Sejumlah makam tak bertanda yang diyakini menampung lebih dari 160 mayat anak pribumi ditemukan bulan ini di Pulau Penelakut. Pulau ini sebelumnya dikenal sebagai Pulau Kuper di British Columbia, Kanada.
Perwakilan dari Suku Penelakut menemukan ratusan kuburan tersebut di lahan bekas Sekolah Industri Pulau Kuper (Kuper Island Industrial School), bagian dari jaringan sekolah asrama wajib yang dikelola negara untuk anak-anak pribumi di Kanada. Sekolah ini membuat banyak anak pribumi mengalami perpisahan keluarga yang traumatis, penghapusan budaya, dan pelecehan. Anggota Suku Penelakut mengungkapkan penemuan itu dalam buletin yang mereka bagikan secara online kepada suku-suku tetangga pada 8 Juli 2021.
Temuan suram ini adalah penemuan terbaru dalam beberapa bulan terakhir. Hingga saat ini, lebih dari 1.000 kuburan dan jenazah anak-anak yang tidak bernama telah diidentifikasi di bekas sekolah-sekolah asrama penduduk asli di Kanada. Selain kuburan di Pulau Penelakut, kompleks kuburan tak bertanda juga terdeteksi di tiga lokasi lainnya oleh komunitas First Nations antara Mei dan Juli, dengan menggunakan pemindaian radar penembus tanah di situs-situs di British Columbia dan Saskatchewan.
Pada 28 Mei 2021, perwakilan dari Tk'emlúps te Secwépemc Nation melaporkan menemukan sisa-sisa 215 anak yang dikuburkan di bekas Kamloops Indian Residential School. Lahan ini dikelola oleh Gereja Katolik di British Columbia dari 1890 hingga 1978, sebagaimana dilaporkan Reuters. Beberapa minggu kemudian, pada 24 Juni, Cowessess First Nation mengumumkan bahwa pemindaian radar mendeteksi hingga 751 kuburan tak bertanda di situs Marieval Indian Residential School di Saskatchewan. Situs ini dikelola oleh Gereja Katolik dari tahun 1899 hingga 1997, menurut BBC News.
Kemudian, pada 30 Juni, perwakilan dari Lower Kootenay Band, sebuah kelompok anggota Ktunaxa Nation, mengungkapkan bahwa pencarian baru-baru ini berada di lokasi bekas Sekolah Misi St. Eugene (St. Eugene's Mission School) yang buka dari tahun 1890 hingga 1970. Mereka menemukan 182 kuburan dangkal lainnya yang berisi jenazah anak-anak, sebagaimana dilaporkan CNN. Suku Penelakut tidak merinci bagaimana kuburan-kuburan di pulau itu terdeteksi atau apakah jenazah telah ditemukan, menurut CBC.
Beberapa anak yang meninggal di Kamloops berusia 3 tahun, NPR melaporkan. Dan laporan dari mantan murid-murid di puluhan sekolah asrama di sana menggambarkan adanya pelecehan dan penelantaran yang sistematis.
Jumlah kematian murid di sana selama beberapa dekade berjumlah ribuan, menurut laporan pemerintah yang diwartakan oleh Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi Kanada (Truth and Reconciliation Commission of Canada) pada 2015. Anak-anak yang meninggal sering dikubur di halaman sekolah sehingga pihak berwenang dapat menghindari biaya pengiriman ke rumah keluarga anak-anak itu.
Selama hampir 150 tahun di Kanada —dari 1863 hingga 1998— lebih dari 130 sekolah asrama seperti Kamloops, Marieval, St. Eugene's dan Pulau Kuper didanai oleh pemerintah Kanada, dan hingga tahun 1969 banyak sekolah dioperasikan oleh gereja-gereja Kristen. Sekolah-sekolah ini secara paksa memisahkan anak-anak pribumi dari keluarga mereka. Sekolah mengisolasi mereka dari komunitas dan budaya mereka, menurut Indigenous Foundations, sebuah situs web untuk First Nations Studies Program di University of British Columbia.
Selama waktu itu, lebih dari 150.000 anak-anak pribumi di Kanada menghadiri sekolah-sekolah ini, sebagaimana dilaporkan Indian Country Today. Anak-anak itu berasal dari keluarga First Nations (Bangsa Pertama) atau Indian, Métis (masyarakat adat di beberapa bagian Kanada yang merupakan keturunan pribumi dan Eropa), dan komunitas Inuit.
Hingga 1951, semua anak pribumi berusia 7 hingga 15 tahun diwajibkan oleh hukum untuk bersekolah di sekolah asrama, menurut Indigenous Foundations. Namun, pelecehan terus berlanjut selama sekolah beroperasi, dan para murid "menerima perlakuan kejam dan terkadang fatal," kata perwakilan Lower Kootenay Band dalam sebuah pernyataan 30 Juni.
Di sekolah, anak-anak dari segala usia mengikuti aturan ketat yang membatasi penggunaan bahasa pribumi dan melarang praktik tradisi dan adat istiadat mereka. Melanggar aturan berarti hukuman yang keras, dengan mantan murid-murid tersebut menggambarkan "pelecehan yang mengerikan di tangan para staf sekolah asrama: fisik, seksual, emosional dan psikologis," menurut Indigenous Foundations.
George Guerin, mantan kepala Musqueam Nation yang bersekolah di Kuper Island Residential School di British Columbia, mengingat bahwa salah satu instrukturnya, Sister Marie Baptiste, "memiliki persediaan tongkat sepanjang dan setebal tongkat biliar. Ketika dia mendengar saya berbicara bahasa saya, dia akan mengangkat tangannya dan membawa tongkat itu ke saya," menurut Indigenous Foundations.
Dari 2007 hingga 2015, penduduk asli yang merupakan mantan murid-murid di sekolah-sekolah asrama di Kanada mengajukan hampir 38.000 klaim atas cedera yang disebabkan oleh kekerasan fisik dan seksual di sekolah-sekolah tersebut, menurut CBC.
Bagi ribuan anak, pelecehan dan pengabaian yang merajalela di sekolah-sekolah itu sangat mematikan. Pada 2015, laporan Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi mendokumentasikan 3.200 anak yang meninggal saat berada di sekolah-sekolah asrama, tetapi jumlah kematian bisa 10 kali lebih tinggi dari itu.
Empat tahun kemudian, Pusat Nasional untuk Kebenaran dan Rekonsiliasi Kanada (National Centre for Truth and Reconciliation) merilis nama-nama 2.800 anak yang dapat diidentifikasi. Banyak dari keluarga anak-anak itu tidak pernah diberitahu tentang kematian mereka, BBC News melaporkan pada 2019.
Perwakilan dari Tk'emlúps te Secwépemc First Nation akan merilis laporan rinci tentang temuan Kamloops mereka pada 15 Juli ini, Global News Canada melaporkan. Adapun pemerintah Kanada telah menjanjikan 27 juta dolar AS kepada komunitas-komunitas pribumi untuk mengidentifikasi situs pemakaman yang masih tersembunyi, menurut CBC.
"Ini adalah kejahatan terhadap kemanusiaan, serangan terhadap First Nations," kata Ketua Bobby Cameron dari Federation of Sovereign Indigenous First Nations di Saskatchewan, kepada NPR setelah penemuan kuburan di Marieval.
"Kami tidak akan berhenti sampai kami menemukan semua mayatnya," tegas Cameron, seperti dikutip dari Science Alert.
0 comments:
Post a Comment