About

This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Monday, July 25, 2022

Illuminati: Ordo Rahasia untuk Melawan Penindasan Penguasa dan Agama

 


Nesta Helen Webster adalah pengarang berbagai buku antisemit dan sayap kanan dari Inggris pada paruh akhir abad ke-19 hingga pertengahan abad ke-20. Buku-bukunya cukup provokatif dengan menyalahkan kaum Yahudi sebagai sumber petaka dan guncangan di Eropa, termasuk tentang Revolusi Prancis di abad ke-17.

Dia juga menyalahkan Illuminati dan Freemason. Bahkan, lewat buku berjudul World Revolution: The Plot Against Civilisation, ia menggambarkan hubungan Illuminati, Yahudi, dan Marxisme dalam rencana besar untuk menguasai dunia.

Berbagai kritik sampai dugaan bahwa Webster adalah orang yang delusional, karyanya mendorong pengembangan teori konspirasi.

Lalu, dari manakah asal gagasan Iluminati—yang kini sepertinya ditakuti penganut teori konspirasi?

Barangkali, pemikir Jerman abad ke-18 Adam Weishaupt akan tercengang jika dia tahu gagasannya justru menjadi teori konspirasi global seperti yang dilakukan Webster dan Yahya.

Dia lahir tahun 1748 di Ingolstadt, Bavaria (kini bagian Jerman modern). Dia adalah keturunan Yahudi yang pindah agama ke Kristen, dan masuk sekolah Yesuit. Kemudian, Weishaupt menjadi profesor hukum alam dan hukum kanoik di University of Ingolstadt.

Bavaria saat itu adalah kawasan konservatif Katolik. Setelah membaca berbagai buku-buku filsuf Pencerahan Prancis di perpustakaan pamannya, Weishaupt memandang monarki dan gereja menindas kebebasan berpikir.

Melansir National Geographic, Weishaupt yakin bahwa ide-ide keagamaan tidak lagi menjadi sistem kepercayaan yang memadai untuk mengatur masyarakat modern. Ia memutuskan untuk menemukan bentuk lain dari "pencerahan", ide, dan praktik yang dapat diterapkan untuk mengubah cara negara-negara Eropa dijalankan secara radikal.

Bergabunglah ia dengan Freemasonry yang berkembang di seluruh Eropa. Awalnya, ia bergabung dengan salah satu loji karena menawarkan pemikiran bebas alternatif. Namun, sekian waktu Weishaupt kecewa dengan ide-ide Freemason dan mendirikan perkumpulan rahasianya sendiri berasama teman-temannya.


Ada banyakbuku hasil dari buah pemikirannya yang diterbitkan. Pandangannya, lewat Illuminati, menawarkan kebebasan "dari semua prasangka agamis; memupuk nilai-nilai sosial; dan menjiwainya dengan prospek kebahagiaan universal yang besar, layak, dan cepat."

Demi mencapai tujuan itu, perlu ada "keadaan kebebasan dan kesetaraan moral, bebas dari rintangan yang terus-menerus dilontarkan oleh subordinasi, pangkat, dan kekayaan."

Untuk pertama kalinya Illuminati mengadakan pertemuan pada malam 1 Mei 1776. Nama Illuminati berarti pencerahan (illuminatio). Di sana, di antara cahaya obor, Weishaupt dan teman-temannya menetapkan aturan. Kelak, semua kandidat harus mematuhi ini untuk masuk sebagai anggota agar reputasi perkumpulan tetap kuat dengan hubungan keluarga dan sosial yang mapan.

Mulanya, perkumpulan ini memiliki tiga tingkatan keanggotan ordo: pemula, minerval, dan minerval yang diterangi. Mereka memilih "minerval" sebagai dewi kebijaksanaan atau pengetahuan Romawi, Minverva, untuk mencerminkan tujuan mereka untuk menyebarkan pengetahuan sejati atau pencerahan. Minerva dalam mitologi Athena digambarkan sebagai burung hantu.

Ordo rahasia Weishaupt kemudian tumbuh dengan pesat pada tahun-tahun berikutnya. Diperkirakan ada 600 anggota pada tahun 1782.

Awalnya, ordo ini terbatas untuk mahasiswa Weishaupt, tetapi keanggotannya meluas hingga diikuti bangsawan, politis, dokter, pengacara, ahli hukum, intelektual, sampai penulis terkenal seperti Johann Wolfgang von Goethe. Pada akhir 1784, Illuminati memiliki 2.000 hingga 3.000 anggota.

Baron von Knigge memainkan peran yang sangat besar dalam organisasi dan ekspansi masyarakat. Sebagai mantan Freemason, dia mendukung untuk mengadopsi ritus yang mirip dengan mereka

Anggota Illuminati diberi nama "rahasia" simbolis yang diambil dari zaman klasik: Weishaupt adalah Spartacus dan Knigge adalah Philo. Tingkat keanggotaan juga menjadi hierarki yang lebih kompleks. Ada total 13 derajat inisiasi, dibagi menjadi tiga kelas. Yang pertama memuncak pada derajat illuminatus minor, yang kedua illuminatus dirigens, dan yang ketiga, raja.

Namun ordo Illuminati tidak bertahan lama. Ada faktor tekanan dari dalam dan eksternal. Weishaupt dan Knigge berebut tujuan dan prosedur ordo itu, yang pada akhirnya membuat Knigge harus meninggalkan persaudaraan tersebut.

Illuminati percaya bahwa wahyu adalah campuran dari kebenaran dan kebohongan. Joseph Utzschneider, mantan anggota menulis surat kepada Grand Duchess of Bavaria, bahwa Illuminati percaya bahwa bunuh diri itu sah, musuhnya harus diracuni, dan agama adalah hal yang absurd.

Utzschneider menyebutkan bahwa Illuminati berkonspirasi melawan Bavaria atas nama Austria. Kemudian, Bavaria menerbitkan dektrit pada 1784 yang melarang segala pembentukan perkumpulan tanpa seizin pemerintah di dalam hukum.

Illuminati terkena dampaknya, terutama setelah penguasa Bavaria mengeluarkan dekrit kedua pada Maret 1785 untuk mepertegas larangan. Ordo itu dibredel.

Polisi melakukan penangkapan anggota dan menemukan berbagai dokumen. Dokumen-dokumen itu dinilai sangat berbahaya, di antaranya berisi pembelaan tentang bunuh diri dan ateisme, rencana mendirikan cabang untuk ordo perempuan, dan instruksi medis untuk praktik aborsi. Bukti-bukti itu sangat kuat untuk menuduh ordo berkonspirasi melawan agama dan negara.

Dekrit ketiga diterbitkan oleh adipati Bavaria pada Agustus 1787. Isinya melarang adanya ordo Illuminati, dan menjatuhkan hukuman mati keanggotaan.

Dampaknya bagi Weishaupt adalah kehilangan jabatan di University of Ingolstadt dan dibuang. Dia menjalani sisa hidupnya di Gotha, Jerman, dan mengajar filsafat di University of Göttingen.

Meski organisasi itu dilarang dan hancur-lebur di Bavaria, warisan mereka bertahan. Banyak teori konspirasi yang dengan kelirunya menuduh Weishaupt membantu merencanakan Revolusi Prancis 1789, seperti yang dipaparkan Webster. Bahkan, ada juga yang menyebutkan Illuminati masih berjalan dan berkonspirasi dalam pembunuhan John F. Kennedy.

Gagasan Weishaupt masih bertahan dan memengaruhi fiksi populer seperti Angels & Demons karya Dan Brown. Organisasinya telah tiada, tetapi pemikirannya mewariskan paham-paham setelahnya untuk melawan kekuasaan yang menindas.

Saturday, July 23, 2022

Pengobatan Kuno Reduksi Darah yang Tak Jarang Membunuh Pasiennya


Selama ribuan tahun, para praktisi medis berpegang teguh pada keyakinan bahwa penyakit hanyalah akibat dari adanya sedikit "darah yang buruk". Darah yang dapat mendatangkan penyakit.

"Pertumpahan darah atau reduksi darah, diperkirakan dimulai sejak zaman bangsa Sumeria dan Mesir kuno," tulis Evan Andrews kepada History dalam artikel berjudul "7 Unusual Ancient Medical Techniques: Bloodletting" yang dipublikasikan pada 25 Maret 2014.

Apabila orang Mesir Kuno menderita migrain atau orang Sumeria Kuno mengalami demam, kemungkinan besar dokter akan mencoba satu pengobatan, mereduksi darah yang dianggapnya buruk karena kelebihan darah.

Dianggap sebagai salah satu praktik pengobatan tertua, pertumpahan darah atau pengobatan reduksi darah diperkirakan berasal dari Mesir kuno, kemudian menyebar ke Yunani Kuno, ketika dokter seperti Erasistratus, yang hidup pada abad ketiga SM, percaya bahwa semua penyakit berasal dari darah yang berlebihan.

Dokter berpengaruh seperti Hippocrates dan Galen menyatakan bahwa tubuh manusia dipenuhi dengan empat zat dasar—empedu kuning, empedu hitam, dahak, dan darah, sehingga perlu dijaga keseimbangannya untuk menjaga kesehatan tubuh.

Dengan pemikiran ini, pasien dengan demam atau penyakit lain sering didiagnosis dengan kelebihan darah.

"Sang dokter akan membuka pembuluh darah dengan lanset atau potongan kayu yang diasah, menyebabkan darah mengalir keluar dan masuk ke wadah yang telah disediakan," tulis Jennie Cohen kepada History.

Cohen menulis kepada History dalam artikelnya berjudul "A Brief History of Bloodletting" yang diterbitkan pada 30 Mei 2012, dan diperbaharui pada 29 Agustus 2018.

Untuk mengembalikan keharmonisan dan keseimbangan dalam tubuh, dokter-dokter kuno akan memotong pembuluh darah dan mengalirkan beberapa cairan vital mereka ke dalam wadah.

Praktisi biasanya merobek pembuluh darah atau arteri di lengan bawah atau leher, kadang-kadang menggunakan alat khusus yang menampilkan bilah tetap dan dikenal sebagai fleam.

"Dalam beberapa kasus, lintah bahkan digunakan untuk menyedot darah langsung dari kulit," sebutnya.

Proses mengeluarkan darah bertahan sebagai praktik medis umum hingga abad ke-19, ketika ilmu kedokteran kontemporer telah memengaruhi daratan Eropa.

Meskipun menjadi hal yang lumrah, praktik pengobatan reduksi darah ini juga dapat dengan mudah mengakibatkan kematian pasiennya karena kehilangan darah. Yang paling populer adalah kisah kematian George Washington.

Mantan presiden itu jatuh sakit, menderita demam dan sakit tenggorokan, serta sulit bernapas. Dokter segera bertindak, mengetahui bahwa dia harus mengeluarkan infeksi dari tubuh Washington secepat mungkin.

"Selama 10 jam berikutnya, tidak kurang dari 3,75 liter darah dikeluarkan dari tubuh Washington, dalam jumlah berkisar antara 12 hingga 18 ons sekaligus," tulis Katie Serena.

Serena menulisnya kepada All Thats Interesting dalam artikel yang berjudul "The Gross History Of Bloodletting And Medicine By Leeches" yang dipublikasi pada 18 September 2021.

Sebagai referensi, rata-rata manusia memiliki antara 4,7 dan 5,5 liter darah. Itu berarti bahwa lebih dari setengah dari semua darah di tubuh Washington telah dikeluarkan untuk kepentingan penyembuhan. Hingga Washington wafat diduga karena kehabisan darah.

Para pasien yang mengalami perobekan dibagian kulitnya, bisa saja mengeluarkan darah yang tidak terkontrol hingga menyebabkannya kekurangan darah, dan yang terburuk adalah kematian.

"Praktik ini akhirnya tidak lagi populer setelah penelitian medis terbaru menunjukkan bahwa itu mungkin lebih berbahaya daripada praktik lain yang dapat menyembuhkan sakit dengan tanpa membahayakan pasiennya," sambung Andrews.

Meski sudah jarang ditemui praktik reduksi darah di era modern ini, tetapi praktik pengobatan lintah dan reduksi darah yang lebih terkontrol masih digunakan sampai sekarang, sebagai pengobatan untuk penyakit langka tertentu.

Friday, July 22, 2022

Mengapa Pengurbanan Manusia Sering Dilakukan di Masa Lampau?


Pengurbanan manusia dipraktikkan di banyak kebudayaan kuno. Di Tiongkok dan Mesir, makam para penguasa disertai dengan lubang-lubang yang berisi ratusan jasad manusia. Jasad ini adalah para korban yang dipercaya dapat memberikan pertolongan di akhirat.

Jasad yang disembelih secara ritual ditemukan terkubur di sebelah cincin cawan lebur, kuali kuningan dan patung kayu di Eropa dan Kepulauan Inggris. Penjelajah dan misionaris awal mendokumentasikan pentingnya persembahan manusia dalam budaya Austronesia.

Di Amerika Tengah, bangsa Maya dan Aztec kuno mengekstraksi detak jantung para korban di altar kuil.

Hal ini menimbulkan pertanyaan: mengapa sesuatu yang mengerikan seperti pengurbanan manusia bisa begitu umum di masa lampau?

Mungkinkah pengurbanan manusia telah melayani beberapa fungsi sosial. Atau ini benar-benar menguntungkan setidaknya beberapa anggota masyarakat?

Apakah pengurbanan manusia dilakukan untuk kontrol sosial?

Menurut satu teori, pengurbanan manusia benar-benar berfungsi dalam masyarakat kuno. Hipotesis kontrol sosial menunjukkan pengurbanan manusia digunakan oleh elit sosial untuk meneror kelas bawah. Ini menjadi cara untuk menghukum pembangkangan dan menunjukkan otoritas. Pada akhirnya, pengurbanan manusia berfungsi untuk membangun dan memelihara sistem kelas dalam masyarakat.

Joseph Watts dari Universitas Auckland menguji apakah hipotesis kontrol sosial ini benar, khususnya di antara budaya-budaya di sekitar Pasifik.

Watts dan rekannya mengumpulkan informasi tentang 93 budaya tradisional Austronesia. Dengan menggunakan metode dari biologi evolusioner, mereka menguji bagaimana pengurbanan manusia memengaruhi evolusi sistem kelas sosial manusia prasejarah.

Nenek moyang bangsa Austronesia adalah penjelajah laut yang hebat. Mereka berasal dari Taiwan dan bermigrasi ke barat hingga Madagaskar, timur hingga Pulau Paskah, dan selatan hingga Selandia Baru. Ini adalah wilayah yang mencakup lebih dari setengah garis bujur dunia.

Budaya-budaya ini terdiri dari komunitas kecil, egaliter, berbasis keluarga. Namun ada juga yang kompleks dengan keluarga kerajaan, budak, dan ratusan ribu orang.

“Pengurbanan manusia dilakukan di 43% budaya yang kami pelajari,” ungkap Watts. Peristiwa yang menuntut pengurbanan manusia termasuk kematian kepala suku, pembangunan rumah dan kano, persiapan perang. Juga wabah epidemi dan pelanggaran tabu sosial utama.

Bagaimana pengurbanan manusia dilakukan? Wats menuturkan, “Ini bisa terjadi dalam beragam bentuk.” Termasuk pencekikan, pemukulan, pembakaran, penguburan, penenggelaman, dihancurkan di bawah sampan yang baru dibangun. Sebagian korban bahkan digulingkan dari atap dan kemudian dipenggal.

Di Austronesia, pengurbanan manusia adalah hal yang biasa dalam budaya dengan sistem kelas yang ketat. Namun langka dalam budaya egaliter. Ini adalah korelasi yang menarik, tapi tidak memberi tahu informasi apakah pengurbanan manusia berfungsi untuk membangun sistem kelas sosial. Atau sebaliknya, apakah sistem kelas sosial menyebabkan pengurbanan manusia.

Dimanfaatkan oleh para elit

“Kami merekonstruksi prasejarah Austronesia dan menguji bagaimana pengurbanan manusia serta struktur sosial berevolusi,” jelas Watts.

Rekonstruksi ini dapat menguji apakah pengurbanan manusia terkait dengan sistem kelas sosial. Selain itu juga mendapatkan arah kausalitas berdasarkan apakah pengurbanan manusia cenderung muncul sebelum atau sesudah sistem kelas sosial.

Hasil penelitian Watts menunjukkan bahwa pengurbanan manusia cenderung mendahului sistem kelas yang ketat dan membantu membangunnya. Terlebih lagi, pengurbanan manusia membuat budaya sulit untuk menjadi egaliter lagi.

Ini memberikan dukungan kuat untuk hipotesis kontrol sosial pengurbanan manusia.

Di Austronesia, korban kurban manusia seringkali berstatus lebih rendah, seperti budak. Sedangkan pelakunya berstatus tinggi, seperti kepala suku atau pendeta. Ada banyak tumpang tindih antara sistem agama dan politik. “Dalam banyak kasus para kepala suku dan raja sendiri diyakini sebagai keturunan para dewa,” Watts menuturkan.

Dengan demikian, sistem agama menyukai elit sosial, dan mereka yang menyinggung mereka memiliki kebiasaan menjadi korban manusia. Bahkan ketika tabu yang dilanggar secara ketat membutuhkan pengurbanan manusia, ada fleksibilitas dalam sistem dan hukuman tidak seimbang.

Misalnya, di Hawaii, seseorang yang melanggar tabu utama dapat menggantikan kehidupan seorang budak dengan kehidupan mereka sendiri. Ini dapat dilakukan asalkan mereka mampu membeli seorang budak.

Pengurbanan manusia bisa menjadi sarana kontrol sosial yang sangat efektif karena memberikan pembenaran supernatural untuk hukuman. Ini juga berfungsi ‘pengingat’ bagi orang lain agar tidak melakukan hal yang sama. Oleh karena itu, pengurbanan manusia menunjukkan kekuatan tertinggi para elit.

Tumpang tindih antara sistem agama dan sekuler dalam kebudayaan kuno berarti bahwa agama rentan untuk dieksploitasi oleh penguasa. “Penggunaan pengurbanan manusia sebagai alat kontrol sosial memberikan gambaran mengerikan tentang seberapa jauh hal ini bisa terjadi,” Watts menambahkan.

 

Thursday, July 21, 2022

Asal-Usul Oumuamua yang Disangka Kapal Alien Akhirnya Terjelaskan

Asal-usul Oumuamua akhirnya bisa terjelaskan. Objek interstellar atau antarbintang yang melewati Bumi pada 2017 itu pernah disangka sebagai kapal alien.

Nama Oumumua yang diberikan untuk objek aneh itu berasal dari bahasa Hawaii yang berarti "pengintai" atau "pembawa pesan". Sebab, objek itu diyakini telah melakukan perjalanan dari sistem bintang lain. inilah yang menjadikannya sebagai objek antarbintang pertama yang pernah terdeteksi.

Tapi objek apakah Oumuamua itu? Beberapa peneliti, termasuk astronom Harvard University Avi Loeb, mengemukakan bahwa benda itu adalah pesawat luar angkasa alien. Yang lain menduga itu adalah asteroid, atau mungkin komet antarbintang.

Kini, sepasang makalah yang telah diterbitkan di dalam jurnal American Geophysical Union menawarkan teori lain, yakni bahwa Oumuamua adalah pecahan dari sebuah planet kecil dari Tata Surya yang berbeda.

"Kami mungkin telah memecahkan misteri apa itu 'Oumuamua, dan kami dapat mengidentifikasinya sebagai bagian dari 'exo-Pluto', sebuah planet mirip Pluto di Tata Surya lain," kata Steven Desch, astrofisikawan di Arizona State Universitas yang menjadi salah satu peneliti dalam riset tersebut, seperti dilansir Business Insider.


Desch dan rekan-rekan penelitinya meyakini bahwa setengah miliar tahun yang lalu, sebuah benda luar angkasa menghantam planet induk Oumuamua. Kejadian tersebut kemudian melemparkan dan membawa Oumuamua menuju Tata Surya kita.

Begitu mendekati Matahari, menurut penjelasan mereka, Oumuamua bergerak makin cepat karena sinar Matahari menguapkan bagian es pada tubuhnya. Komet juga memiliki pola gerakan semacam itu, atau yang dikenal sebagai "efek roket".

Karena susunan material pada Oumuamua tidak diketahui, para peneliti menghitung jenis es apa yang akan menyublim (berubah dari padat menjadi gas) pada tingkat yang dapat menjelaskan efek roket Oumuamua. Mereka menyimpulkan bahwa objek tersebut kemungkinan besar terbuat dari es nitrogen, seperti permukaan Pluto dan bulan Neptunus, Triton.

Saat mendekati Tata Surya kita, dan berarti mendekayti Matahari, Oumuamua mulai melepaskan lapisan nitrogen bekunya. Benda itu memasuki Tata Surya kita pada tahun 1995, meskipun kita tidak menyadarinya pada saat itu, kemudian kehilangan 95 persen massanya dan mencair menjadi serpihan, menurut para peneliti iru.

Pada saat para astronom menyadari keberadaan Oumuamua pada tahun 2017, ia telah menjauh dari Bumi dengan kecepatan 315.431 kilometer per jam (196.000 mph). Jadi mereka hanya punya beberapa minggu untuk mempelajari benda aneh berukuran gedung pencakar langit itu.

Beberapa teleskop di Bumi dan satu di luar angkasa melakukan pengamatan terbatas pada Oumuamua saat objek terbang dan melayang di luar angkasa. Namun begitu, para astronom tidak dapat memeriksanya secara penuh. Oumuamua sekarang sudah terlalu jauh dan terlalu redup untuk diamati lebih jauh dengan teknologi yang ada.


Begitu sedikitnya informasi mengenai Oumuamua yang bisa dikumpulkan oleh para peneliti telah meninggalkan ruang bagi para ilmuwan untuk menawarkan hipotesis mengenai indentitas objek tersebut dan dari mana asalnya. Oumuamua awalnya diklasifikasikan sebagai komet, tetapi faktanya objek tersebut tidak mengeluarkan gas seperti komet.

Putaran, kecepatan, dan lintasan Oumuamua yang tidak dapat dijelaskan hanya dengan teori gravitasi juga menunjukkan bahwa objek tersebut bukanlah asteroid. Selain itu, bentuk dan profil objek tersebut --panjangnya sekitar seperempat mil (402 meter) tetapi lebarnya hanya 34,75 meter (114 kaki)-- juga tidak cocok dengan bentuk komet atau asteroid mana pun yang pernah diamati sebelumnya.

Dari keunikan gerakannya itu, lalu muncullah teori bahwa Oumuamua adalah pesawat luar angkasa alien. Karena Oumuamua tampaknya berakselerasi atau memiliki percepatan dalam geraknya, bukannya melambat, astronom bernama Avi Loeb sempat berteori bahwa objek itu adalah pesawat luar angkasa alien.

Dalam sebuah buku yang diterbitkannya pada bulan Januari, berjudul Extraterrestrial: The First Sign of Intelligent Life Beyond Earth, Loeb menggambarkan Oumuamua sebagai bagian dari teknologi alien yang mati. Namun, sebuah studi pada tahun 2019 dari sekelompok astronom internasional yang menganalisis semua data Oumuamua yang tersedia, menyimpulkan bahwa teori Loeb tidak mungkin atau tidak masuk akal.

Maka kini, penjelasan sekelompok peneliti dalam studi terbaru tadi, tampaknya memang yang paling masuk akal dengan mengaitkan kecepatan unik gerakan Oumuamua dengan "efek roket". Selain itu, mereka juga memberi penjelasan bahwa bentuk unik Oumuamua dipengaruhi oleh komposisi nitrogen beku yang ada padanya.

"Saat lapisan luar es nitrogen menguap, bentuk tubuh akan semakin rata, seperti halnya sebatang sabun saat lapisan luar terkelupas saat digunakan," kata Alan Jackson, peneliti lainnya, dalam studi tersebut.

Jadi, dengan penjelasan terbaru ini, apakah masih ada yang percaya bahwa Oumuamua adalah kapal alien?

Wednesday, July 20, 2022

Hiperkarnivora Gigi Pisau Hidup di California 42 Juta Tahun Lalu


Fosil tak dikenal yang dikumpulkan lebih dari tiga dekade lalu sebenarnya adalah spesies misterius karnivora bertaring tajam. Ia pernah mengintai mangsa di hutan hujan kuno California Selatan.

Fosil itu termasuk tulang rahang bawah yang hampir lengkap dan satu set gigi yang terpelihara dengan baik, menurut sebuah studi baru, yang diterbitkan Selasa, 15 Maret 2022 di jurnal PeerJ. Ahli paleontologi di Museum Sejarah Alam San Diego (The Nat) awalnya mengumpulkan spesimen tersebut pada tahun 1988 dari sebuah situs yang dikenal sebagai Formasi Santiago di Oceanside, sebuah kota di San Diego County, California. Formasi geologis diperkirakan berusia sekitar 42 juta tahun, sehingga fosil dari situs tersebut berasal dari zaman Eosen (55,8 juta hingga 33,9 juta tahun yang lalu), menurut American Museum of Natural History.

Ketika fosil tulang rahang pertama kali ditemukan, "itu telah diidentifikasi dengan sangat tepat sebagai hewan pemakan daging," kata rekan penulis studi Ashley Poust, seorang peneliti postdoctoral dalam paleontologi vertebrata di Nat. Spesimen itu memiliki "gigi besar, pengiris, penggunting" yang idealnya cocok untuk merobek-robek daging segar, daripada untuk mengunyah kacang atau menggerogoti tulang, kata Poust.

Ahli paleontologi museum awalnya mengira gigi yang kuat ini mungkin milik nimravid, sejenis hiperkarnivora mirip kucing, hewan yang makanannya sebagian besar terdiri dari daging. Nimravids sering disebut "kucing bertaring tajam palsu," karena mereka menyerupai kucing yang masuk dalam keluarga Felidae seperti kucing sebenarnya. 

Namun, rekan penulis studi Hugh Wagner, seorang ahli paleontologi di Nat, kemudian menyarankan bahwa tulang rahang mungkin milik kelompok hiperkarnivora yang lebih misterius dengan sedikit representasi dalam catatan fosil: machaeroidines. Sisa-sisa binatang aneh ini telah ditemukan hanya di lokasi tertentu di Asia dan Amerika Utara, dan sebelum studi baru, hanya 14 spesimen yang pernah ditemukan, menurut laporan PeerJ. Kelompok yang sekarang punah termasuk karnivora mamalia bergigi pedang paling awal yang diketahui, yang tidak berkerabat dekat dengan karnivora hidup mana pun.

Dua dari spesimen ini—kerangka parsial dan tulang rahang—ditemukan di Wyoming dan Utah dan dijelaskan di bagian makalahsebelumnya oleh penulis pertama studi tersebut Shawn Zack. Dia merupakan asisten profesor di Fakultas Kedokteran Universitas Arizona dan ahli karnivora kuno. Untuk makalah baru, Zack, Poust dan Wagner bekerja sama untuk memeriksa kembali tulang rahang karnivora yang membingungkan dalam koleksi Nat dan menentukan, sekali lagi, apakah itu milik machaeroidine.

Tim mengambil foto fosil dari berbagai sudut untuk membangun model 3-D rinci dari tulang dan gigi, dan setelah pemeriksaan menyeluruh, mereka memastikan bahwa spesimen itu bukan hanya machaeroidine, tetapi genus dan spesies yang belum pernah terlihat sebelumnya-machaeroidine.

Mereka menamai makhluk yang baru ditemukan itu Diegoaelurus vanvalkenburghae untuk menghormati San Diego County, tempat spesimen itu ditemukan, dan ilmuwan Blaire Van Valkenburgh, mantan presiden Society of Vertebrate Paleontology yang karyanya sangat memengaruhi pemahaman ilmuwan tentang evolusi karnivora.

"Menemukan kelompok khusus ini cukup mengejutkan," karena tidak ada spesimen machaeroidine lain di AS yang ditemukan di sebelah barat Pegunungan Rocky, kata Poust dilansir dari Live Science. "Kami sama sekali tidak tahu bahwa ini terjadi di sini."

Berdasarkan ukuran tulang rahang, para peneliti menentukan bahwa D. vanvalkenburghae seukuran kucing hutan, menurut penelitian tersebut. Hewan itu memiliki gigi seperti pisau, mengiris di bagian belakang mulutnya dan memiliki "semacam gigi yang berkurang di bagian depan-itu benar-benar kehilangan gigi pertama di belakang taring bawahnya," kata Poust. Kucing modern juga memiliki celah di belakang gigi taring bawah mereka, untuk memberi ruang bagi gigi taring atas mereka yang besar untuk menggigit, katanya. Selain celah ini, D. vanvalkenburghae memiliki dagu tulang yang menurun yang juga akan membantu mengakomodasi gigi pedangnya yang mengesankan.

Sekitar 42 juta tahun yang lalu, D. vanvalkenburghae hidup di lingkungan yang sangat berbeda dari yang dapat ditemukan di San Diego County saat ini, Poust mencatat.

Eosen dimulai dengan periode pemanasan yang ekstensif, yang memicu pertumbuhan hutan hujan di seluruh dunia, menurut American Museum of Natural History. Fosil yang ditemukan dari Formasi Santiago menunjukkan bahwa hutan hujan lebat California Selatan kuno pernah menjadi rumah bagi primata mirip lemur, marsupial, tapir dan badak kecil. Secara teori, D. vanvalkenburghae mungkin memangsa hewan-hewan ini, meskipun makanan pemangsa yang tepat tidak diketahui, kata Poust.

“Spesies baru membantu mengisi catatan fosil machaeroidine yang jarang, tetapi juga menimbulkan pertanyaan baru tentang predator mirip kucing,” kata Poust.

Misalnya, apakah D. vanvalkenburghae pernah hidup berdampingan dan bersaing memperebutkan mangsa dengan nimravids? Sisa-sisa nimravid tertua yang ditemukan di AS kira-kira 5 juta tahun lebih muda dari D. vanvalkenburghae , sehingga sebagian akan bergantung pada kapan machaeroidine punah. Waktu dan alasan yang tepat untuk kepunahan ini juga tetap misterius, meskipun jelas bahwa machaeroidine mati jutaan tahun sebelum munculnya kucing bertaring tajam (Smilodon), catat Poust.

Wednesday, July 13, 2022

Rahasia Baru Tersingkap Berkat Temuan Arkeologi di Ibu Kota Mesir Kuno



Penemuan arkeologi baru di kawasan arkeologi Matariyyah di Mesir telah menyingkap lebih banyak rahasia yang terkait dengan Kota Matahari, Heliopolis. Hal itu disampaikan oleh para arkeolog yang beroperasi di kawasan yang menjadi bekas wilayah ibu kota Mesir kuno tersebut.

Tim arkeolog Mesir-Jerman mengumumkan penemuan baru tersebut pada 5 November 2021. Beberapa penemuan arkeologi yang baru saja mereka dapatkan selama bekerja di situs tersebut adalah bagian fasad barat dan utara kuil Raja Nectanebo I yang memerintah Mesir kuno antara tahun 380-363 Sebelum Masehi. Fasad kuil itu terletak di pusat Kuil Agung Heliopolis di Matariyyah, timur Kairo.

Dikutip dari Al-Monitor, Heliopolis merupakan ibu kota paling kuno di dunia. Kota ini merupakan pusat agama, ilmiah, dan filosofis paling kuno sebelum Mesir bersatu sekitar tahun 3100 Masehi.

Misi arkeologi telah dilakukan di kawasan bekas kota Heliopolis ini selama sekitar 15 tahun. Misi ini telah menemukan banyak blok basal yang diukir dengan nama-nama bagian Mesir Hilir, termasuk blok-blok yang mewakili nama-nama Heliopolis, di samping blok-blok nama-nama lain di Mesir Hilir.

Penemuan blok-blok basal tersebut disampaikan oleh Sekretaris Jenderal Dewan Tertinggi Kepurbakalaan Mesir, Mustafa Waziri, dalam sebuah pernyataan. Dalam pernyataan tersebut juga disebutkan bahwa Dietrich Rau, ketua tim arkeologi Jerman, mengatakan bahwa bagian barat poros utama Kuil Nectanebo kini sedang dipelajari.

Tim arkeolog juga menemukan bagian-bagian dari patung Ramses II, bagian dari patung babun, alas dan bagian dari obelisk kuarsit dari masa pemerintahan Firaun Osorkon I (925-890 Sebelum Masehi), dan bagian dari barang-barang ibadah seperti meja persembahan untuk Firaun Thutmosis III (1479-1425 Sebelum Masehi), menurut pemaparan Rau. Penemuan ini mengungkapkan bukti adanya aktivitas raja-raja dari Dinasti ke-13 dan era Ptolemeus di wilayah ini pada masa lampau.

Ayman Ashmawy, Kepala Sektor Purbakala Mesir Kuno di Dewan Tertinggi Purbakala Mesir, mengatakan bahwa penemuan itu sangat penting. Dia mengatakan bahwa penemuan itu telah memberikan gambaran yang lebih jelas tentang tempat-tempat yang pernah dihancurkan di kemudian hari di Ain Syams (timur Kairo).

Pada bulan Mei 2016, misi arkeologi yang bekerja di sana untuk pertama kalinya menemukan gerbang timur kuil Firaun Nectanebo I dari Dinasti ke-30 Mesir Kuno. Firaun Nectanebo I menghabiskan sebagian besar masa pemerintahannya membela kerajaannya dari penaklukan kembali Persia dengan bantuan Sparta atau Athena dari waktu ke waktu. Barulah pada November 2021 ini, bagian gerbang barat dan utara kuil itu ditemukan, kata Ashmawy.

Ashmawy menjelaskan bahwa prasasti-prasasti yang terpahat di batu-batu gerbang itu mengacu pada tahun ke-13 dan ke-14 pemerintahan Nectanebo (367-366 Sebelum Masehi). Begitu pula material-material yang digunakan untuk kuil itu dan ukurannya, juga menunjukkan era pemerintahan tersebut.

Ashmawy juga memaparkan bahwa beberapa batu kuil memiliki prasasti yang tidak lengkap. Hal ini mungkin menyiratkan bahwa tidak ada pekerjaan dekoratif lebih lanjut yang dilakukan di kuil setelah kematian Nectanebo I pada 361 Sebelum Masehi.

Menurutnya, penemuan ini juga menunjukkan dukungan kerajaan yang berkelanjutan dan investasi besar di kuil matahari Ra, dewa pencipta Mesir Kuno, di Heliopolis.

Lebih lanjut, penemuan tersebut juga menunjukkan bahwa kuil itu kemudian digunakan sebagai tambang untuk membangun obelisk dan kuil di era Romawi. Adapun para era Islam orang-orang Mesir menggunakan batu-batu kuil itu untuk membangun rumah dan fasilitas-fasilitas lainnya.

Otoritas Mesir mengatakan bahwa barang-barang antik yang ditemukan itu akan ditampilkan di museum terbuka di Matariyyah, setelah selesainya pekerjaan restorasi di sana.

Pada Februari 2018, Kementerian Purbakala Mesir meresmikan Museum Agung Mesir di Masala, di Matariyyah, untuk menceritakan sejarah kota Mesir paling kuno, Heliopolis.

Museum ini menyimpan 135 artefak yang berasal dari Kerajaan Lama hingga Kerajaan Baru Mesir kuno, terutama obelisk Raja Senusret I, dan obelisk lainnya di daerah tersebut, termasuk bagian dari obelisk Firaun Teti I, salah satu raja dari Dinasti ke-6 .

Hussein Abdel Basir, direktur Museum Purbakala di Bibliotheca Alexandrina, mengatakan bahwa penemuan itu sangat penting dan menegaskan bahwa Matariyyah terletak di lautan patung.

Dia mengatakan kepada bahwa kota Heliopolis adalah kuburan di timur Sungai Nil, mirip dengan Saqqara yang merupakan kuburan di barat Sungai Nil, dan Luxor di selatan.

Kota itu sangat terkenal selama berabad-abad, dan menurut Alkitab, Nabi Yusuf menikah di sana dengan putri Potifar, seorang imam besar Heliopolis.

 

Tuesday, July 12, 2022

Makam Bendahara Kerajaan Firaun Mesir Ditemukan di Nekropolis Saqqara


Sebuah misi arkeologi dari Cairo University berhasil mendapatkan penemuan besar. Misi tersebut berhasil menemukan makam Ptah-M-Wiah, seorang pejabat tinggi Mesir kuno dan kepala perbendaharaan pada masa pemerintahan Raja Ramses II.

Ramses II adalah firaun atau penguasa ketiga dari Dinasti ke-19 Mesir kuno. Dia memerintah wilayah Mesir kuno sejak tahun 1279 Sebelum Masehi hingga 1213 Sebelum Masehi.

"Apa yang membuat makam ini unik adalah area tempat makam itu ditemukan," ujar Ola El Aguizy, arkeolog yang memimpin misi arkeologi yang menemukan makam tersebut.

Makam bendahara kerajaan firaun Mesir ini ditemukan di nekropolis Saqqara, di kegubernuran Giza, Mesir. Nekropolis Saqqara adalah sebutan untuk kompleks kuburan kuno yang menampung jasad-jasad para petinggi dari Memphis, ibukota Mesir kuno.

"Sejumlah pemimpin militer, negarawan, dan bangsawan yang sangat penting dimakamkan di sana, sebagian besar berasal dari masa pemerintahan Ramses II," papar El Aguizy seperti dikutip dari The National.

El Aguizy menambahkan bahwa Horemheb, pemimpin militer terkenal yang menjadi firaun dan menguasai dinasti ke-19 Mesir kuno –dari tahun 1292 Sebelum Masehi hingga 1189 Sebelum Masehi– ditemukan terkubur di dekat makam Ptah-M-Wiah itu.

Penggalian makam tersebut diawasi oleh sekretaris jenderal Dewan Tertinggi Kepurbakalaan Mesir, Mostafa Waziri. Dia mengatakan bahwa penemuan makam Ptah-M-Wiah ini sangat penting karena posisinya yang tinggi di Kabinet Ramses II.

Selain menjadi bendahara kerajaan, Ptah-M-Wiah juga menjabat sebagai juru tulis kerajaan, kepala pengawas ternak dan administrator utama pemerintah untuk urusan persembahan kepada dewa di kuil Ramses II di Thebes, Luxor modern.

El Aguizy juga menyoroti peran bergengsi yang diemban Ptah-M-Wiah semasa hidupnya. "Kami tahu melalui prasasti bahwa dia memimpin ternak seluruh kerajaan, yang merupakan peran yang sangat terhormat," tuturnya.

"Selain itu, dia mengawasi semua ritual pengorbanan di kuil-kuil di Thebes, yang merupakan pusat keagamaan kerajaan pada saat itu."

"Jadi pengaruhnya ada di kerajaan atas dan bawah, yang mana bukanlah prestasi kecil," ucap El Aguizy.

Tim peneliti dari Cairo University telah menggali harta Mesir kuno selama lebih dari satu abad. Menurut mereka, penemuan makam Ptah-M-Wiah ini sangat cocok dengan kemegahan penemuan sebelumnya di daerah tersebut.

"Makam itu sendiri sangat mirip dengan makam-makam lain yang kami temukan di daerah itu sebelumnya, yang sebagian besar berasal dari era Ramesside Kerajaan Baru," kata El Aguizy.

Era Ramesside adalah periode kekuasaan yang berlangsung pada dinasti ke-19 dan ke-20 Mesir kuno, antara tahun 1292 Sebelum Masehi dan 1075 Sebelum Masehi. Periode kekuasaan ini terkenal akan kemakmurannya, seperti yang ditunjukkan oleh keagungan harta karun arkeologisnya.


Seperti kebanyakan makam era Ramesside lainnya, Makam Ptah M Wiah juga terdiri atas pintu masuk megah yang dihiasi dengan bangunan yang menggambarkan pemandangan dari kehidupan penghuninya dan memiliki dua kamar dalam.

Kamar pertama biasanya dibiarkan kosong, sedangkan kamar kedua akan lebih banyak hiasan, menampilkan kolom-kolom dekoratif yang mengapit mumi yang terkubur.

Di dalam makam Ptah-M-Wiah juga ditemukan sejumlah balok batu. Menurut El Aguizy, balok-balok batu itu pernah menjadi bagian dari langit-langit dan dinding makam, tetapi telah runtuh selama berabad-abad.

Jenis keausan seperti ini merupakan ciri khas makam-makam lain yang ditemukan di daerah tersebut, katanya.

Di salah satu dinding makam yang berdiri ada lukisan besar yang menggambarkan prosesi orang-orang yang membawa sesaji yang diakhiri dengan adegan anak sapi yang disembelih.

"Kami menemukan pemandangan alam baka yang sangat mencolok – gaya makam Ramesside benar-benar rumit dan sangat indah," ucap El Aguizy kagum.

Waziri mengatakan artefak-artefak tersebut akan dikatalogkan dan kemudian ditempatkan kembali di makam itu pada posisi aslinya. Harapannya, temuan arkeologis yang mencolok dan indah itu dapat dilihat oleh para pengunjung saat nantinya tempat itu sudah dibuka untuk wisatawan.

Monday, July 11, 2022

Alien Mungkin Menggunakan Bintang untuk Berkomunikasi Satu Sama Lain


Menurut perwira senior Seth Shostak di Search for Extra-Terrestrial Intelligence (SETI), kita akan menemukan keberadaan kehidupan di luar bumi yang cerdas dalam waktu 20 tahun mendatang. Sebuah perkiraan waktu yang benar-benar membuat kita menjadi penasaran. Benarkah alien itu ada?

Berdasarkan kemajuan teknologi terbaru dari teleskop luar angkasa di tahun-tahun mendatang, para ilmuwan yakin bahwa kita suatu saat benar-benar akan mengonfirmasi di mana kita tidaklah sendirian di alam semesta ini.

Akan tetapi, jika alien itu ada, bagaimana cara mereka berkomunikasi? Sebuah studi baru yang dilakukan oleh fisikawan kuantum Imperial College London, Terry Rudolph, menunjukkan bahwa alien dapat menggunakan bintang untuk berkomunikasi satu sama lain secara diam-diam.


Rudolph menulis pemikirannya yang terbit di arXiv pada 27 Juli 2021, berjudul Perhaps they are everywhere? Undetectable distributed quantum computation and communication for alien civilizations can be established using thermal light from stars. Dia menyatakan bahwa alien bisa menggunakan bintang untuk mengirim pesan ke orang lain di luar angkasa. Mereka memanfaatkan kekuatan foton terjerat dari berbagai bintang untuk mengirim pesan tersembunyi ini. Gagasan komunikasi ini tampaknya berkedip secara acak kepada orang lain. Meskipun itu murni spekulasi, tetapi ini sangatlah mungkin dari segi fisika.

Sebagaimana dilansir Tech Explorist, Rudolph mencatat dalam makalahnya, "Difraksi ruang bebas foton mendistribusikan keterikatan yang sangat berguna: penerima mode yang disebarkan dapat melakukan perhitungan kuantum terdistribusi hanya menggunakan optik linier dan penghitungan foton."

Fenomena keterjeratan kuantum terjadi ketika dua atau lebih partikel berinteraksi sedemikian rupa sehingga keadaan kuantum setiap partikel kelompok tidak dapat dijelaskan secara independen dari keadaan yang lain, termasuk ketika partikel dipisahkan oleh jarak yang jauh. Artinya, pengamatan terhadap salah satu partikel terjerat dapat secara otomatis mengungkapkan informasi tentang partikel terjerat lainnya.


Akan tetapi, bagaimana hubungan ini dengan komunikasi alien? Dalam makalahnya, Rudolph menyatakan bahwa, “Spekulasi dalam judul tersebut muncul dari pengamatan lebih lanjut bahwa cara alami bagi peradaban yang berhati-hati untuk menyembunyikan distribusi keterikatan fotonik mereka adalah dengan menggunakan cahaya termal yang telah dipancarkan dari berbagai bintang yang mereka kunjungi.”

Keterikatan kuantum telah ditunjukkan secara eksperimental dengan foton dalam komunikasi. Itu hanya membutuhkan penerima untuk hanya menggunakan optik linier (interferometer pasif) dan penghitungan jumlah foton untuk dapat berkomunikasi secara klasik.

Untuk komunikasi seperti itu, mereka harus mengetahui jumlah foton dalam mode yang telah mereka pilih untuk digunakan. Ini akan mengharuskan melakukan pengukuran kuantum non-pembongkaran nomor foton.

"Karena cahaya termal yang mereka ukur adalah diagonal dalam basis angka, bahkan proses ini pada prinsipnya dapat dianggap tidak dapat dibedakan oleh kita yang dikecualikan dari percakapan." kata Rudolph.

Foton bergerak dengan kecepatan 186.282 mi/s, merambat miliaran tahun cahaya, dan mempertahankan koherensi kuantum yang signifikan.

“Salah satu konsekuensinya adalah bahwa peradaban yang cukup maju dapat melakukan pengukuran kuantum non-penghancuran nomor foton pada mode cahaya yang sesuai yang dipancarkan dari bintang, sedemikian rupa sehingga keterikatan skala besar yang berguna didistribusikan oleh partikel bebas berikutnya. perambatan ruang dari cahaya itu melalui alam semesta,” pungkas Rudolph.


Komunikasi kuantum memang telah diketahui menjanjikan sebagai komunikasi generasi berikutnya yang sangat aman. Tapi, apakah itu benar-benar mungkin dalam skala besar?

Eksperimen baru yang dilakukan antara satelit di orbit dan stasiun di darat, menunjukkan bahwa itu sangatlah mungkin. Ini juga dapat menawarkan cara yang menjanjikan untuk menjamin keamanan tanpa syarat untuk tautan optik satelit-ke-darat dan antar-satelit, dengan menggunakan protokol informasi kuantum sebagai distribusi kunci kuantum.

Jadi, apakah alien itu benar-benar ada? Mungkin kita hanya perlu menunggu beberapa dekade ke depan untuk mengetahuinya.

Friday, July 8, 2022

Kita Tidak Akan Pernah Bertemu Alien Cerdas, Klaim Ahli Sains

Pencarian kehidupan lain di luar Bumi, sepertinya telah lama dilakukan oleh para ilmuwan, namun belum ada satu pun hasil yang memuaskan. Bahkan untuk menemukan satu planet saja yang benar-benar persis kondisinya seperti Bumi itu teramat sulit. Sedangkan,  sebagian dari kita masih percaya bahwa ada kehidupan cerdas (alien) di luar sana yang sedang memperhatikan kita, atau bisa saja belum kita temukan.

Pencarian alien cerdas ini sudah melibatkan banyak orang, baik itu ilmuwan, maupun organisasi-organisasi tertentu yang dibentuk sengaja untuk tujuan ini.

Seorang penulis sains, Alex Berezow memiliki pandangannya sendiri tentang hal ini. Malah ia merupakan salah satu dari sekian banyak orang yang menentang keberadaan alien.


“Tidak masalah jika kehidupan cerdas ada di tempat lain. Kita tidak akan pernah menemukan satu sama lain,” kata Alex Berezow dalam laporan Mind Matters.

Pertanyaan apakah kita sendirian di alam semesta tetap menjadi salah satu teka-teki filosofis terbesar di zaman kita. Meskipun tampaknya hampir tidak terbayangkan bahwa peradaban kita hanya sendirian di alam semesta yang luas ini, tapi faktanya, bukti yang akurat tentang keberadaan mereka masih belum kita temukan.

Dari perkataan singkat Berezow di atas, sudah jelas sebenarnya yang ia yakini bukanlah ada atau tidaknya alien di luar sana, melainkan susahnya peluang kita untuk dapat menghubungi ‘mereka’.


Akan tetapi, bagi sebagian orang, pertanyaannya bukanlah apakah peradaban alien yang cerdas itu ada atau tidak, melainkan apakah ada kemungkinan kita akan pernah bersentuhan dengan mereka atau tidak.

Ini menjadi sebuah polemik tersendiri dalam usaha pencarian peradaban lain selain di Bumi.

Berezow, yang merupakan editor eksekutif Big Think, menerima kemungkinan bahwa alien memang ada, tetapi dia menyakini bahwa hampir tidak ada kemungkinan kita dapat bertemu dengan mereka.


"Berkat kemajuan dalam astrofisika, kita sekarang tahu bahwa di Bima Sakti saja, ada miliaran eksoplanet, membuat sebagian besar komunitas ilmiah menyimpulkan bahwa kehidupan mungkin ada di tempat lain di alam semesta," kata Berezow.

"Mereka yang tidak percaya sekarang dianggap kooks. Sementara kasus penculikan alien masih belum menjadi arus utama. UFO begitu banyak, sehingga intelijen AS baru saja mengeluarkan laporan tentang mereka," imbuhnya.

Argumen utama yang menentang kemungkinan kita dapat bersentuhan dengan alien adalah bahwa pencarian makhluk itu hanyalah perjalanan antariksa melintasi jarak begitu jauh yang sama sekali tidak praktis.


"Tentu saja, kita bisa naik pesawat ruang angkasa hari ini dan menuju ke planet yang mengorbit bintang terdekat, Proxima Centauri misalnya, tapi bukankah lebih baik kita mengemasi banyak tas pretzel dan menjualnya ini jauh lebih menyenangkan, karena akan memakan waktu sekitar 6.300 tahun untuk sampai ke sana," kata ahli kimia terkemuka, James Tour, sedikit berkelakar.

Meskipun argumen ini terdengar masuk akal, itu juga menyiratkan bahwa kita tidak akan pernah mengembangkan teknologi luar angkasa yang canggih atau membuat penemuan yang dapat membuat perjalanan antariksa antarbintang menjadi lebih mudah.

“Memakai kecepatan perjalanan cahaya? Meskipun begitu, Proxima Centauri tetap saja memiliki jarak empat tahun cahaya. Sisi lain galaksi? Lebih dari 100.000 tahun cahaya jauhnya. Bahkan lubang hitam (untungnya) berjarak ratusan tahun cahaya dari Bumi. Dan lubang cacing, saat ini, merupakan konsep spekulatif,” tutur James Tour.

Kita hanya bisa bilang, jikalau suatu saat nanti perjalanan antarbintang ini dapat terwujud, kemungkinannya sangat kecil kita dapat mengunjungi dunia asing dalam waktu yang dekat.

Thursday, July 7, 2022

Teknik Berburu Unik Beruang Kutub: Menghantam Singa Laut dengan Batu


Pernahkah Anda melihat hewan yang menggunakan alat untuk berburu? Fenomena ini jarang sekali terlihat di alam liar. Kebanyakan hewan menggunakan insting dan raganya untuk mencari ataupun mengejar makanannya di rimba sana.

Salah satu folklor paling fantastis dari fenomena ini datang dari orang Inuit di Amerika Utara. Konon, beruang kutub (Ursus maritimus) di sana sering menggunakan bongkahan batu ataupun es untuk berburu singa laut (Odobenus rosmarus).

Laporan pertama mengenai folklor ini dicatat oleh Otto Fabricius, misonaris dan penjelajah asal Denmark, pada tahun 1780. Menurutnya, kabar burung ini santer terdengar di kalangan para penjelajah Eropa yang berkelana bersama pemandu Inuit mereka. Akan tetapi, kurangnya bukti sahih membuat beberapa ilmuwan menganggapnya sebagai mitos lokal belaka.

Namun belakangan ini, para ilmuwan meninjau kembali cerita tersebut. Pasalnya, banyak laporan yang terus bermunculan terkait kemampuan beruang kutub dalam menggunakan alat berburu. Seperti dilansir dari Science News, salah satu laporan menarik muncul dari sebuah Kebun Binatang Tennoji di Osaka, Jepang. GoGo, seekor beruang kutub jantan berusia lima tahun, dipotret saat menggunakan beragam perkakas untuk menggapai makanannya.

Penemuan ini, ditambah dengan berbagai laporan baru dari pemburu Inuit, menambah rasa penasaran peneliti untuk mendalami "mitos" tadi. "Berdasarkan pengalaman saya, apa pun yang dikatakan pemburu Inuit senior menjadi sesuatu yang menarik untuk didengar, dan kemungkinan besar memang benar adanya," kata Ian Stirling kepada Science News. Stirling merupakan salah satu biolog spesialis beruang kutub terkemuka, yang sekaligus menjadi pemimpin penelitian ini. Hasil penelitian ini kemudian dipublikasikan ke dalam jurnal Arctic edisi Juni 2021. Tajuknya, Do Wild Polar Bears Use Tools When Hunting Walruses? 

Dalam jurnal tersebut, Stirling dan rekan-rekannya mengulas sejumlah observasi dari orang Inuit dan peneliti lain terhadap perilaku ini. Dari sana, mereka menemukan berbagai alasan yang dapat membuktikan perilaku berburu yang unik ini.


Menurut Stirling, setiap laporan terkait perilaku berburu kutub memiliki satu kesamaan. Perilaku penggunaan batu dan es hanya digunakan beruang kutub untuk berburu singa laut.

"Ukuran tubuh singa laut bisa mencapai tiga kali lebih besar dari pada beruang kutub," tulis Stirling, "dan kulit mereka bisa mencapai ketebalan hingga 2-4 cm di kepala dan leher." Faktor-faktor inilah yang menyebabkan beruang kutub kesulitan untuk membunuh mangsanya dengan tangan kosong.

Belum lagi dengan kemampuan singa laut untuk membela diri dengan taringnya. Tidak jarang beruang kutub terkena luka yang cukup parah jika menghadapi singa laut secara langsung.


Oleh karena itu, Stirling memperkirakan bahwa kondisi ini membuat para beruang kutub memutar otak. Inilah yang membuat sejumlah kutub menggunakan cara-cara inovatif untuk membunuh singa laut, yaitu dengan menghantam kepalanya dengan balok batu atau es besar.

Kreativitas ini tidak hanya ditemukan di kalangan beruang kutub saja. Stirling dan rekan-rekannya juga menemukan perilaku ini di beruang cokelat (Ursus arctos), kerabat terdekat dari beruang kutub. Dalam suatu eksperimen, sejumlah beruang cokelat mampu menggunakan gelondongan kayu untuk menggapai makanan yang diletakkan di tempat yang tinggi.

"Para beruang dikenal cerdas karena otaknya yang besar, yang terbukti dari kemampuannya dalam menyusun strategi berburu," tutur Stirling dalam jurnalnya.

Meskipun demikian, Stirling mengakui bahwa studi terhadap kemampuan kognisi beruang masih sangat sedikit. "Akan tetapi, kami mempunyai banyak informasi dari observasi alam liar yang membuktikan bahwa mereka benar-benar cerdas," ujar Stirling kepada Science News.

Wednesday, July 6, 2022

Koin Paling Berharga di Dunia Dijual di Lelang seharga $18,9 Juta


Pada pekan lalu, perancang sepatu mewah, Stuart Weitzman melelang benda langka yang dijuluki "Tiga Harta Karun". Masing-masing cukup kecil untuk dipegang dengan satu tangan.

Ketiga barang itu memecahkan rekor ketika terjual lebih dari $30 juta di New York. Barang-barang itu diantaranya koin emas mengilap, satu set perangko terkenal yang salah cetak, dan secarik kecil kertas magenta yang populer disebut "perangko paling langka di dunia".

Dari ketiga barang itu, koin Double Eagle tahun 1933 lah yang mencuri perhatian. Ia menjadi koin paling berharga di dunia yang terjual seharga $18,9 juta (sayangnya, si pembeli tidak ingin disebutkan namanya). 

Menurut sebuah pernyataan Sotheby's, Weitzman membeli koin emas $20 seharga $7,59 juta pada tahun 2002.

Koin Double Eagle merupakan mata uang emas terakhir yang dicetak di Amerika Serikat, lapor Reuters. Nilai spesimen yang baru terjual berasal dari statusnya sebagai satu-satunya Double Eagle 1933 milik pribadi yang diketahui bertahan hingga hari ini. 

Presiden Theodore Roosevelt menugaskan Augustus Saint-Gaudens, pematung terkemuka Amerika Serikat untuk membuat koin itu pada awal 1900-an. 

"Saya telah lama ingin melakukan apa yang saya bisa untuk memperbaiki kondisi uang kita yang memalukan, tapi sekarang saya memiliki kesempatan, saya mendekatinya dengan takut dan gemetar," tulis Saint-Gaudens kepada seorang sarjana dan kolektor pada 1905, di laman Sotheby.


Desain akhir Double Eagle secara luas dipuji sebagai salah satu yang paling indah sepanjang masa. Koin yang dicetak pertama kali pada 1907 ini menampilkan Lady Liberty yang melangkah maju ke depan dan elang yang sedang terbang di bagian belakang. 

Owen Edwards pada majalah Smithsonian pada 2008 pernah menjabarkan bahwa pematung itu mendasarkan figur liberty kepada Harriette Eugenia Anderson, model terkenal keturunan Afrika-Amerika dari Carolina Selatan.


Pada 1933, Presiden Franklin Roosevelt memindahkan negara itu dari standar emas dengan harapan memperkuat ekonomi yang dirusak oleh Great Depresion.

Tahun berikutnya, direktur U.S. Mint memerintahkan pencairan semua Double Eagles tahun 1933, yang telah dipukul tetapi tidak pernah dikeluarkan.

Dua spesimen diberikan kepada Smithsonian Institution, yang sekarang menyimpan koin-koin tersebut dalam koleksi National Museum of American History.

Beberapa koin langka lolos dari kehancuran dan berakhir di tangan pribadi. Investigasi kriminal pun terjadi, tetapi pemerintah akhirnya menemukan kembali koin-koin itu, selain yang satu ini.

Karena pertempuran hukum antara Departemen Keuangan AS dan pemilik koin sebelumnya, Double Eagle yang memecahkan rekor inilah satu-satunya dari jenis koin tersebut yang dimiliki oleh orang pribadi secara sah. 

Monday, July 4, 2022

Kesialan-Kesialan Kaum Bumi Datar Saat Coba Buktikan Bentuk Bumi


Ada-ada saja kelakuan penganut teori bumi datar (Flat Earth Theory). Berkali-kali mereka mencoba membuktikan bahwa bumi ini berbentuk datar, berkali-kali itu pula mereka gagal.

Bukan hanya karena bentuk Bumi memang bulat. Kegagalan upaya "pembuktian" yang dilakukan orang-orang dari Kaum Bumi Datar sering disebabkan oleh adanya kesialan yang menimpa mereka. Atau, "pembuktian" yang berujung pada kesialan.

Berikut adalah kesialan-kesialan yang pernah menimpa orang-orang penganut teori bumi datar saat mereka mencoba membuktikan bentuk bumi ini. 

1. Tewas dalam peluncuran roket yang gagal

Seorang pilot pemberani AS, "Mad" Mike Hughes, 64 tahun, tewas dalam percobaan peluncuran roket buatan sendiri di gurun California.BBCmelansir, roket bertenaga uap yang Hughes naiki di dekat Barstow pada 2018 itu segera jatuh menukik kembali tak lama setelah lepas landas. Sebuah video di media sosial menunjukkan roket itu diluncurkan ke langit sebelum jatuh ke tanah di dekatnya.
Selama ini Hughes terkenal dengan keyakinannya bahwa Bumi itu datar. Dia berharap bisa membuktikan teorinya itu dengan pergi ke luar angkasa. Peluncuran hari Sabtu itu disebut direkam sebagai bagian dari Homemade Astronauts, sebuah serial TV baru tentang pembuat roket amatir yang akan ditayangkan di US Science Channel. Proyek tersebut harus dilaksanakan dengan anggaran yang ketat.

Dengan bantuan rekannya Waldo Stakes, Hughes mencoba mencapai ketinggian 5.000 kaki (1.525 m) saat mengendarai roket bertenaga uapnya, menurut Space.com. Dalam video peluncuran, parasut terlihat mengikuti di belakang roket, tampaknya dikerahkan terlalu dini, beberapa detik setelah lepas landas.

Dalam sebuah tweet, Science Channel mengatakan Hughes telah meninggal dalam mengejar mimpinya. Departemen Sheriff Wilayah San Bernardino mengatakan petugasnya dipanggil ke acara peluncuran roket sekitar pukul 14:00 waktu setempat (22:00 GMT) pada hari Sabtu.

Kantor sheriff mengatakan "seorang pria dinyatakan meninggal setelah roket jatuh di gurun terbuka". Juru bicara Hughes mengkonfirmasi kepada outlet media AS bahwa memang pilot "gila" itulah yang tewas.

2. Dikarantina saat coba ingin ke "ujung" bumi di masa lockdown

Dua penganut bumi datar terpaksa dikarantina setelah mencoba mencapai "ujung bumi" selama masa lockdown di Italia. Pasangan itu, seorang pria dan wanita paruh baya dari Venesia, berangkat untuk membuktikan teori mereka bahwa dunia ini datar dengan mencoba berlayar ke Lampedusa, sebuah pulau antara Sisilia dan Afrika Utara.

Sepasang kaum bumi datar itu meninggalkan Venesia selama lockdown akibat pandemi corona di Italia dan pergi ke Termini Imerese, sebuah kota di pantai utara Sisilia, tempat mereka menjual mobil dan membeli perahu. Dari sana, mereka menuju Lampedusa, yang berada di lepas pantai selatan Sisilia. Ujung Pulau Lampedusa itulah yang mereka yakini sebagai bagian ujung bumi yang "berbentuk datar" ini.

Namun, kapal tersebut tidak berhasil mencapai Lampedusa, dan sebaliknya, kaum bumi datar itu berakhir di Pulau Ustica, di lepas pantai barat laut Sisilia. Mereka kelelahan dan kehabisan tenaga.

Salvatore Zichichi, seorang dokter dari kantor kesehatan maritim Kementerian Kesehatan yang membantu pasangan tersebut setelah mereka tersesat, mengatakan bahwa mereka menggunakan kompas untuk navigasi. "Lucunya, mereka menggunakan kompas, instrumen yang bekerja berdasarkan magnet bumi, sebuah prinsip yang harus mereka tolak sebagai penganut bumi datar," kata Zichichi sebagaimana diberitakan Newsweek.


Sepasang penjelajah itu akhirnya dibawa untuk dikarantina. Mereka sempat mencoba melarikan diri dan kembali ke laut tetapi sekali lagi dihentikan dan dibawa kembali ke karantina. Beberapa hari kemudian, mereka mencoba melarikan diri lagi tetapi tidak berhasil.

Sementara pasangan penganut Bumi datar itu percaya bahwa ujung bumi ada di Lampedusa, Kaum Bumi Datar pada umumnya percaya bahwa Bumi dikelilingi di semua sisi oleh dinding es yang menahan samudra. Dinding es ini adalah nama yang dinamai oleh para penjelajah sebagai Antartika.

"Di luar tembok es adalah topik yang sangat menarik bagi Kaum Bumi Datar. Sepengetahuan kami, tidak ada yang pernah melewati tembok es dan kembali untuk menceritakan perjalanan mereka. Yang kami tahu adalah bahwa tembok itu mengelilingi bumi dan berfungsi untuk bertahan di lautan kita dan membantu melindungi kita dari apa pun yang ada di baliknya," kata perkumpulan Kaum Bumi Datar atau Flat Earth Society.

Jadi peta dunia versi mereka adalah bumi ini berbentuk lingkaran datar yang dikelilingi oleh Antartika. Di balik Antartika itulah terdapat tepian bumi.

3. Terjebak jadi anggota Angkatan Laut demi buktikan bentuk bumi

Seorang pria di Amerika Serikat (AS) bahkan dilaporkan sengaja masuk ke Angkatan Laut AS untuk mematahkan kaum yang percaya bahwa bentuk bumi bulat. Seorang pengguna Reddit, TrungusMcTungus, menyampaikan cerita itu berdasarkan pertemuan dengan seorang kenalannya di Angkatan Laut AS. Dia menyebut kenalannya itu sengaja masuk menjadi prajurit AL agar dapat melihat bahwa bumi itu datar ketika di laut.

"Saya memiliki seorang kenalan yang saya temui di Angkatan Laut, yang bergabung secara khusus sehingga dia dapat melihat bahwa Bumi itu datar saat berada di laut," kata TrungusMcTungus seperti dilansir 
IFL Science
.

Selama bertugas, TrungusMcTungus mengaku kenalannya itu rutin memetakan lokasi, kecepatan hingga arah kapal. Bahkan, aktivitas itu dilakukan kenalannya beberapa kali dalam sehari. Karena aktivitas itu, kata TrungusMcTungus, kenalannya itu akhirnya menyadari bahwa bumi tidak datar, melainkan bulat seperti yang disampaikan oleh para ahli.

"Akhirnya dia menyadari bahwa jalur yang diambil kapal tidak mungkin jika bumi datar, berdasarkan jarak yang mereka tempuh versus kecepatan mereka," ujarnya.

Sayangnya, karena setiap angkatan laut wajib memenuhi kontrak minimal empat tahun, dia sekarang terjebak di Angkatan Laut.

Saturday, July 2, 2022

Arkeolog Temukan Kemungkinan Manusia Purba Melakukan Hibernasi


Berbagai mamalia tertidur panjang selama musim dingin, atau biasa disebut berhibernasi. Sayangnya, manusia tidak memiliki kemampuan itu, meski jika Anda ingin sekali melakukannya.

Tetapi penelitian terbaru diterbitkan bulan ini, menguak kemampuan tersebut ada pada manusia purba. Meski hasilnya masih terlalu dini dan membutuhkan penelitian lebih lanjut, penemuan tersebut menyatakan bahwa manusia purba meski memiliki kemampuan, tapi tak sebesar kemampuan mamalia lainnya seperti beruang.

Hibernasi sangat berisiko bagi individu dari spesies tersebut, karena dapat terserang beberapa penyakit, yang umumnya menyerang ginjal setelah hibernasi bila tak memiliki cadangan yang cukup sebelumnya.

Fosil berusia 430.000 tahun yang ditemukan di Gua Sima de Los Huesos, Atapuerca, Spanyol utara tersebut menjadi bukti bahwa salah satu spesies nenek moyang kita, Homo heidelbergensis melakukannya setelah ditinjau oleh arkeolog.

“Bukti penyembuhan tahunan yang disebabkan oleh hibernasi, tidak dapat ditoleransi pada individu remaja (yang menunjukkan) adanya pubertas yang berselang tahunan dalam populasi ini,” tulis Antonis Bartsiokas dari Democritus University of Thrace, Yunani, dan Juan-Luis Arsuaga dari Universidad Complutense de Madrid, dalam temuan mereka yang dipublikasikan di ScienceDirect.

“Hipotesis hibernasi yang konsisten (itu), dengan bukti genetik, dan fakta bahwa hominim Sima de Los Huesos hidup selama zaman es,” ungkap mereka.


Menurut pengamatan mereka, homonim purba ini belum siap berhibernasi, karena pada kerangka mereka memiliki kecatatan seperti, kekurangan vitamin D, tak memiliki cadangan lemak yang cukup, dan pada remajanya memiliki pertumbuhan musiman yang tak lazim.

"Gagasan bahwa manusia dapat menjalani keadaan hipometabolik yang dianalogikan dengan hibernasi mungkin terdengar seperti fiksi ilmiah, tetapi fakta bahwa hibernasi digunakan oleh mamalia dan primata yang sangat primitif, menunjukkan bahwa dasar genetik dan fisiologi untuk hipometabolisme semacam itu dapat dipertahankan di banyak spesies mamalia. termasuk manusia, " terang Bartsiokas dan Arsuaga.

Ditambah pula keberadaan mereka yang ditemukan di Gua Sima yang menjadi daya tarik untuk dicocokkan dengan pola hibernasi mamalia pada umumnya. Strategi ini bisa menjadi salah satu solusi bagi manusia purba tersebut untuk bertahan hidup berbulan-bulan, karena kondisi yang sangat dingin di luar.

Bartsiokas dan Arsuaga dalam laporannya yang berjudul Hibernation in Hominins from Atapuerca, Spain Half a Million Years Ago, juga memeriksa anggapan tandingan. Jika manusia Sima melakukan hibernasi, mengapa orang Inuit dan Sámi modern yang tinggal di kondisi dingin yang ekstrim tak melakukannya?

Mereka beranggapan bahwa makanan berlemak seperti rusa dan ikan, menyediakan makanan bagi orang Inuit dan Sámi, sehingga mereka tak perlu lagi berhibernasi. Sedangkan manusia Gua Sima tak punya persediaan makanan sebanyak mereka.

“Keringnya Iberia pada saat itu tidak dapat menyediakan cukup makanan kaya lemak bagi orang-orang Sima selama musim dingin yang keras, membuat mereka menggunakan hibernasi gua,” jelas mereka.

Melansir The Guardian, antropolog forensik Patrick Randolph-Quinney dari Northumbria Unversity, Newcastle berpendapat mengenai temuan tersebut, “Ada penjelasan lain untuk berbagai variasi yang nampak pada tulang yang ditemukan di Sima, dan ini harus dikaji sepenuhnya sebelum kita dapat mengambil kesimpulan yang nyata. [Penelitian] Itu belum selesai, saya yakin.”

"Namun demikian, ide ini sangat menarik yang dapat diuji dengan memeriksa genom manusia Sima, Neanderthal, dan Denisovan untuk mengetahui tanda-tanda perubahan genetik yang terkait dengan fisiologi hibernasi," tambahnya.