About

This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Saturday, April 30, 2022

Pedang Bizantium Langka Berusia 1000 Tahun Ditemukan di Turki


Dua buah pedang langka dan unik ditemukan oleh para arkeolog di Turki. Keduanya ditemukan di tempat terpisah di kota yang merupakan bekas Kekaisaran Bizantium. Salah satunya, digali di gereja, diperkirakan digunakan sebagai persembahan.

Kenop bundar seperti cincin menghiasi ujung gagang setiap pedang. Model pedang seperti ini jarang ditemukan di Bizantium. Menurut penelitian, fitur menarik pada kedua pedang ini membedakan pedang kenop bundar lainnya dari peradaban terdekat.

Hingga saat ini, sulit untuk menentukan etnis atau kelompok apa yang menggunakannya sekitar 1000 tahun yang lalu.

Para arkeolog menemukan pedang di Amorium. Ini merupakan sebuah kota Bizantium yang menjadi persimpangan penting antara Konstantinopel dan kota-kota besar lainnya. Amorium juga sempat menjadi lokasi militer dan benteng yang berfungsi sebagai garis pertahanan pertama melawan invasi Arab.

Para peneliti melakukan penggalian sistematis di Amorium sejak tahun 1988. Pedang pertama ditemukan terpisah-pisah dan berkarat di atrium sebuah gereja pada tahun 1993.  Yang kedua ditemukan pada tahun 2001 di bagian bawah kota. Keduanya berasal dari abad ke-10 dan ke-11, selama periode Bizantium tengah (843 hingga 1204).

Penemuan pedang di sebuah gereja mungkin "dianggap aneh". Namun menurut Errikos Maniotis, seorang peneliti independent, meletakkan senjata di tempat-tempat suci menjadi kebiasaan pada saat itu.

Ada kemungkinan bahwa pedang tersebut diletakkan di gereja bukan untuk tujuan kekerasan. "Dari sumber bersejarah diketahui bahwa senjata telah disimpan sebagai persembahan nazar di gereja-gereja," tutur Maniotis. Benda khusus sengaja ditinggalkan untuk dewa, pemimpin agama, atau lembaga.

Kaisar Bizantium Konstantinus VII Porphyrogennetos menulis bahwa perisai Santo Theodore Teron digantung di bawah kubah gereja. Ini dilakukan sebagai penghormatan.

“Senjata yang ditempatkan di gereja biasanya dikaitkan dengan relikui suci yang berhubungan dengan para santo prajurit," tambah Maniotis. Dalam agama, relikui biasanya terdiri atas jasad atau bagian tubuh serta benda-benda pribadi dari seseorang yang dianggap suci atau dihormati. Relikui ini diawetkan atau disimpan untuk tujuan penghormatan.

Pedang kedua, ditemukan di kota yang lebih rendah, memiliki gagang sepanjang 14 sentimeter dan bilah bermata dua. Panjang bilahnya setidaknya 61 sentimeter. Penemuan ini dipaparkan oleh Maniotis dan rekan peneliti studi Zeliha Demirel-Gökalp dalam studi. Demirel-Gökalp adalah direktur penggalian di Amorium dan seorang profesor di Departemen Sejarah Seni.

Dimensi pedang menunjukkan bahwa seorang prajurit Bizantium mungkin telah menggunakannya sebagai pedang opsional sekunder selama pertempuran.

Meskipun jarang terjadi di Kekaisaran Bizantium, pedang berkenop cincin dikenal dari budaya lain. Kenop berbentuk cincin yang paling awal diketahui berasal Dinasti Han Tiongkok (206 SM hingga 220 M). Praktik penggunaannya pun menyebar ke bangsa Skit dan Hun nomaden.Pada budaya lain, pedang ini ditemukan di Sarmatian, yang tinggal di Asia Tengah, dan Romawi. Bisa jadi tentara Romawi mengadopsi praktik ini dari tentara bayaran Sarmatian.

Tidak seperti pedang lain yang pernah ditemukan, pedang yang ditemukan di gereja memiliki struktur seperti pelindung silang (cross-guards). Ini tampak seperti sepotong logam yang tegak lurus dengan bilah di ujung pegangannya. Fitur ini, serta yang lainnya, belum pernah terlihat pada pedang kenop cincin sebelumnya. Ini yang menjadi salah satu alasan mengapa pedang ini unik dan langka.  

Pedang itu sangat tidak biasa, para peneliti mengusulkan untuk memberi nama baru yaitu pedang kenop cincin Bizantium hibrida. Lokasi tempat penemuan kedua pedang berdekatan satu sama lain di Amorium. Sehingga mungkin ada gudang senjata khusus di kota yang memproduksi jenis pedang cincin ini. Atau bisa jadi semua ini hanya kebetulan semata.

Thursday, April 28, 2022

Asal Usul Jabat Tangan, Telah Digunakan di Zaman Kuno Untuk Hal Ini

Kita sudah begitu terbiasa berjabat tangan dengan orang lain, kita hampir tidak memikirkan bagaimana, di mana, dan mengapa kebiasaan ini lahir.

Di sebagian besar negara, berjabat tangan dilakukan saat bertemu, menyapa, atau berpisah. Di zaman modern, tujuan berjabat tangan adalah untuk menyampaikan kepercayaan, rasa hormat, keseimbangan, dan kesetaraan, tetapi ini jelas bukan asal mula tradisi kuno ini.

Sejarah jabat tangan tidak sepenuhnya jelas, dan sulit untuk menentukan di mana perilaku ini muncul. Para arkeolog telah menemukan teks kuno, reruntuhan, dan artefak yang mengungkapkan bahwa berjabat tangan adalah hal biasa di antara nenek moyang kita. Tampaknya tradisi berjabat tangan sudah berlangsung lama. Ada abad kesembilan SM. relief Raja Asyur Shalmaneser III menekan daging dengan penguasa Babilonia untuk menyegel aliansi.

Ada juga prasasti pemakaman abad ke-5 SM yang dipajang di Museum Pergamon, Berlin yang menunjukkan dua tentara yang berjabat tangan. Penggambaran serupa tentang berjabat tangan telah ditemukan di prasasti pemakaman lainnya.

Pada abad keempat dan kelima SM. Seni pemakaman Yunani ada penggambaran seseorang yang berjabat tangan dengan anggota keluarga, isyarat yang menandakan perpisahan terakhir atau ikatan abadi antara yang hidup dan yang mati. Orang Romawi kuno menganggap berjabat tangan sebagai tanda kesetiaan dan kepercayaan.

Para ilmuwan menyarankan tradisi berjabat tangan dimulai sebagai simbol perdamaian. Pada zaman kuno banyak pria membawa senjata dan memegangnya di tangan kanan mereka. Jika seorang pria bertemu seseorang yang dia ingin berteman, dia mengulurkan tangan kanannya yang kosong menunjukkan bahwa itu tidak berisi senjata.

Dilansir Ancient Pages, berjabat tangan juga digunakan orang zaman kuno untuk benar-benar memastikan bahwa tidak ada orang yang tiba-tiba bisa meraih senjata. Jadi, masing-masing orang menggenggam tangan yang lain dan memegang erat sampai keduanya yakin. 

Jabat tangan juga merupakan simbol itikad baik saat mengucapkan sumpah atau janji. Menurut sejarawan Walter Burkert, “sebuah kesepakatan dapat diungkapkan dengan cepat dan jelas dalam kata-kata, tetapi hanya menjadi efektif dengan gerakan ritual: tangan terbuka tanpa senjata terentang satu sama lain, saling menggenggam dalam jabat tangan bersama.” Dengan bergandengan tangan, orang-orang menunjukkan bahwa kata-kata mereka adalah ikatan suci.

Tradisi berjabat tangan juga dipraktekkan pada Abad Pertengahan ketika para ksatria berjabat tangan satu sama lain sebagai upaya untuk melepaskan senjata yang tersembunyi. Tetap saja, berjabat tangan bukanlah bagian dari kode ksatria ksatria.

Mungkin juga tradisi berjabat tangan jauh lebih tua dari yang diperkirakan sebelumnya. Jabat tangan telah ada dalam beberapa bentuk atau lainnya selama ribuan tahun. Gagasan ini tidak mengherankan, mengingat berapa umur tradisi kita yang lain yang masih digunakan. Sebagai contoh, kita dapat menyebutkan tepukan yang memiliki akar yang sangat kuno juga.

Praktek bertepuk tangan sebagai cara bertepuk tangan dapat ditelusuri ke Yunani kuno serta Roma kuno. Contoh lain adalah ungkapan 'hip hip hore' yang masih digunakan di banyak negara sebagai sorakan yang diucapkan untuk menyatakan pujian atau persetujuan terhadap seseorang atau sesuatu.

Tidak sepenuhnya jelas siapa yang pertama kali menggunakan frasa tersebut. Menurut beberapa sumber, ungkapan tersebut dapat ditelusuri ke pertempuran Abad Pertengahan, tetapi ada juga saran bahwa kata-kata itu pertama kali diucapkan oleh seorang gembala Jerman atau diteriakkan oleh para pelaut abad ke-17. Namun, kemungkinan lain adalah frasa tersebut dapat ditelusuri ke Mongolia kuno.

Sebagai bonus, kami dapat menambahkan bahwa di Italia ada proposal untuk melarang berjabat tangan pada tahun 1928. Berjabat tangan dianggap "tidak higienis dan" harus "benar-benar dihilangkan dalam kontak sehari-hari warga Italia." Pernyataan ini dikeluarkan oleh organisasi Balilla Italia.

Apa yang dapat kita katakan dengan pasti adalah bahwa banyak tradisi kuno yang bertahan, tetapi makna dan tujuannya sering dimodifikasi agar sesuai dengan masyarakat modern.

Wednesday, April 27, 2022

Mumi Janin Ditemukan dalam Rahim Wanita Mesir Berusia 2.000 Tahun


Para ilmuwan di Polandia mengidentikasi sebuah janin yang telah termumifikasi atau terawetkan selama lebih dari 2.000 tahun dalam rahim kasar mumi hamil Mesir kuno. Dalam sebuah makalah terbaru yang terbit di Journal of Archaeological Science pada Januari 2022, para ilmuwan tersebut memaparkan proses tidak biasa yang menyebabkan terawetkannya janin tersebut.

Penelitian terhadap mumi janin tersebut merupakan bagian dari Warsaw Mummy Project. Proyek ini diluncurkan pada tahun 2015 oleh tim bio-arkeolog dari University of Warsaw.

Situs web Warsaw Mummy Project mengatakan bahwa mereka bertujuan untuk "memeriksa secara menyeluruh mumi manusia dan hewan dari Mesir kuno yang ada di National Museum di Warsawa." Pada April 2021, BBC mengumumkan bahwa tim peneliti Warsaw Mummy Project menerbitkan sebuah artikel di Journal of Archaeological Science yang mengungkap kasus pertama mumi Mesir kuno yang hamil dan janin mumi yang terdokumentasikan.

Mumi hamil berusia 2.000 tahun itu kini dipajang di National Museum di Warsawa. Pada awalnya, para peneliti meyakini mumi tersebut merupakan sisa-sisa tubuh Hor-Djehuti, seorang Imam Besar Amun dari zaman Ahmose I yang hidup pada awal Dinasri ke-18 (1539-1292 Sebelum Masehi).

Namun, pada tahun 2016, Warsaw Mummy Project mengumumkan bahwa mumi itu sebenarnya adalah seorang wanita hamil yang dibalsem. Wanita itu meninggal dan dimumifikasikan ketika kehamilannya telah berusia 26 hingga 30 minggu.

Dalam makalah terbaru yang terbit di awal 2022 ini, para peneliti mengatakan misteri mumi hamil ini ada berkat proses kimia yang tidak biasa yang menyebabkan janin tersebut "terasamkan" dan terjebak oleh waktu.

Profesor Ożarek-Szilke, bio-arkeolog sekaligus salah satu direktur Warsaw Mummy Project, menjelaskan bahwa untuk mengeringkan jasada wanita hamil tersebut, para pembalsem menutupinya dengan natron, senyawa alami dari garam natrium yang digunakan secara luas dalam prasejarah di seluruh Mesir, Timur Tengah dan Yunani. Dikutip dari Ancient Origins, bubuk natron banyak digunakan seperti soda kue dalam memasak, obat-obatan dan pertanian, tetapi juga memiliki kegunaan dalam pembuatan kaca dan mumifikasi.


Natron bertindak sebagai disinfektan alami dan agen pengeringan dan itu adalah material utama yang digunakan dalam proses mumifikasi Mesir kuno. Dalam proses mumifikasi, setelah organ-organ dikeluarkan dari jasad dan rongga internal jasad tersebut ditaburi dengan natron kering, jaringan tubuh kemudian terawetkan sehingga bisa jadi mumi. Kemudian, jasad tersebut dilapisi dengan lumpur kering Nil, serbuk gergaji, lumut, dan kain kering agar lebih fleksibel.

Dalam makalah studi baru ini, para ilmuwan menulis bahwa ketika natron disebarkan ke tubuh wanita hamil tersebut, "itu menyebabkan asam format dan senyawa lain" bermanifestasi di dalam rahim tersebut. Hal ini menciptakan kondisi sempurna untuk mengawetkan janin tersebut.

Dalam kasus mumi wanita hamil ini, peningkatan keasaman jasadnya berfungsi juga untuk mengawetkan janin tersebut. Karena beberapa proses kimia yang berkaitan dengan dekomposisi, kata para ilmuwan, tingkat pH atau keasaman di dalam tubuh wanita itu bergeser dari lingkungan basa ke lingkungan yang lebih asam.

Makalah baru mereka menjelaskan bahwa asam ini menyebabkan mineral-mineral yang terperangkap di dalam tulang-tulang janin itu kecil mengering. Dan seiring waktu, tulang-tulang tersebut jadi "termineralisasi" atau "terasamkan."

Thursday, April 21, 2022

Tak Kalah Ganas, Buaya Purba Ini Jadi Predator Saingan Dinosaurus


Spesies baru reptil laut yang hidup sekitar 163 juta tahun lalu berhasil diidentifikasi dari fosil yang ditemukan di dekat Melksham, Wiltshire, Inggris. 

Makhluk yang telah punah ini diberi nama Ieldraan melkshamensis, dan merupakan anggota dari Geosaurini, sub-famili buaya purba. Spesies ini juga kerap dijuluki sebagai "Monster Melksham".

Berukuran panjang sekitar tiga meter, predator ini berburu mangsa-mangsa besar, seperti cumi-cumi purba di lautan dangkal nan hangat di sekitar wilayah yang kini dikenal sebagai Eropa. 

"Ieldraan melkshamensis pernah menjadi salah satu predator puncak di lautan Inggris pada era Jurasik, di waktu yang sama, para dinosaurus menguasai daratan," kata Steve Brusatte, ahli paleontologi vertebrata dan biologi evolusioner di University of Edinburgh. 

Fosil Monster Melksham yang berupa tengkorak dan rahang bawah tersebut digali dari Formasi Oxford Clay pada tahun 1870-an. Spesimen tersebut kemudian dibeli oleh British Museum dan kini berada di Natural History Museum di London, sebagai bagian dari Koleksi Cunnington. 

Gambar fosil Ieldraan melkshamensis, termasuk close-up salah satu gigi khasnya di rahang bawah. (Davide Foffa/University of Edinburgh)
Awalnya, para ilmuwan berpikir bahwa Geosaurini tersebut berasal dari Periode Jurasik akhir, antara 152 dan 157 juta tahun lalu. 

Namun, penemuan terbaru yang dilengkapi dengan  analisis ulang rinci tentang bukti fosil yang ada menunjukkan bahwa sub-famili ini telah hadir sejak jutaan tahun lebih awal, di Periode Jurasik Tengah. 

"Itu bukan fosil tercantik di dunia, tetapi Ieldraan melkshamensis mengungkapkan pada kita kisah yang sangat penting tentang evolusi buaya purba dan bagaimana mereka menjadi predator puncak dalam ekosistem mereka," ujar Davide Foffa, mahasiswa doktoral di University of Edinburgh. 

Hasil studi ini kemudian diterbitkan di Journal of Systematic Palaentology. 

Wednesday, April 20, 2022

Pemelihara Samudra


Seorang turis dalam perahu di Laguna San Ignacio menjulurkan tangan ke air, berharap bisa membelai salah satu paus kelabu yang sering datang ke teluk itu untuk kawin dan membesarkan anak. Dahulu ditakuti nelayan, kini satwa ramah ini menjadi bagian penting perekonomian.

Tuesday, April 19, 2022

Fosil Berusia 30 Juta Tahun Ungkap Spesies Baru Lumba-lumba Pengisap


Sebuah fosil tengkorak yang ditemukan di South Carolina mengungkap spesies lumba-lumba purba dengan cara makan yang menyimpang dari kerabat modernnya. 
Tak seperti lumba-lumba modern yang makan dengan merobek mangsa dengan giginya, makhluk kuno ini mengisap mangsanya dari dasar laut.

Berdasarkan bentuk fosilnya, spesies tersebut memiliki moncong pendek dan tak bergigi, demikian laporan para peneliti dalam jurnal Proceeding of the Royal Society B. Selain itu, fosil juga menunjukkan lubang-lubang pada tengkorak lumba-lumba, yang mengindikasikan mulut yang lebih besar dan sungut-sungut di sekelilingnya. 

Menurut para ilmuwan, spesies yang diberi nama Inermorostrum xenops ini kemungkinan adalah lumba-lumba tak bergigi paling awal dari percabangan paus bergigi dari suborder Odonteceti, yang akhirnya mengarahkan pada berbagai jenis perilaku makan modern di antara kelompok tersebut. 

Penyimpangan evolusi ini terjadi pada Zaman Oligosen, salah satu periode paling penting dalam evolusi paus, selama Preiode Paleogen. Fosil tersebut berusia 30 juta tahun, berawal dari masa ketika bentuk moncong dan kehadiran gigi menjadi beragam di kalangan subordo paus bergigi. 

Karena bentuk moncong terus berevolusi, akhirnya terbentuklah desain optimal seperti yang ditemukan pada lumba-lumba hidung botol modern. 

Tengkorak tersebut berasal dari Sungai Wando, yang saat ini melintasi Charleston ke Samudra Atlantik. Para penyelam yang sedang mencari gigi megalodon, menemukan fosil lumba-lumba yang terbaring di dasar laut. Hewan ini diperkirakan seukuran pesut modern, yakni memiliki panjang sekitar 1,5 meter dan berat hingga 60 kg.

Robert Boessenecker, ahli paleontologi di College of Charleston sekaligus penulis utama studi mengatakan, banyak fosil-fosil serupa yang ditemukan di Formasi Ashley Oligosen di South Carolina. 

"Fosil-fosil tersebut kerap jatuh dari selokan dan situs konstruksi di seluruh wilayah ini," katanya. 

Ia menambahkan, hanya ada sedikit basin di dunia yang secara aktif menyimpan sedimen selama periode tersebut. Selain di South Carolina, hanya ada tiga tempat besar lain di mana kita bisa menemukan fosil terbaik dari lumba-lumba bio sonar dan paus balin, yakni Pulau Selatan di Selandia Baru, Jepang, dan Barat Daya Pasifik. 

Diagram ini menunjukkan tengkorak fosil spesies lumba-lumba baru, termasuk moncongnya yang lebih pendek. (Robert Boessenecker)
Fosil ini juga menjadi sampel paling awal dari spesialis pengisap, atau hewan yang tidak punya pilihan lain untuk makan kecuali dengan mengisap, karena tak bergigi. Boessenecker mengatakan bahwa beberapa mamalia, seperti lumba-lumba hidung botol, dapat pula makan dengan cara mengisap, meski akan lebih sulit karena moncongnya lebih panjang.

"Sementara itu, spesies baru ini hanya bergantung pada cara makan mengisap, sehingga membuat pilihan makanannya kurang fleksibel," ujarnya.

Meski spesies baru ini merupakan sampel pertama dari penyimpangan evolusi ini, moncong pendek pada spesies ini telah berevolusi beberapa kali. Moncong tersebut dua kali lebih pendek dibanding milik lumba-lumba hidung botol modern,  sehingga lebih menyerupai moncong paus sperma kerdil dan pesut. 

Berdasarkan ukurannya yang kerdil, lumba-lumba itu kemungkinan menghabiskan banyak waktu di perairan dangkal, karena ttidak memiliki kemampuan menyelam dalam selayaknya hewan yang lebih besar. 

Sunday, April 17, 2022

Terkubur Manik-Manik Selama 4.000 Tahun, Keluarga Pemimpin Ini “Hidup” Kembali


Di sebuah situs terpencil yang menghadap ke Laut Salish di British Columbia, para arkeolog membuat penemuan menakjubkan di tahun 2010. Para peneliti dari Universitas Toronto dan Shíshálh Nation setempat tercengang saat menemukan makam seorang pemimpin kuno yang bersemayam hampir 3.700 tahun silam dengan pakaian manik-manik seremonial seberat 70 pon lebih. Di sisinya, terbaring pula beberapa anggota keluarga besarnya.

"Ini adalah beberapa penguburan paling rumit di Amerika Utara sebelum terjadi kontak dengan penduduk Eropa," terang Terence Clark, seorang arkeolog di University of Saskatchewan di Saskatoon yang memimpin proyek tersebut.

Pada tanggal 1 Juli, peringatan 150 tahun Konfederasi Kanada, dua museum Kanada memberi gambaran sekilas tentang keluarga kuno ini kepada publik. Dalam pameran baru yang besar, Museum Sejarah Kanada di Quebec dan Museum Swiya di British Columbia meluncurkan rekonstruksi wajah digital dari pemimpin dan keluarganya ini.

Dibuat oleh tim ilmuwan antropologi-biologi dan pakar citra yang dihasilkan komputer (CGI) disertai konsultasi dengan para tetua Shíshálh—masyarakat asli Kanada, rekonstruksi tersebut terlihat sangat hidup.

Sekitar usia 50 tahun saat dia meninggal, pemimpin ini dikuburkan dengan pakaian manik-manik seberat lebih dari 70 pon - sebuah indikasi kekayaan dan kekuatan yang besar. (Philippe Froesch, Visual Forensic)
"Ketika masyarakat kami datang dan melihat rekonstruksi ini, mereka mengatakan bahwa wajah-wajah tersebut seperti paman saya dan ada pula yang seperti istrinya," tutur Keith Julius, seorang anggota dewan Shíshálh Nation di Sechelt, B.C.

Situs kuburan pertama kali terungkap setelah para peneliti melihat kerang dan artefak yang terkikis dari sebuah tumpukan di wilayah barat laut Vancouver. Kunjungan berikutnya mengungkapkan beberapa manik-manik batu, sehingga mereka meminta para arkeolog untuk menyelidiki.

Di sebuah kuburan berbentuk piring yang dihiasi dengan oker merah, para arkeolog menemukan sisa-sisa kerangka seorang pria berusia sekitar 50 tahun, yang berbaring meringkuk di sisinya dan menghadap ke laut. Hampir 350.000 manik-manik batu kecil—yang cukup untuk mengisi bak mandi—menutupi seluruh permukaan tubuhnya.

Memproduksi begitu banyak manik-manik dengan tangan akan memakan banyak waktu, ujar Clark. Terbuat dari serpihan potongan kecil batu lumpur, masing-masing manik harus ditumbuk ke dalam cakram kira-kira setengah ukuran aspirin, lalu dibor dengan sebuah lubang.

Ketika arkeolog Brian Thom dari University of Victoria mencoba meniru proses ini beberapa tahun yang lalu dengan potongan batu tulis dan peralatan batu tradisional, dibutuhkan waktu 13 menit untuk membuat satu manik batu saja. Pembuat manik berpengalaman bisa saja mempercepat proses produksi dan melipatgandakan hasilnya, ujar Clark. Namun, tetap saja diperlukan lebih dari 35.000 jam untuk membuat pakaian manik-manik upacara pemimpin.

Dalam masyarakat yang tak mengenal uang, di mana jam kerja setara dengan nilai, manik-manik merepresentasikan kekayaan yang fantastis,” ungkap Alan McMillan, seorang arkeolog di Universitas Simon Fraser di Burnaby yang bukan bagian dari tim.

Karena Clark dan rekan-rekannya memperluas penggalian tersebut, mereka menemukan lebih banyak penguburan dari periode yang sama, dan lebih banyak kekayaan kuno di dalamnya. Hanya beberapa meter dari kepala pemimpin, tim tersebut menemukan sisa tubuh seorang wanita yang meninggal antara usia 19 dan 23 tahun. Para pengiring jenazah telah mengikat kalung kerang yang berkilau di lehernya dan menghiasi tubuhnya dengan 5.700 manik-manik batu.

Manik-manik batu kecil yang ditemukan di sekitar tengkorak wanita muda ini mengindikasikan adanya kemungkinan bahwa mereka telah menghiasi rambutnya. (Philippe Froesch, Visual Forensic)
Selain itu, para arkeolog menemukan hampir 3.200 butiran manik-manik dari kulit kerang pada sedimen di sekitar tengkoraknya. Butiran tersebut berukuran kurang lebih dua setengah kali sebutir pasir dan lebih sulit dibuat daripada manik-manik batu. "Kami telah menunjukkan penemuan tersebut kepada pakar manik di seluruh dunia dan mereka tidak tahu bagaimana pembuatannya," kata Clark.

Manik-manik kecil itu bisa saja ditenun ke dalam rambut wanita muda itu sebagai hiasan. “Mereka pasti berkulit putih, cerah, berkemilau, dan memiliki rambut hitam. Saya pikir mereka pasti sangat cantik,” kata Clark. 

Di dekat wanita muda itu, tim menemukan dua kuburan lainnya. Salah satu kuburan berisi sisa-sisa dua pemuda yang dikubur dengan 2.200 manik-manik dari batu dan kulit kerang. Setelah memeriksa penemuan, ahli Antropologi-Biologi dari Museum Sejarah Kanada, Jerome Cybulski, mengungkapkan bahwa kedua pria itu merupakan saudara kembar, berdasarkan beberapa ciri yang ditemukan.

"Mereka memiliki struktur gigi dan pola tengkorak yang sama,” ucap Clark. Sedangkan, makam lainnya terdapat bayi yang memiliki jejak oker merah pada kerangkanya. Kini, jejak oker merah ini sering digunakan di acara ritual Northwest Coast.

Cara keluarga besar kuno ini dalam menimbun kekayaan tersebut selama 3.700 tahun nampaknya masih menjadi misteri. Kala itu, masyarakat yang tinggal di tepi Laut Salish masih mencari nafkah dengan memancing, berburu rusa, dan mencari makan dengan mengolah tanaman akar yang kaya karbohidrat. Mereka belum mampu mendapatkan budak atau tinggal di rumah panjang yang mampu menampung banyak keluarga besar—suatu kondisi yang dapat meningkatkan akumulasi kekayaan.

Clark menganggap bahwa keluarga pemimpin ini memiliki pengetahuan yang sangat berharga bagi keluarga  lain. Orang-orang memberikan banyak hadiah kepada garis keturunan keluarga pemimpin ini setiap kali ada perayaan atau pesta. “Keluarga ini sangat kaya karena mereka memiliki pengetahuan khusus tentang ritual atau spiritual,” kata Clark.

Andrew Martindale, seorang arkeolog di Universitas British Columbia yang bukan anggota tim, menganggap penemuan yang luar biasa itu menunjukkan bahwa "sejarah tidak sesederhana yang kita duga." Ia juga memuji cara tim peneliti dan para tetua Shíshálh dalam bekerja sama menciptakan rekonstruksi wajah baru dari keluarga besar kuno ini.

"Nampaknya, ini merupakan proyek yang sangat kolaboratif dan saling menghormati untuk menunjukkan siapa mereka sebenarnya," katanya. "Dan saya pikir itu sangat penting."



 

Thursday, April 14, 2022

Bumi Super Ini Dinyatakan Punya Atmosfer, Bisakah Dihuni Manusia?


Para peneliti telah mengamati GJ1132b selama dua tahun terakhir. Disebut-sebut sebagai “Bumi Super”, planet tersebut 1,4 kali lebih besar daripada bumi dan terletak sejauh 39 tahun cahaya.

Kini, penelitian mengungkapkan bahwa planet tersebut diselubungi oleh lapisan gas tebal seperti atmosfer yang berisi air atau metana atau keduanya.

Penemuan GJ1132b pertama kali diumumkan pada tahun 2015. Keberadaan planet itu lewat pengamatan di European Southern Observatory (ESO) dengan metode transit.

Terletak di bagian selatan konstelasi Vela, bintang induk planet ini jauh lebih kecil, dingin, dan redup daripada matahari.

“(Pergerakan planet) membuat bintang tampak lebih redup dan merupakan cara yang jitu untuk menemukan planet yang bergerak. Begitulah cara planet ini ditemukan,” ujar Dr Southworth yang terlibat penelitian.

Namun, molekul yang beragam pada atmosfer menyerap cahaya dengan cara yang berbeda-beda juga dan pengamatan pada perbedaan tersebut menunjukkan bahwa lapisan gas di sekitar GJ1132b bisa mengandung uap ataupun metana.

Dr Southworth mengatakan, salah satu kemungkinannya adalah planet ini merupakan ‘dunia air’ dengan atmosfer uap panas.

Jika mengandung uap air, mungkinkah manusia hidup di sana? Sayangnya tidak. Temperatur permukaan GJ113b mencapai 370 derajat celcius, terlalu panas untuk makhluk hidup.

“Sepengetahuan saya, temperatur terpanas yang dapat dihuni oleh mahluk hidup di bumi hanya 120 derajat celcius. Temperatur itu jauh lebih dingin daripada planet ini (GJ1132b),” kata Dr John Southworth, peneliti dari Keele University yang memimpin studi tersebut seperti dikutip BBC, Jumat (5/4/2017).

Walaupun para peneliti tidak yakin bahwa ada mahluk hidup yang mampu bertahan di planet ini, tetapi penemuan atmosfer pada GJ1132b mendorong mereka untuk berburu mahluk hidup di luar angkasa.

Sunday, April 10, 2022

Kanibalisme: Ditabukan Manusia, Dijadikan Dalih Penjajahan Barat


Kanibalisme adalah salah satu tabu manusia yang paling dalam dan paling kuno. Sebagian besar orang meyakini bahwa memakan daging manusia adalah pengkhianatan terakhir terhadap kemanusiaan kita.

Namun seperti yang ditunjukkan oleh ahli zoologi dan penulis Bill Schutt dalam buku barunya, Cannibalism: A Perfectly Natural History, tidak semua budaya menganut tabu ini. Di Tiongkok kuno, misalnya, bagian tubuh manusia akan muncul di menu kekaisaran.

Ketika National Geographic menghubungi Schutt melalui telepon di rumahnya di Long Island, dia menjelaskan bagaimana di dunia hewan kanibalisme sangat umum terjadi, bagaimana kanibalisme dijadikan alasan untuk penjajahan kaum Barat, hingga bagaimana perubahan iklim dapat memicu kanibalisme massal.

Schutt menulis, "Kanibalisme masuk akal secara evolusioner yang sempurna." Dia menjelaskan bahwa sangat mengejutkan baginya saat mengetahui bahwa kanibalisme begitu tersebar luas di seluruh alam. "Mulai tahun 1970-an dan 1980-an, para peneliti mulai mengungkap banyak contoh di seluruh kerajaan hewan di mana itu adalah perilaku yang benar-benar alami," katanya.

Sebagai contoh, katak spadefoot bertelur di kolam-kolam sementara yang ukurannya tidak lebih besar dari genangan air. Karena iklim, kolam-kolam ini dalam bahaya mengering setiap saat.
"Jadi, jika Anda seekor kecebong, dari sudut pandang evolusioner, ia berlomba untuk keluar dari kolam secepat mungkin. Jika kolam mengering, Anda mati. Hasilnya, mereka telah mengembangkan mekanisme di mana persentase tertentu dari kecebong menjadi besar, dalam semalam, dengan otot rahang yang besar, gigi yang tampak liar, dan saluran pencernaan yang memendek. Apa yang mereka lakukan adalah memakan saudara-saudara mereka di kolam. Dengan demikian, mereka dewasa lebih cepat dan bisa keluar lebih cepat daripada saudara dan saudari herbivora mereka."

Kanibalisme menjadi suatu yang tabu oleh banyak manusia karena dikesankan demikian dalam karya-karya tulis. "Sejak Homer dan orang-orang Yunani, kita telah diajari bahwa kanibalisme adalah tabu utama. Itu berlanjut dari Homer melalui orang-orang Romawi ke Shakespeare, Grimm bersaudara, Daniel Defoe, dan Freud. Anda memiliki efek bola salju di mana kita diajari bahwa kanibalisme adalah kengerian."

Tak hanya menjadikannya tabu, orang-orang Barat juga kerap menggunakan tuduhan dan stigma kanibalisme pada orang lain untuk membenarkan penaklukan, khususnya di Dunia Baru. "Ketika Columbus pertama kali tiba di Dunia Baru, dia menggambarkan penduduk asli sebagai orang-orang yang ramah dan tidak menimbulkan masalah. Dia telah diberitahu oleh Ratu Isabella untuk memperlakukan orang-orang ini dengan hormat dan kebaikan, kecuali jika menjadi jelas bahwa mereka adalah kanibal, dalam hal ini, semua taruhan dibatalkan. Awalnya, orang-orang Spanyol mencari emas dan, ketika mereka tidak menemukannya, mereka mengira bahwa hal terbaik berikutnya adalah budak," beber Schutt.

"Lihatlah, ketika Columbus kembali, penduduk asli yang sebelumnya tergolong ramah tiba-tiba digambarkan sebagai kanibal, jadi Anda bisa melakukan apa saja terhadap mereka. Anda bisa memperbudak mereka, mengambil tanah mereka, membunuh mereka, dan memperlakukan mereka seperti penyakit sampar. Dan itulah yang terjadi, akibatnya banyak pulau yang tidak berpenghuni. Gagasan kanibalisme sebagai hal yang tabu digunakan untuk menghilangkan kemanusiaan orang-orang yang ditemui dalam penaklukan ini."

Yang mengkhawatirkan, Schutt juga menulis bahwa perubahan iklim pada akhirnya dapat menyebabkan kanibalisme yang berkaitan dengan kelaparan. "Saya tidak ingin membuatnya terdengar seperti pernyataan bahwa ini akan terjadi. Namun jika Anda melihat alasan utama mengapa kanibalisme terjadi di alam, biasanya karena kepadatan penduduk atau kurangnya bentuk nutrisi alternatif," ujarnya.

"Di Barat kita memiliki lapisan budaya yang mencegah kita dari kanibalisasi. Tapi kita tahu bahwa kanibalisme telah terjadi dengan manusia selama kelaparan."

Thursday, April 7, 2022

Mengenal V1, Bom Terbang Peninggalan Nazi yang Ditemukan di Inggris


 Para arkeolog telah menemukan sisa-sisa ledakan ‘bom terbang’ Jerman, V1, yang jatuh di hutan Inggris pada 1944 saat ia menuju targetnya di London.

Penggalian tersebut mengungkap beberapa bagian logam utama V1, pendahulu dari rudal jelajah yang ada saat ini. V1 merupakan satu dari ribuan ‘senjata balas dendam’ atau ‘Vergeltungswaffen’ yang diluncurkan Nazi Jerman di bulan-bulan terakhir Perang Dunia II.

Colin Welch, pemimpin studi mengatakan, ada sekitar 10 ribu bom terbang yang ditembakkan Jerman menuju Inggris antara 1944 hingga 1945

V1 yang digali di Packing Wood tersebut adalah beberapa bom yang tidak sampai ke tujuan—ia jatuh sebelum mencapai London. Pilot pesawat tempur pada masa itu sudah mahir menjatuhkan bom-bom terbang dan menghancurkannya.

Meski begitu, tetap ada bom yang berhasil mencapai targetnya dan kemudian menewaskan 6000 orang di Inggris dalam beberapa bulan. V1 juga menyebabkan kerusakan parah dan sering memicu kebakaran bangunan.

Senjata balas dendam Nazi

Menurut keterangan Imperial War Museum di London, bom terbang V1 memiliki rentang sayap lebih dari lima meter dan membawa hulu ledak tinggi dengan berat sekitar 1.700 lbs. V1 biasanya diluncurkan dari lereng dan memiliki kecepatan hingga 400 mph berkat mesin pulse-jetnya.

Welch mengatakan, kebisingan V1 sangat menakuti penduduk Inggris. Terutama jika suara itu terputus begitu saja di suatu tempat—menandakan bahwa bom terbang telah sampai ke sasarannya.

“Suaranya sangat khas, rendah namun terburu-buru layaknya mesin jet. Anda juga bisa mendengar suara ledakkan saat ia berakhir di tempat tujuannya,” papar Welch.


Setiap V1 memiliki sistem panduan yang didukung oleh udara terkompresi sehingga dapat melakukan perjalanan hingga 240 kilometer—cukup jauh untuk menyasar targetnya di Inggris.

Adolf Hitler mengatakan, V1 diluncurkan sebagai respons terhadap serangan bom sekutu yang menghancurkan kota-kota di Jerman seperti Hamburg pada 1943.

Namun, pilot pesawat tempur dari pihak sekutu belajar untuk melawan V1, beberapa bulan setelah bom itu digunakan pertama kali. Penelitian Welch menunjukkan bahwa V1 yang berhasil ditemukan di Packing Wood, ditembak jatuh pada 6 Agustus 1944, oleh pilot Polandia Jozef Donocik.



Bagi Welch, tantangan terbesar dari penggalian V1 adalah melestarikan kembali bagian logam yang tersisa dari ledakan. Sebagian besar baja yang digunakan dalam konstruksi mereka, telah terkikis tanah dan asam, meski aluminiumnya masih ada.

Kini, Welch berharap dapat menciptakan ‘museum daring’ untuk hasil penggaliannya tersebut. Meliputi model 3D dari artefak bom terbang serta informasi mengenai senjata mematikan V1.

“V1 merupakan bagian dari sejarah dan itu harus didokumentasikan dengan cara yang bertanggung jawab,” pungkasnya.