imajinasi Carl Sagan Tentang Makhluk Mars

Carl Sagan menghabiskan masa kecilnya mengkhayalkan Mars. Ilmuwan masa depan, pembaca setia fiksi ilmiah Edgar Rice Burroughs itu, akan melewatkan malam berbaring memandang langit, dan “berpikir apakah bintik merah bekerlap-kerlip itu.”

Dia mengkhayal soal penduduk Mars, dengan tubuh yang memiliki kaleidoskop warna—Mars versi Burrough memiliki dua warna primer lain dari Bumi—dengan kepala yang bisa dicopot, tetapi jasadnya mirip manusia. “Saat itu aku belum menyadari chauvinisme dengan membuat orang-orang dari planet lain seperti kita.”

Tetapi pada 1965, misi terbang lintas pertama ke Mars kembali dengan foto batu murni—tak ada tanda kehidupan. New York Times menyatakan Mars adalah planet mati. “Megafauna fantastis Mars,” tulis John Updike beberapa tahun kemudian untuk majalah ini, “tersapu dari ingatan.” Sagan tak menyerah: Foto-foto itu buram, tidak meyakinkan, dan hanya menampakkan satu persen Mars.

Pada 1967, Sagan menulis artikel untuk National Geographic yang mengeksplorasi pertanyaan saat kecil: Apakah ada kehidupan di Mars? Artikel itu memuat ilustrasi penduduk Mars. Dalam korespondensinya dengan para editor, Sagan mengungkapkan kekecewaannya atas draf awal ilustrasi, dengan berkata bahwa penghuni Mars menyerupai “manusia berkostum kura-kura.” Dia membayangkan “vegetarian Mars jinak” tanpa mata. “Biar dia menemukan jalan pada siang hari dengan sulur merah kecilnya, dan pada malam hari dia akan menggali lubang.”

Lukisan finalnya (atas) memuaskan Sagan: Kaki kurus si makhluk sesuai untuk gravitasi rendah Mars; cangkang kaca memblokir radiasi ultraviolet. Pada 1996, tak lama sebelum kematiannya, Sagan merekam pesan untuk penjelajah Mars masa depan: “Apa pun alasanmu berada di Mars, aku senang. Andai aku bersamamu.”

Friday, August 12, 2022

NASA Berhasil "Menguping" Suara-suara di Sekeliling Bumi


Antariksa sejatinya tidak kosong, tidak juga sunyi. Kita memang tidak bisa mendengar secara langsung suara di ruang angkasa, tetapi berkat Van Allen probes, dua pesawat antariksa robotik milik NASA, kita bisa "menguping" suara-suara di sekeliling Planet Bumi.

Daerah di sekitar Bumi dipenuhi dengan garis medan magnet dan partikel enerjik yang terjebak, meluncur dalam tarian berkecepatan tinggi di sekitar planet. Partikel-partikel seperti ion dan elektron, terus menerus bertumbukan dengan jenis gelombang elektromagnetik yang dikenal sebagai gelombang plasma.

Gelombang plasma, seperti halnya gelombang samudra yang menderu, menciptakan hiruk pikuk berirama. Dengan alat yang tepat, kita bisa mendengarkan "nyanyian" ini melintasi ruang angkasa.

Berbagai jenis gelombang plasma dipicu oleh berbagai mekanisme, menempati wilayah ruang yang berbeda di sekitar Bumi. (NASA\'s Goddard Space Flight Center/Mary Pat Hrybyk-Keith)
Dua pesawat antariksa Van Allen dilengkapi dengan instrumen yang disebut Electric and Magnetic Field Instrument Suite and Integrated Science (EMFISIS) untuk mengukur gelombang listrik dan magnetik saat mereka mengitari Bumi.

Saat kedua pesawat antariksa itu berjumpa dengan gelombang, sensor-sensornya merekam perubahan frekuensi dari medan magnet dan listrik. Kemudian, para ilmuwan mengubah frekuensi tersebut ke dalam rentang pendengaran manusia, sehingga kita bisa mendengarkan suara-suara antariksa.

Suara yang ditimbulkan gelombang plasma berbeda-beda tergantung lokasinya. Gelombang mode siulan (whistler-mode wave), misalnya. Gelombang ini akan menciptakan suara berbeda ketika berada di plasmaphere, area di sekeliling Bumi yang dipadati oleh plasma dingin, dan ketika berada di luar plasmaphere.

Pertama, mari dengarkan dahulu suara gelombang plasma mode siulan sebelum tiba di plasmaphere:

Saat petir menyambar Bumi, pelepasan listrik dapat memicu gelombang plasma mode siulan. Beberapa gelombang berhasil lolos ke luar atmosfer dan memantul-mantul di sepanjang garis medan magnet Bumi antara kutub utara dan selatan. Karena petir menciptakan rentang frekuensi, dan frekuensi yang lebih tinggi bergerak lebih cepat ketimbang frekuensi rendah, maka suara yang terdengar akan naik-turun.

Ketika gelombang mode siulan ini berada di luar plasmaphere, suara yang terdengar berubah. Sebab, plasma di area ini lebih hangat dan agak renggang, sehingga suara yang dihasilkan pun berbeda drastis. Namanya pun berubah. Gelombang mode siulan sekarang menjadi gelombang chorus (chours wave). Dengarkan baik-baik gelombang chorus di berikut ini:

Rasanya seperti ada di kandang yang penuh dengan burung-burung berisik, ya! Gelombang chorus dihasilkan oleh elektron-elektron berenergi rendah yang menubruk plasma dan berbagi energinya dengan partikel yang sudah ada di plasma. Itulah yang menciptakan nada tinggi yang Anda dengar

Saat gelombang mode siulan bergerak memasuki plasmaphere, para ilmuwan menyebutnya sebagai desis plasmapheric. NASA mendeskripsikannya seperti suara radio statis, tapi sepertinya lebih mirip suara nafas berat seseorang yang memakai pakaian astronaut atau masker selam, deh.

Lantas, apa manfaatnya suara-suara antariksa ini bagi ilmu pengetahuan?

Jangan sampai Anda berpikir bahwa para ilmuwan NASA hanya kurang kerjaan dan memberikan kita jenis \'musik instrumental\' baru untuk menemani kegiatan melamun.

Suara-suara ini tentu saja memiliki nilai saintifik. Memahami bagaimana gelombang plasma dan partikel-partikel berinteraksi dengan plasmaphere dapat membuat kita memahami dan memprediksi cuaca ruang angkasa lebih baik. Dengan demikian, kita bisa melindungi satelit-satelit dan telekomunikasi kita di antariksa.

Thursday, August 11, 2022

Disangka Punah, Ular Berbisa Albany adder Kembali Ditemukan

Kebanyakan orang, mungkin termasuk Anda, tidak pernah mendengar mengenai ular Albany adder (Bitis cornuta albanica). Hal ini wajar saja. Sebab, ular tersebut sempat dikira punah hingga sekelompok pakar reptil menemukan empat ekor sekaligus dalam keadaan hidup dan sehat.

Para herpetolog menemukan keempat ular tersebut ketika sedang melakukan ekspedisi pencarian ular Albany adder di Afrika Selatan pada bulan November tahun lalu.

“Aku rasa kita tidak pernah berpelukan seerat itu. Kita bahkan berpelukan sambil loncat-loncat,” kata Grant Smith, petugas lapangan untuk Endangered Wildlife Trust yang bekerja sama dengan Rainforest Trust untuk pencarian ini.

Penemuan keempat ular tersebut memang sebuah rekor yang luar biasa. Sejak diidentifikasi pada tahun 1937, para peneliti hanya mampu menemukan 12 ekor Albany adder dan yang kelima ditemukan dalam keadaan mati tertabrak mobil.

Walaupun demikian, para peneliti berharap untuk dapat menemukan lebih banyak lagi.

“Aku pikir ular tersebut termasuk spesies yang paling terancam di dunia,” kata Bryan Maritz, koordinator regional untuk International Union for Conservation of Nature’s Viper Specialist Group, yang tidak ikut dalam ekspedisi.

Menurut Bryan, ada beberapa masalah yang perlu diselesaikan untuk melestarikan spesies tersebut. Salah satunya adalah habitat ular Albany adder yang terus menghilang akibat pertambangan dan urbanisasi.

“Ada rekaman sejarah di area-area sekitar Afrika Selatan, tetapi populasi di daerah tersebut telah dianggap punah karena tidak ada satu pun ular Albany adder yang terlihat di sana selama 40 tahun terakhir,” ucapnya.

Kini, kelompok-kelompok konservasi ular sedang berusaha untuk membeli habitat Albany adder yang tersisa.

“Intinya adalah, jika Anda mampu menjaga habitatnya, maka masalah lainnya juga akan ikut terselesaikan,” kata Smith menambahkan.

Lalu, untuk menjaga keamanan ular-ular tersebut dari pemburu, para herpetolog memutuskan untuk tidak memberitahukan lokasi pasti spesies tersebut ditemukan.

“Jika kolektor mengetahui di mana dan cara untuk menemukan mereka, spesies ini bisa benar-benar terancam,” ucap Maritz.