This is default featured slide 1 title
Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.
This is default featured slide 2 title
Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.
This is default featured slide 3 title
Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.
This is default featured slide 4 title
Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.
This is default featured slide 5 title
Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.
Saturday, January 29, 2022
Penjelasan Ilmiah soal Bintang Bethlehem Super Langka yang Muncul Jelang Hari Natal
Mengenal Sarcosuchus, Buaya Raksasa yang Pernah Hidup di Bumi
Wednesday, January 26, 2022
Partikel Tuhan Sudah Ditemukan, Rahasia Alam Semesta Akan Segera Terungkap
Tuesday, January 25, 2022
Tahun 2036, Eropa Bisa Hancur Lebur karena Terhantam Asteroid Apophis
Monday, January 24, 2022
Ternyata ini Alasan Tuan Krab Seekor Kepiting Memiliki Anak Seekor Paus
Sunday, January 23, 2022
Inilah Otto, Fosil Dinosaurus Terlengkap yang Pernah Ditemukan
Friday, January 21, 2022
Teknologi Perjalanan Waktu, Mungkinkah Kelak Dapat Terwujud?
Ilmuwan Temukan Burung Beku Bertanduk Berusia 46.000 Tahun di Siberia
Pada tahun 2018, seekor burung beku yang terpelihara dengan baik ditemukan di tanah di daerah Belaya Gora di timur laut Siberia. Analisis mengungkapkan bahwa burung itu berusia 46.000 tahun.
Para ilmuwan mengambil teka-teki DNA mitokondria yang sudah jadi dan mencari kecocokan di database daring yang memiliki urutan genetik hampir setiap burung yang hidup saat ini. Hasil penelitian menunjukkan bahwa burung zaman es tersebut adalah burung bertanduk betina (Eremophila alpestris).
Kabar terbaru, para peneliti di Center for Palaeo Genetics, sebuah pusat penelitian baru di Stockholm University dan Swedish Museum of Natural History telah mempelajari burung tersebut dan hasilnya sekarang dipublikasikan dalam jurnal ilmiah Communications Biology.
Para ilmuwan telah menemukan Deoxyribo Nucleic Acid atau DNA dari burung bertanduk yang terpelihara dengan baik yang ditemukan di permafrost Siberia. Hasilnya dapat berkontribusi untuk menjelaskan evolusi sub spesies, serta bagaimana stepa mamut berubah menjadi bioma tundra, hutan, dan stepa pada akhir Zaman Es terakhir.
"Kami tidak hanya dapat mengidentifikasi burung itu sebagai burung bertanduk. Analisis genetik juga menunjukkan bahwa burung itu termasuk dalam populasi yang merupakan nenek moyang bersama dari dua sub spesies burung bertanduk yang hidup hari ini, satu di Siberia, dan satu di padang rumput, Mongolia. Ini membantu kami memahami bagaimana keragaman sub spesies berevolusi," kata Nicolas Dussex, peneliti di Departemen Zoologi di Stockholm University.
Menurut peneliti, hasilnya memiliki signifikansi pada tingkat yang lain juga. Selama Zaman Es terakhir, padang rumput raksasa tersebar di Eropa utara dan Asia. Salah satunya adalah stepa, yang merupakan rumah bagi spesies yang sekarang sudah punah seperti mamut berbulu dan badak berbulu.
Menurut salah satu teori, ekosistem ini merupakan mosaik habitat seperti stepa, tundra dan hutan konifer. Pada akhir Zaman Es terakhir, stepa raksasa dibagi menjadi biotop yang kita kenal sekarang seperti tundra di utara, taiga di tengah, dan stepa di selatan.
"Hasil kami mendukung teori ini karena diversifikasi burung bertanduk ke dalam sub-spesies ini tampaknya terjadi pada saat yang sama ketika stepa mamut menghilang," kata Love Dalén, Profesor di Swedish Museum of Natural History dan pemimpin penelitian di Pusat Paleogenetika.
Dalam jangka yang sedikit lebih lama, ambisi para peneliti adalah untuk memetakan genom lengkap dari burung berusia 46.000 tahun dan membandingkannya dengan genom dari semua sub spesies burung bertanduk.
"Fasilitas laboratorium baru dan lingkungan intelektual di Center for Palaeogenetics pasti akan membantu dalam analisis ini," kata Love Dalén.
Para peneliti di Center for Palaeogenetics memiliki akses ke banyak sampel dari temuan serupa dari situs yang sama di Siberia, termasuk anak anjing berusia 18.000 tahun bernama 'Dogor', yang sedang dipelajari untuk menentukan apakah itu serigala atau anjing. Temuan lain termasuk anak singa gua berusia 50.000 tahun 'Spartak' dan mammoth brillian yang diawetkan sebagian.
Thursday, January 20, 2022
Berkat Sebuah Tengkorak, Masa Terakhir Unicorn Siberia Hidup di Bumi Terungkap
Friday, January 14, 2022
Legenda Buru
Buru adalah reptil air yang dikatakan tinggal di lembah Ziro, sebuah kota kecil di negara bagian Arunachal Pradesh, India.
Menurut para tetua Apatani, ketika nenek moyang mereka bermigrasi ke lembah Ziro, daerah rawa di lembah itu dihuni oleh Buru.
Ilustrasi Buru |
Penduduk Apatani memutuskan untuk menetap di lembah karena kesuburan dan iklim yang baik. Namun, sesekali mereka harus berhadapan dengan Buru.
Karena hal itulah mereka memutuskan untuk mengeringkan air di rawa sebagai tindakan mengurangi populasi Buru.
Sebagian besar Buru harus mati karena pengeringan tersebut, dan sebagian yang lain diduga pergi ke bawah tanah untuk mencari mata air lainnya.
Buru terakhir dilaporkan oleh seorang wanita muda yang melihatnya pada suatu malam di musim semi, saat dia sedang menggambar air.
Wanita yang terkejut itu kemudian memberitahu ayahnya tentang kejadian tersebut.
Keesokan harinya seluruh desa membantu mengisi mata air tersebut dengan batu dan tanah liat.
Pada tahun 1947, profesor Christoph von Fürer-Haimendorf adalah orang barat pertama yang diberitahu tentang Buru, dan pada saat itu pula makhluk yang berdiam di lembah itu dilaporkan telah punah.
Christopher von Furer-Haimendorf |
Selama kunjungannya ke sebuah lembah di Himalaya yang diduduki oleh orang-orang yang dikenal sebagai penduduk Apatis, dia mendengar orang-orang pribumi ini menceritakan kisah tentang makhluk mirip kadal yang dulu tinggal di rawa-rawa di dasar lembah.
Kemudian, seorang pria bernama Charles Stonor mengunjungi lembah tersebut dan mendengar juga kisah makhluk itu dari penduduk lokal.
Penduduk lokal mengatakan kepadanya bahwa leluhur mereka telah berhasil menaklukkan Buru di dasar sebuah danau atau kolam, dengan melempari makhluk itu menggunakan batu hingga mati.
Pada saat Charles Stonor tiba, makhluk itu dikabarkan telah lama punah (kapan kepunahannya tidak diketahui).
Penampilan Buru terlihat seperi komodo, kecuali bahwa makhluk itu berwarna biru tua dengan bintik putih dan perut berwarna putih.
Buru memiliki tiga garis berduri di bagian belakang, berubah menjadi deretan ruas longgar yang membentang di bagian atas ekornya.
Buru dapat juga diklasifikasikan sebagai monster danau karena mereka menyukai habitat berair, terutama daerah rawa, danau, dan kolam air.
Panjangnya mungkin 20 kaki (6 meter), dan dilaporkan hidup di perairan terpencil di lembah pegunungan Himalaya di timur laut India.
Ahli cryptozoologist, Bernard Heuvelmans, menganggap Buru sebagai kadal monitor, karena karakteristiknya sama dengan kadal monitor.
Karakteristik tersebut seperti leher memanjang dan lidah bercabang.
Ahli cryptozoologist, Karl Shuker memiliki pendapat yang berbeda.
Dia percaya bahwa Buru adalah lungfish yang berukuran sangat besar.
Teori ini menjelaskan mengapa Buru dapat tetap bertahan hidup ketika bersembunyi di dasar danau selama periode musim kemarau dalam jangka waktu tertentu.
Secara tradisional, ada sebuah spekulasi yang menyatakan bahwa Buru adalah anggota tak dikenal dari ordo crocodilia (ordo reptil berukuran besar yang dikenal sebagai buaya).
Penduduk Apatanis juga menjuluki buaya atau aligator dengan sebutan "Buru".
Terdapat populasi buaya dalam jumlah besar yang hidup di gua-gua Afrika Utara yang cukup jauh dari perairan terbuka.
Bernard Heuvelmans dan Roy Mackal menganggap Buru sebagai kadal monitor yang mirip komodo besar, dan fosil makhluk seperti itu bisa ditemukan di anak benua India.
Heuvelmans mencatat laporan makhluk serupa dari India Barat bernama "jhoors" yang tampak berubah menjadi naga tradisional Iran (Azi Dahaka), yang merupakan adaptasi gaya lokal dari naga Cina.
Dalam daftar binatang tidak diketahui, Heuvelmans mencatat laporan makhluk serupa Buru yang datang dari Burma, dan hal itu mungkin berhubungan dengan laporan monster mirip kadal di Sungai Meikong.
George Eberhart juga mencatat sebuah rumor tentang makhluk serupa bernama "afa" di rawa Tigris di Irak.
Ketika ahli cryptozoogist memperhatikan laporan penampakan ini, mereka biasanya berpikir bahwa mereka sedang berurusan dengan kadal monitor yang sangat besar, meskipun terkadang mereka menganggap makhluk itu benar-benar seekor dinosaurus yang masih hidup.
Beberapa ahli cryptozoologist percaya bahwa beberapa Buru masih hidup, sedangkan yang lainnya menyatakan bahwa Buru mungkin telah punah, walaupun tanggal kepunahannya tidak diketahui.
(Sumber : Wikipedia)
Tuesday, January 11, 2022
Legenda Devil Bird
Devil Bird, atau dikenal juga sebagai Ulama, adalah cryptid dari Sri Lanka yang dikatakan mengeluarkan jeritan mengerikan yang berasal dari dalam hutan di malam hari.
Dalam cerita rakyat Sri Lanka, dipercaya bahwa suara jeritan burung ini adalah pertanda yang dapat meramalkan kematian.
"Devil Bird atau Ulama atau Ulalena. Identitas asli mengenai burung ini adalah salah satu misteri hutan Ceylon. Tangisan menakutkannya telah dikaitkan dengan berbagai burung. Kandidat yang paling mungkin tersebut adalah forest eagle-owl (Bubo nipalensis), the hawk-eagles dan the crested honey-buzzard (Pernis ptilorhynchus ruficollis)."Identitas aslinya masih menjadi perdebatan, meski penemuan pada tahun 2001 menyatakan bahwa spot-bellied eagle-owl cocok dengan Devil Bird.
Spot-bellied eagle-owl |
Spesimen spot-bellied eagle-owl ditemukan pada tahun 2001 oleh penduduk desa setempat.
Sebagai burung yang tidak pernah terlihat, dan dikatakan dapat menangis (menjerit), walaupun hanya dijelaskan dalam istilah yang tidak jelas, catatan Ulama mungkin merujuk ke Caprimulgus indicus kelaarti, burung spesies nightjar yang terkenal mengeluarkan semacam teriakan atau jeritan.
Caprimulgus indicus kelaarti |
Dalam bukunya yang berjudul The Far off Things, Dr. R.L. Spittel, telah melakukan investigasi sistematis untuk mengidentifikasi jenis burung ini.
Menurutnya, langkah-langkah yang harus dilakukan untuk mengidentifikasi burung itu adalah : Suara tangisan itu harus bisa dikenali dan diartikan dengan jelas, dan tidak dibingungkan dengan suara aneh lainnya yang berada di hutan.
Burung itu seharusnya bisa ditembak ketika benar-benar sedang membuat suara tangisan, atau dari pohon tempat tangisan itu berasal.
Setelah mati, burung itu seharusnya bisa diidentifikasi oleh seorang ahli burung (ornitologis).
Tetapi, akan lebih baik jika burung itu diabadikan dalam bentuk foto menggunakan kamera, daripada langsung menembaknya dengan menggunakan senjata.
Dugaan lain mengenai identitas asli Devil Bird adalah changeable hawk-eagle (nisaetus cirrhatus ceylanensis) dan oriental honey buzzard (Pernis ptilorhynchus).
Changeable hawk-eagle |
Penduduk setempat yang benar-benar telah mendengar tangisan asli Ulama, dan telah melihat burung itu beraksi, yakin bahwa itu adalah changeable hawk-eagle.
Oriental honey buzzard |
Masalah dengan spot-bellied eagle-owl sebagai identitas asli Ulama adalah dalam banyak legenda yang melibatkan burung, kisah asli dari Devil Bird sendiri adalah seseorang (dalam keadaan) menderita yang melarikan diri menuju hutan, mencengkeram kepala mereka dengan hanya satu tangan, menunjukkan bahwa seolah-olah burung (atau orang) itu memiliki kepala dengan dua jumbai telinga yang berlawanan.
Karena spot-bellied eagle-owl memiiliki jumbai telinga yang sangat menonjol, burung itu mungkin bukan Devil Bird.
Bagaimanapun, semua legenda itu mungkin berasal dari seseorang, dan seiring berjalannya waktu, detail mengenai burung itu menjadi salah dan keliru, sehingga identitas asli Devil Bird masih menjadi perdebatan, meski beberapa orang telah mengidentifikasikannya sebagai spesies baru dari spot-bellied eagle owl di Sri Lanka.
Monday, January 10, 2022
Legenda Ular raksasa Pemakan Manusia Borneo
Entah postingan ini bakal berhubungan dengan Genali (sesuai request Fadilah Amrih, karena informasi mengenai Genali tidak begitu banyak), postingan kali ini akan membahas tentang Ular raksasa pemakan manusia di Borneo.
Berikut kisahnya :
Beberapa abad yang lalu, sekelompok penduduk asli Kalimantan meninggalkan desa mereka dan pergi jauh ke dalam hutan, mencari rumah yang jauh dari penjajah Belanda yang mulai menyebar di pulau mereka. Akhirnya, mereka menemukan tempat yang bagus di hutan hujan dataran rendah dekat pegunungan di tengah Borneo.
Mereka membangun rumah, bercocok tanam, dan menangkap ikan dari Sungai Burak. Semuanya baik-baik saja. Lalu anak-anak mulai menghilang.
Satu per satu, anak-anak menghilang, meninggalkan orang kebingungan dan panik. Ini terjadi selama delapan hari berturut-turut.
Apakah itu ulah hantu hutan, nomaden hutan, atau karnivora besar seperti macan dahan ?
Untuk mengetahuinya, penduduk desa memasang perangkap dan memberi umpan berupa anak yang lain, mengorbankan satu nyawa lagi untuk menghentikan pembantaian.
Lalu, makhluk yang akhirnya muncul dari sungai itu berukuran besar, tanpa kaki dan ditutupi sisik. Itu adalah seekor ular, tetapi begitu besar sehingga mereka menyebutnya naga.
Dari tempat persembunyian, orang-orang menyaksikan naga membawa anak itu ke sarang di sebuah pulau di sungai. Kemudian orang-orang membuat kapak, tombak dan sekop dari pohon-pohon kayu yang kuat di hutan, dan menggali terowongan tepat ke sarang naga.
Saat penduduk desa menyerbu, mereka menemukan dua naga dewasa besar berwarna coklat, masing-masing sebesar barel minyak. Bersama kedua naga itu ada naga yang lebih kecil, selebar pohon kelapa, berwarna-warni dan memiliki perut berwarna kuning.
Sebagai balasan atas pembunuhan, orang-orang memotong dua naga besar menjadi dua bagian, tetapi mereka membiarkan naga yang masih muda, percaya (naga) itu tidak bersalah. Mereka juga membuat perjanjian yang masih terikat hingga hari ini : "Baik manusia maupun naga, tidak akan membahayakan yang lain, pada rasa sakit kematian."
Kemudian, orang-orang kembali ke desa-desa yang tidak terlalu terpencil, tetapi mereka mengatakan naga masih ada.
Kepada BBC, yang bekerja di Borneo, Pak Rusni (tetua dari desa Dayang Tumbang Tujang) menceritakan kisah leluhurnya dan menggambarkan sarang naga, terowongan dan pemukiman tepi sungai.
Pak Rusni mengatakan jika melakukan perjalanan ke hulu untuk satu setengah hari, dari dekat perbatasan utara Kalimantan, di sepanjang sungai Burak, pengunjung akan menemukan sisa-sisa desa yang dikepung oleh naga.
Beberapa dugaan ular yang terlibat :
*) Red-headed krait
Ular dengan tubuh hitam mengkilap yang dihiasi oleh kepala dan ekor berwarna merah cerah ini memang mematikan. Racun krait menonaktifkan sistem sara mangsa mereka, memblokir penyampaian pesan dari saraf ke otot, sehingga mangsa tidak mungkin bernapas atau bergerak.
"Itu adalah salah satu ular paling indah, tetapi kamu tidak ingin berada di dalam air dengan krait."
Namun, krait tidak sesuai dengan gambaran naga. Ular ini bisa memiliki panjang dua meter, tetapi kurus sedangkan naga itu gemuk. Kraits juga lamban di siang hari.
*) King kobra
Ular berbisa terpanjang yang masih hidup ini dapat mengangkat sepertiga pertama tubuh mereka dari tanah dan bisa mencapai panjang 5 meter.
Tetapi, ular kobra ini mungkin juga bukan naga, karena meskipun berbahaya, mereka jarang menggigit.
"Mereka sama sekali tidak agresif dibandingkan dengan beberapa ular. Mereka memiliki begitu banyak racun di dalam, tetapi sangat enggan menggigit manusia."
*) Pit Viper
Ular ini adalah predator penyergap yang mengintai di pohon atau semak-semak, menunggu mangsa berjalan cukup dekat untuk disergap.
"Mereka sangat lamban, tetapi serangannya sangat cepat."
Saat tim BBC melewati hutan Borneo, ular inilah yang harus diwaspadai. Beberapa hari setelah mereka tiba, mereka menemukan Sumatran pit viper yang menggantung di pohon dekat perkemahan mereka.
Namun, ular ini juga tidak cocok dengan naga dalam cerita ini.
"Reputasi mereka berbeda dari naga yang disebutkan dalam cerita Dayak. Arboreal pit piver di Borneo lebih merupakan predator yang diam dan menunggu. Mereka menunggu mangsa mendatangi mereka, bukan mengejar mereka."
*) Python reticulated
Dugaan terbaik mungkin jatuh ke sanca batik. Ini adalah ular terpanjang di dunia yang mampu mencapai panjang lebih dari 10 meter. Ular piton tidak harus berukuran sepanjang bus untuk memakan sesuatu seukuran manusia.
Ular piton Afrika diketahui sering memakan babi atau rusa, dan serangan terhadap manusia memang terjadi.
Sebuah studi tahun 2011 melaporkan bahwa seperempat penduduk desa di sebuah pulau di Filipina menggambarkan bahwa mereka diserang oleh ular raksasa ini.
Namun, ada masalah jika ular piton ini adalah naga Borneo. Ular ini adalah predaor penyergap yang sebagian besar diam, baik untuk mencerna makanan atau menunggu mangsa yang bergerak cukup dekat untuk dililit dan ditelan.
Masalah lainnya adalah naga yang menelan satu anak per hari, itu jelas bukan cara makan ular piton. Perkiraan terbaik menunjukkan bahwa ular piton liar makan setiap bulan atau setiap enam minggu. Ular ini tidak makan setiap hari.
Ular dapat memakan mangsa yang berukuran 1,5 kali lebih besar dari ukurannya dengan meningkatkan sistem pencernaan mereka. Ketika menangkap makanan, jantung, pankreas, dan orang lainnya membesar, terkadang berlipat ganda untuk mendukung sistem pencernaannya.
Setelah itu, ular akan diam, menurunkan tingkat metabolisme, dan menonaktifkan sistem perncernaan mereka dan itu bisa menunggu lama sampai makanan berikutnya, terkadang membutuhkan waktu lebih dari setahun.
Ada kemungkinan bahwa naga dalam cerita ini didasarkan pada gabungan beberapa ular : keterampilaln berburu ular kobra raja, racun mematikan krait, dan ukuran besar dari ular piton.
Namun demikian, Houlihan, yang telah berbicara dengan penduduk Tujang tentang kisah itu, mengatakan :
"Ular piton besar yang cukup besar untuk membuat orang menghilang tanpa jejak."
"Ketika hutan banjir, selama musim hujan, ular sanca raksasa bisa ada di mana saja. Itu sudah cukup untuk menanamkan rasa takut bahkan pada para tetua yang paling berani dan paling berpengalaman."
Saat ini, wilayah di mana naga itu muncul disebut Teluk Naga. Suri, warga Tujang yang menangkap ikan di dekat wilayah itu mengatakan : "Sisa-sisa desa termasuk alat-alat kayu besi yang digunakan untuk membunuh naga, masih ada di sana. Tapi pulau tempat naga itu terbelah dua oleh sungai ketika terowongan penduduk desa kebanjiran."
Pak Rusni dan yang lainnya mengatakan bahwa mereka masih melihat naga di dekat air. Naga itu hitam, berkilau, dan sebesar drum minyak. Tapi tidak pernah tinggal lama. Mereka dapat muncul dan menghilang sesuka hati, dan telah mengubah tubuh fisik mereka menjadi makhluk mistis.
Saat ditanya apakah naga membuat mereka takut, mereka menjawab, "tentu saja saya takut pada mereka. Tapi mereka tidak mengganggu kita dan kita tidak pernah mencoba mengganggunya."
Hutan hujan Borneo diketahu berusia 140 juta tahun, salah satu yang tertua di dunia dan selama Jembatan Tanah Zaman Es terakhir, Kalimantan serta pulau-pulau Indonesia lainnya terhubung dengan daratan Asia.
Berbagai spesies bermigrasi dari daratan tersebut ke pulau-pulau untuk berkembang, dan ketika Zaman Es berakhir, jembatan daratan menjadi banjir, membuat makhluk-makhluk di Kalimantan bisa bebas berevolusi dalam isolasi yang relatif.
Sara Ruane dari Museum Sejarah Alam Amerika di New York mengatakan : "Sepertinya setiap keluarga ular entah bagaimana berhasil mencapai Kalimantan. Dan tidak diragukan lagi ada spesies yang belum ditemukan."
BBC diberitahu bahwa penduduk setempat terkadang menyebut tempat di mana mereka bekerja sebagai "Land of the Man-Eating Snakes", itu mungkin merujuk pada cerita Rusni tentang ular raksasa pemakan manusia Borneo.
(Sumber : What were the legendary man-eating snakes of Borneo)
Saturday, January 8, 2022
Ini Dia! Temuan Teori Einstein yang Belum Pernah Dipublikasikan
Ilmuwan mengungkap “manuskrip Albert Einstein” yang tidak pernah disadari keberadaannya. Manuskrip itu mengungkap teori Einstein yang yang tak pernah dipublikasikan sebelumnya!
Manuskrip yang ditulis pada tahun 1931 itu mengungkap gagasan Einstein tentang awal mula alam semesta. Einstein berpandangan bahwa alam semesta tak serta-merta tercipta lewat satu peristiwa Dentuman Besar atau “Big-Bang”.
Gagasan Einstein itu sama dengan gagasan astronom Inggris, Fred Hoyle, yang kini tumbang.
Fred Hoyle, lahir pada tanggal 24 Juni 1915 – meninggal 20 Agustus 2001 pada umur 86 tahun, adalah seorang astronom Inggris terkenal, terutama untuk kontribusinya pada teori nukleosintesis bintang dan pendapat kontroversialnya mengenai hal-hal kosmologi dan ilmiah lainnya secara khusus terutama penolakannya terhadap teori “Big Bang”, sebuah istilah yang awalnya diciptakannya sebagai gurauan, yang mungkin sedikit meremehkan, atas suatu teori yang merupakan saingan utama dari teori miliknya sendiri.
Selain pekerjaannya sebagai seorang astronom, Hoyle adalah seorang penulis fiksi ilmiah, termasuk sejumlah buku yang ditulisnya bersama putranya Geoffrey Hoyle.
Hoyle menghabiskan sebagian besar hidup bekerja di Institut Astronomi di Universitas Cambridge, dan menjabat sebagai direkturnya selama beberapa tahun. Ia meninggal di Bournemouth, Inggris, setelah mengalami serangkaian stroke.
Pada akhir tahun 40-an, Hoyle mengungkapkan bahwa semesta tidak tercipta lewat satu peristiwa Dentuman Besar.
Menurut Hoyle, semesta berkembang. Semesta berada dalam keadaan steady state, memiliki kemampatan yang sama meskipun terus mengambang.
Hal itu mungkin terjadi karena materi atau partikel baru terus-menerus tercipta. Hoyle mengutarakan, partikel-partikel kemudian akan bergabung membentuk bintang, galaksi, dan lainnya sehingga menyisakan ruang.
Hal tersebut terjadi pada kecepatan yang pas sehingga bisa mengambil ruang yang ada seiring alam semesta mengembang.
Fakta bahwa Einstein memiliki gagasan yang sama, kata Cormac O’Raifeartaigh, fisikawan dari Waterford Institute of Technology di Irlandia yang menemukan manuskrip itu, menunjukkan bahwa gagasan semesta yang steady state telah muncul sejak sebelum Hoyle.
Tak seperti saat ini, teori Dentuman Besar pada masa lalu masih diperdebatkan. Teori Dentuman Besar sendiri mulai berkembang dari hasil observasi Edwin Hubble yang menemukan bahwa galaksi terus bergerak menjauh yang bisa jadi indikasi bahwa semesta dulu lebih mampat.
Manuskrip Einstein itu sebenarnya telah tersimpan lama di Albert Einstein Archives di Yerusalem dan bisa diakses secara bebas di situs web organisasi itu. Namun, manuskrip itu awalnya dikira bagian dari manuskrip lain.
O’Raifeartaigh yang menemukan manuskrip itu mengaku sangat kaget. Dikutip dari Nature, Senin (24/2/2014), ia mengaku bahwa ia “hampir jatuh dari kursi ketika menyadari isi manuskrip tersebut”.
O’Raifeartaigh dan rekannya kemudian mengirim temuannya sekaligus terjemahannya dalam bahasa Inggris (dari naskah asli yang semula berbahasa Jerman) ke server publikasi ilmiah arXiv.
Saat ini, naskah temuan sudah masuk ke jurnal European Physical Journal.
Kosmolog James Peebles dari Princeton University di New Jersey mengungkapkan, manuskrip itu mungkin “naskah kasar yang dimulai dari kegembiraan karena memiliki ide lalu segera ditinggalkan karena penulisnya akhirnya menyadari bahwa ia telah membodohi dirinya sendiri.”
Namun, fakta bahwa Einstein masih berkutat dengan idenya membuktikan bahwa ia saat itu masih resistan dengan gagasan tentang ‘Dentuman Besar’.
Einstein menganggap, teori itu “keji”, walaupun ilmuwan lain menunjukkan bahwa itu konsekuensi umum dari teori releativitas umum yang dikembangkannya sendiri.
Helge Kragh, sejarawan ilmu pengetahuan dari Aarhus University, mengatakan, “Apa yang yang ditunjukkan oleh manuskrip itu adalah, walaupun pada akhirnya menerima Dentuman Besar, Einstein tak begitu senang dengan fakta bahwa semesta berubah.” (Nature/ arXiv/ Yunanto Wiji Utomo, Kompas.com)